Impor biji kakao tak dikenakan bea masuk

Senin, 07 April 2014 - 18:42 WIB
Impor biji kakao tak dikenakan bea masuk
Impor biji kakao tak dikenakan bea masuk
A A A
Sindonews.com - Pemerintah akan menurunkan bea masuk (BM) impor biji kakao dari yang berlaku saat ini 5 persen menjadi 0 persen. Kebijakan ini ditempuh untuk meningkatkan kapasitas produksi di industri pengolahan biji kakao.

“Tadi juga bicara industri coklat supaya kapasitasnya bisa tumbuh dengan baik dan jalan, bea impornya biji kakao untuk industri nasional kita nolkan. Bea masuk untuk impor biji kakao kita nolkan,” kata Menteri Perdagangan (Mendag) Muhammad Lutfi seusai melakukan pertemuan dengan Menteri Perindustrian (Menperin) MS Hidayat di Kantor Kementerian Perindustrian (Kemenperin) Jakarta Senin (7/4/2014).

Namun demikian, kebijakan ini akan diterapkan apabila sudah ada persetujuan dengan kementerian terkait. Kementerian tersebut antara lain Kemenperin, Kementerian Perdagangan (Kemendag), dan Kementerian Pertanian (Kementan). Setelah Kementan menyetujui penurunan BM tersebut, selanjutnya usulan kebijakan tersebut akan diajukan ke Kementerian Keuangan (Kemenkeu).

“Saat ini (Kementerian) Perdagangan setuju, (Kementerian) Perindustrian juga setuju, tinggal (Kementerian) Pertanian. Nanti baru kita ajukan ke Kemenkeu. Ini di industrinya kan penting,” kata Lutfi.

Mendag menjelaskan, kebijakan tersebut perlu dilakukan karena nilai tambah produk olahan dari biji kakao akan dimiliki Indonesia apabila industri pengolahan ada di dalam negeri. Dia mencontohkan produk cocoa butter akan memberikan nilai tambah empat kali lipat jika dibandingkan dengan nilai biji kakao.

“Produk cocoa butter itu nilai tambahnya empat kali. Begitu jadi makanan jadi, nilai tambahnya 19 kali. Jadi tidak ada alasan untuk tidak mengembangkan industri coklat ini,” kata Lutfi.

Di tempat yang sama, Menperin MS Hidayat mengatakan dalam kurun waktu empat tahun terakhir, pertumbuhan industri pengolahan atau hilirisasi kakao tumbuh pesat. Namun yang terjadi kemudian adalah industri dalam negeri kekurangan bahan baku sehingga pelaku industri nasional mengimpor biji kakao.

Untuk mendukung ketersediaan bahan baku di industri pengolahan kakao ini, kata Menperin, pihaknya bersama Mendag M Lutfi sepakat untuk menurunkan BM impor biji kakao menjadi 0%. “Kemendag dan Kemenperin sepakat untuk menurunkan BM impor biji kakao menjadi nol,” kata MS Hidayat.

Selain itu, kata Hidayat, dirinya akan membicarakan persoalan ini dengan Menteri Pertanian (Mentan) Suswono. Selain untuk membicarakan soal penurunan BM, dia juga akan meminta Kementan untuk menambah lahan untuk perkebunan kakao.

Selain menambahkan lahan, kata Menperin, juga perlu dilakukan intensifikasi sehingga produktivitas biji kakao bisa meningkat.

“Kami akan bicara dengan Mentan bukan hanya untuk penambahan lahan, tapi juga untuk metode tanaman kakao yang bisa meningkatkan produktivitas,” katanya.

Ketua Umum Asosiasi Kakao Indonesia (Askindo) Zulhefi Sikumbang menilai pembebasan bea masuk impor biji kakao tersebut akan memukul petani kakao Indonesia. Karena dengan tiadanya BM impor biji kakao, maka tidak ada proteksi sama sekali terhadap biji kakao dalam negeri.

“Apalagi semua biji kakao di Indonesia dihasilkan para petani kecil, karena memang tidak ada perusahaan yang berinvestasi di on farm-nya,” kata Zulhefi.

Menurut Zulhefi, kebijakan tersebut tidak tepat. Sebab saat ini total kapasitas terpasang industri pengolahan biji kakao satu tahun mencapai 650.000 ton. Sementara produksi biji kakao dalam negeri hanya 450.000 ton.

“Ini artinya ada pabrik yang tidak full capacity. Pemberlakukan tarif BM ini bukan untuk mendorong produksi. Tapi kalau tujuannya untuk meningkatkan daya saing, karena industri kakao di Singapura dan Malaysia tidak ada bea masuk, itu baru benar,” katanya.

Namun kalau kebijakan ini diberlakukan, kata Zulhefi, biji kakao lokal dipastikan tak akan laku. Sebab pabrik lebih memilih impor biji kakao.

Seharusnya, kata dia, pemerintah lebih mendorong petani agar biji kakao yang dihasilkan itu difermentasi.

“Karena pabrik itu membutuhkan kakao yang sudah difermentasi. Dan dari sekitar 450.000 ton biji kakao yang dihasilkan petani, hanya 5% saja yang difermentasi,” katanya.
(gpr)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 2.9754 seconds (0.1#10.140)