ESDM: Kenaikan TTL industri untuk rasio elektrifikasi
A
A
A
Sindonews.com - Kementerian ESDM sudah memutuskan untuk mencabut subsidi listrik yang selama ini diberikan kepada industri. Pemerintah mengklaim, hal ini dilakukan agar pemerintah bisa menghemat sekitar Rp90 triliun untuk tahun ini.
"Ini dilakukan sejalan dengan roadmap subsidi yang dilakukan dari 2013. Yang berhak mendapat subsidi adalah masyarakat. Diharapkan roadmap ini dapat dilakukan tiap tahun. Sehingga 2018 yang bukan termasuk golongan tidak mampu akan dicabut subsidinya sesuai dengan undang-undang kelistrikan," ungkap Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian ESDM, Jarman dalam coffee morning di kantornya, Kamis (17/4/2014).
Dia mengklaim, alokasi dananya sebagian akan digunakan untuk meningkatkan rasio elektrifikasi. Karena pemerintah menargetkan tahun 2020 rasio elektrifikasi sudah mendekati 99 persen, yang salah satunya didapat dari penghapusan subsidi golongan yang mampu.
"RUPTL 2013-2022 kebutuhan listrik naik 5700 Megawatt dan ini harus dipasok untuk mendorong ekonomi, tapi kalau kita lihat dari kemampuan maka 2018 akan timbul demand yang tidak bisa dipasok dengan skema PLN yang dibangun berdasarkan hutang. Nah, itu kira-kira sekitar 20 persen mulai 2018," lanjut dia.
Menurutnya, harus ada terobosan baru bahwa pihak swasta diharapkan bisa langsung menjual listriknya ke industri, tidak lewat Perusahaan Listrik Negara (PLN).
"Karena itu kita cabut, dengan dicabut maka swasta punya pilihan mulai 2015. Apa dia berencana membangun pembangkit listrik atau dia beli listrik dari pembangkit swasta atau dari PLN. Kan sama-sama enggak disubsidi," tandasnya.
"Ini dilakukan sejalan dengan roadmap subsidi yang dilakukan dari 2013. Yang berhak mendapat subsidi adalah masyarakat. Diharapkan roadmap ini dapat dilakukan tiap tahun. Sehingga 2018 yang bukan termasuk golongan tidak mampu akan dicabut subsidinya sesuai dengan undang-undang kelistrikan," ungkap Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian ESDM, Jarman dalam coffee morning di kantornya, Kamis (17/4/2014).
Dia mengklaim, alokasi dananya sebagian akan digunakan untuk meningkatkan rasio elektrifikasi. Karena pemerintah menargetkan tahun 2020 rasio elektrifikasi sudah mendekati 99 persen, yang salah satunya didapat dari penghapusan subsidi golongan yang mampu.
"RUPTL 2013-2022 kebutuhan listrik naik 5700 Megawatt dan ini harus dipasok untuk mendorong ekonomi, tapi kalau kita lihat dari kemampuan maka 2018 akan timbul demand yang tidak bisa dipasok dengan skema PLN yang dibangun berdasarkan hutang. Nah, itu kira-kira sekitar 20 persen mulai 2018," lanjut dia.
Menurutnya, harus ada terobosan baru bahwa pihak swasta diharapkan bisa langsung menjual listriknya ke industri, tidak lewat Perusahaan Listrik Negara (PLN).
"Karena itu kita cabut, dengan dicabut maka swasta punya pilihan mulai 2015. Apa dia berencana membangun pembangkit listrik atau dia beli listrik dari pembangkit swasta atau dari PLN. Kan sama-sama enggak disubsidi," tandasnya.
(gpr)