Suramadu Tak Libatkan Industri Baja Dalam Negeri
A
A
A
JAKARTA - Konsumsi barang impor di Indonesia tergolong masih sangat tinggi, bahkana produk lokal tidak dapat bersaing sempurna dengan produk impor. Contohnya untuk pembangunan Jembatan Suramadu yang mayoritasnya menggunakan barang impor.
Hal ini diungkapkan Direktur Jenderal Basis Industri Manufaktur (BIM) Kementerian Perindustrian (Kemenperin) Harjanto saat diskusi di Hotel Royal Kuningan, Jakarta, Rabu (4/6/2014).
Dia mengungkapkan, pembuatan jembatan yang menghubungkan pulau Jawa ke Madura ini tidak satupun melibatkan industri baja dalam negeri, melainkan semuanya menggunakan produk impor.
"Jembatan Suramadu itu tidak satu kilogram pun baja yang digunakan berasal dari industri baja kita. Padahal, di sini banyak pabrik baja, dan kualitas baja yang baik, pantas kalau industri baja kita menjerit," katanya.
Harjanto mengatakan, dengan menggunakan mayoritas baja impor tidak akan mendorong daya saing baja lokal dan tidak mendukung peningkatan nilai tambah industri baja lokal secara tidak langsung.
"Nilai tambah kan memberi kehidupan, tapi kita malah memberinya ke industri asing. Kalau misi kita meningkatkan nilai tambah, ya, nilai tambah bagi asing. Jangan heran di Indonesia banyak orang susah yang banyak tidak bekerja di bidang itu," tegasnya.
Atas keadaan tersebut, dia meminta untuk membangun ketahanan produksi dalam negeri, harus lebih mengutamakan pembuatan standard dalam pengerjaan proyek terutama yang terhubung dalam proyek Master Plan Percepatan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI).
"Kita harus pikir bersama bangun standar apa yang diperlukan. Karena di negara lain berlomba membuat itu (standarisasi). Itu harus datang dari asosiasi, pemerintah tidak bisa berpikir sendiri, yang paling tahu kan bapak-ibu pelaku industri sendiri, jadi mari kita dorong untuk itu," pungkas dia dalam diskusi tersebut.
Hal ini diungkapkan Direktur Jenderal Basis Industri Manufaktur (BIM) Kementerian Perindustrian (Kemenperin) Harjanto saat diskusi di Hotel Royal Kuningan, Jakarta, Rabu (4/6/2014).
Dia mengungkapkan, pembuatan jembatan yang menghubungkan pulau Jawa ke Madura ini tidak satupun melibatkan industri baja dalam negeri, melainkan semuanya menggunakan produk impor.
"Jembatan Suramadu itu tidak satu kilogram pun baja yang digunakan berasal dari industri baja kita. Padahal, di sini banyak pabrik baja, dan kualitas baja yang baik, pantas kalau industri baja kita menjerit," katanya.
Harjanto mengatakan, dengan menggunakan mayoritas baja impor tidak akan mendorong daya saing baja lokal dan tidak mendukung peningkatan nilai tambah industri baja lokal secara tidak langsung.
"Nilai tambah kan memberi kehidupan, tapi kita malah memberinya ke industri asing. Kalau misi kita meningkatkan nilai tambah, ya, nilai tambah bagi asing. Jangan heran di Indonesia banyak orang susah yang banyak tidak bekerja di bidang itu," tegasnya.
Atas keadaan tersebut, dia meminta untuk membangun ketahanan produksi dalam negeri, harus lebih mengutamakan pembuatan standard dalam pengerjaan proyek terutama yang terhubung dalam proyek Master Plan Percepatan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI).
"Kita harus pikir bersama bangun standar apa yang diperlukan. Karena di negara lain berlomba membuat itu (standarisasi). Itu harus datang dari asosiasi, pemerintah tidak bisa berpikir sendiri, yang paling tahu kan bapak-ibu pelaku industri sendiri, jadi mari kita dorong untuk itu," pungkas dia dalam diskusi tersebut.
(izz)