Pengusaha: Permendag Ekspor Timah ciptakan oligopoli

Senin, 14 April 2014 - 19:56 WIB
Pengusaha: Permendag Ekspor Timah ciptakan oligopoli
Pengusaha: Permendag Ekspor Timah ciptakan oligopoli
A A A
Sindonews.com - Para pengusaha pertambangan timah rakyat memprotes keluarnya Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 32/6/2013 tentang ketentuan Ekspor Timah. Para pengusaha menilai Permendag tersebut hanya menciptakan oligopoli bagi sebagian pengusaha timah berskala besar.

Ketua Asosiasi Industri Timah Indonesia, Irmiryadi mengatakan, bahwa Permendag tersebut merugikan para penambang di daerah. Di mana, segala bentuk perdagangan diatur satu pihak. Sehingga terkesan terjadi monopoli.

"Kami ingin aturan yang ada di cabut, karena bukan menguntungkan namun merugikan khususnya bagi tambang rakyat," ujarnya dalam diskusi publik bertema Mewujudkan Pengelolaan Tambang Timah Berkelanjutan dan Berkeadilan di IPB, Senin (14/4/2014).

Dia menjelaskan, berdasarkan data tercatat 80 persen dari hasil timah yang ada berasal dari tambang rakyat. Sehingga, apabila Permendag tetap diberlakukan akan mematikan pasaran di daerah. Aturan yang ada, bukan memberikan keringanan malah memberatkan.

"Itu sudah jelas terlihat. Di mana, aturan yang ada di buat bukan untuk memperbaiki pasar, namun malah merusaknya. Pengusaha swasta lebih berwenang dibandingkan pengusaha lokal," ujarnya.

Hal yang sama juga dikatakan, sejumlah peneliti dari IPB. Para peneliti memandang Permendag No 32/2013 hanya menciptakan oligopoli.

Peneliti hukum dan kebijakan PKSPL Akhmad Solihin, mengatakan, gagalnya kebijakan dikarenakan tidak semua perusahaan didalamnya mau mengikuti aturan dalam Permendag tersebut, termasuk mengenai dijadikannya Bursa Komoditi Dan Derivatif Indonesia (BKDI) sebagai regulator pertambangan timah.

"Ketika orang tidak masuk ke dalam sistem maka pertanyaanya adalah apakah kegagalan sistem atau kegagalan pemerintah, kegagalan kebijakan," kata Solihin.

Dalam diskusi tersebut, dia juga mengkritisi keberadaan BKDI sebagai lembaga regulator yang ditunjuk pemerintah namun dijalankan perusahaan-perusahaan swasta. "Inilah yang akan dikaji," katanya.

Pihaknya juga akan melakukan kajian apakah Permendag No 32 bertentangan dengan aturan lain seperti UU Anti Monopoli dan Peraturan Pemerintah Terkait. Hasil kajian itu katanya, akan disampaikan dalam waktu dekat.

Terkait dibentuknya BKDI, Solihin beralasan hal itu dikarenakan mereka yang tergabung di BKDI merupakan perusahaan-perusahaan besar yang akhirnya menjadi penentu harga dan pasar. Oligopoli melalui kebijakan BKDI berdampak mematikan pengusaha-pengusaha kecil dan penambang tradisional.

Di lokasi yang sama, peneliti senior PKSPL-IPB, Arief Budi Purwanto memandang oligopoli memunculkan ketidakpuasan pelaku dan masyarakat yang berimbas pada eksternalitas negatif.

Salah satu eksternalitas negatif yang muncul adalah penimbunan dan penyelundupan biji timah yang dilakukan masyarakat setempat untuk dijual ke negara lain seperti Singapura. "Oleh Singapura timah kita dicap produk Malaysia dan Thailand," katanya.

Arif mengatakan, ada masalah dengan mekanisme pasar lewat BKDI. Di mana, angka ekspolitasi tinggi tidak berbanding lurus dengan pemasukan tambang timah kepada negara.
(izz)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.3692 seconds (0.1#10.140)