Pertamina Geothermal Kebut Penyelesaian Proyek PLTP

Senin, 19 Mei 2014 - 15:31 WIB
Pertamina Geothermal Kebut Penyelesaian Proyek PLTP
Pertamina Geothermal Kebut Penyelesaian Proyek PLTP
A A A
JAKARTA – PT Pertamina Geothermal Energy (PGE), anak perusahaan PT Pertamina (Persero) menargetkan dapat memproduksi listrik dari panas bumi sebesar 2.300 megawatt (MW) hingga 2025 sebagai bentuk dukungan perusahaan terhadap upaya pemenuhan energi nasional berbasis energi baru dan terbarukan.

President Director PGE Rony Gunawan mengatakan, produksi listrik panas bumi perseroan saat ini mencapai 402 MW. Beberapa proyek dengan total kapasitas 655 MW sedang digarap perusahaan, sementara 1.210 MW proyek-proyek baru tengah dipersiapkan untuk dilaksanakan.

“Apabila seluruh proyek tersebut tuntas, kelak kapasitas produksi listrik panas bumi PGE akan mencapai 2,3 GW,” katanya di Jakarta Senin (19/5/2014).

Lebih jauh Rony mengatakan bahwa dari proyek-proyek yang sedang berjalan dalam jangka menengah sampai dengan 2018, kapasitas PLTP ditargetkan mencapai 847 MW. Dia mencontohkan, PLTP Kamojang unit 5 dengan kapasitas 35 MW akan on stream pada 2015 dan Karaha unit 1 berkapasitas 30 MW pada 2016.

Sellain itu, Lahendong unit 5&6 dengan kapasitas 2x20 MW pada 2016, Ulubelu unit 3&4 berkapasitas total 40 MW masuk pada 2016 dan 2017. Adapun Lumut Balai 1&2 dengan kapasitas total 2x55 MW akan masuk pada 2016 dan 2018 serta Hululais 1&2 dengan kapasitas 2x55 MW masuk pada 2017 dan 2018.

“Sehingga nanti pada tahun 2018, PGE sudah memiliki kapasitas produksi 847 MW, baik dari kegiatan total project maupun produksi uap. Ini menunjukkan bahwa perusahaan tidak pernah berdiam diri untuk terus mencari dan memproduksi listrik dari panas bumi,” tegasnya.

Namun, diakui Rony, untuk mempercepat pelaksanaan proyek-proyek panas bumi di masa mendatang diperlukan beberapa dukungan yang memungkinkan investasi yang dapat memberikan hasil menarik bagi investor.

Dia mengharapkan beberapa hal, seperti proses perizinan AMDAL yang lebih cepat, jaminan jangka panjang dari pemerintah untuk dapat beroperasi di wilayah sumber panas bumi yang umumnya berada di hutan cagar alam dan hutan lindung, tarif yang mencerminkan keekonomian yang baik sesuai dengan Permen ESDM No 22 tahun 2012 yang mengatur ketentuan fit in tarrif serta jaminan waktu pelaksanaan proyek bagi pengembang yang memenangkan tender.

“Setelah masalah tarif kini sudah ada solusi, kendala utama yang dihadapi perusahaan saat ini, terutama pada WKP baru adalah tidak adanya komitmen atau jaminan yang mengikat pada proses tender, sehingga kecenderungan pengembang menawar dengan harga rendah agar menang dan tidak ada batas waktu pengembangan yang pasti dan ini merugikan bagi perusahaan yang serius ingin mengembangkan panas bumi, termasuk PGE,” tutur dia.
(rna)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.5532 seconds (0.1#10.140)