BI: Pangkas Belanja Negara atau Subsidi BBM
A
A
A
JAKARTA - Pada pembahasan APBN yang direvisi 2014, pemerintah telah memperkirakan nilai defisit anggaran sebesar 2,5% dari Produk Domestik Bruto (PDB), angka ini mengalami kenaikan dari perkiraan awal yang hanya 1,7% PDB. Agar nilai ini tidak naik melebihi batas 3% PDB, pemerintah mengambil langkah pemangkasan belanja negara.
Menurut Gubernur Bank Indonesia (BI) Agus Martowadojo, peningkatan defisit anggaran ini tak lepas dari tingginya subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM). Maka pilihannya tidak lain adalah memotong uang belanja atau mengurangi subsidi BBM.
"Jika nilai tambahan penerimaan sulit, kalau menambah utang tidak terlalu baik, yang paling mungkin adalah pemotongan belanja negara atau mengurangi subsidi BBM," kata Agus saat ditemui di Gedung BI, Jakarta, Jumat (23/5/2014).
Dia juga memperhatikan masalah subsidi yang terutamanya di bidang energi, yang sudah begitu besar. Bahkan untuk subsidi energi, pemerintah menaikkan anggarannya dari Rp282,1 triliun menjadi Rp392,1 triliun.
"Kita terus mewaspadai itu, kita mengikuti di APBNP. Pemerintah mengajukan pemotongan belanja supaya rasio defisit budget di bawah 3%. Bahwa subsidi energi meningkat cukup tinggi, akibatnya belanja dikurangi. Pemerintah mampu tidak mengurangi belanja sampai Rp100 triliun, kalau tidak bisa perlu sikap lain agar defisit tidak tinggi," jelasnya.
Dia juga menambahkan, pemotongan anggaran maupun pengurangan subsidi BBM berpotensi mempengaruhi pertumbuhan ekonomi. BI memperkirakan pertumbuhan ekonomi di level 5,1%-5,5% untuk tahun ini.
"BI terus mengikuti bagaimana dampak perkembangan pertumbuhan ekonomi. BI melihat kalaupun ada pemotongan anggaran Rp100 triliun, pertumbuhan masih di 5,1%-5,5%, hal itu sudah dalam range perhitungan," tutupnya.
Menurut Gubernur Bank Indonesia (BI) Agus Martowadojo, peningkatan defisit anggaran ini tak lepas dari tingginya subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM). Maka pilihannya tidak lain adalah memotong uang belanja atau mengurangi subsidi BBM.
"Jika nilai tambahan penerimaan sulit, kalau menambah utang tidak terlalu baik, yang paling mungkin adalah pemotongan belanja negara atau mengurangi subsidi BBM," kata Agus saat ditemui di Gedung BI, Jakarta, Jumat (23/5/2014).
Dia juga memperhatikan masalah subsidi yang terutamanya di bidang energi, yang sudah begitu besar. Bahkan untuk subsidi energi, pemerintah menaikkan anggarannya dari Rp282,1 triliun menjadi Rp392,1 triliun.
"Kita terus mewaspadai itu, kita mengikuti di APBNP. Pemerintah mengajukan pemotongan belanja supaya rasio defisit budget di bawah 3%. Bahwa subsidi energi meningkat cukup tinggi, akibatnya belanja dikurangi. Pemerintah mampu tidak mengurangi belanja sampai Rp100 triliun, kalau tidak bisa perlu sikap lain agar defisit tidak tinggi," jelasnya.
Dia juga menambahkan, pemotongan anggaran maupun pengurangan subsidi BBM berpotensi mempengaruhi pertumbuhan ekonomi. BI memperkirakan pertumbuhan ekonomi di level 5,1%-5,5% untuk tahun ini.
"BI terus mengikuti bagaimana dampak perkembangan pertumbuhan ekonomi. BI melihat kalaupun ada pemotongan anggaran Rp100 triliun, pertumbuhan masih di 5,1%-5,5%, hal itu sudah dalam range perhitungan," tutupnya.
(gpr)