Bangun PLTA-Pelabuhan, Inalum Siapkan Rp22,4 T
A
A
A
JAKARTA - PT Asahan Alumunium (Inalum) menyatakan bahwa mereka akan membangun sejumlah proyek besar dalam jangka waktu lima tahun ke depan mulai tahun ini hingga 2019.
Pembangunan proyek ini, diantaranya pembangkit listrik tenaga air (PLTA) 600 megawatt (MW), smelter baru dan ekspansi pelabuhan dengan menghabiskan dana sekitar USD1,9 miliar atau sekitar Rp22,4 triliun (kurs Rp11.800).
"Pembangunan pembangkit listrik ini mulai dari sekarang itu menjadi prioritas karena butuh waktu lama. Nanti akan diikuti dengan seiring pembangunan pelabuhan, lalu smelter baru, tapi belakangan karena dua proyek itu relatif cepat," kata Direktur Utama Inalum Winardi di Kantor Kementerian Perindustrian, Jakarta, Jumat (13/6/2014).
Winardi menambahkan bahwa pembangunan sejumlah proyek tersebut karena Inalum akan menjadi Badan Usaha Milik Negara (BUMN), di mana pada 2019 harus menambah kapasitas produksi hingga 500 ribu ton alumunium ingot. Saat ini rata-rata produksi hanya 260 ribu ton.
"Kita harus bangun pembangkit listrik, harus bangun smelter baru, ekspansi pelabuhan. Tapi pak Menteri Ms Hidayat juga menanyakan bagaimana untuk pembiayaan ke depannya. Ya kita akan menggunakan pendanaan yang paling baik buat perusahaan dari alternatif-alternatif yang ada," ujar dia.
Menurut dia, Inalum akan bekerja sama dengan perusahaan lain untuk membangun smelter alumina untuk mengubah bauksit menjadi alumina.
"Itu kan sudah mulai dari sekarang dan kita harapkan nanti 2019 itu untuk yang peningkatan kapasitas. itu kan harus sudah selesai, artinya kan sudah produksi mencapai 500 ribu ton," paparnya.
Adapun investasi yang dibutuhkan untuk proyek tersebut diperkirakan mencapai USD1,9 miliar. Namun angka tersebut masih dari gambaran kasar perusahaan lantaran belum melakuan studi uji kelayakan.
"Ya sekitar-sekitar itulah. Tapi kan kita belum melakukan studi kelayakan, itu kan baru justifikaasi secara profesional kita saja berdasarkan, misalnya kalau kita bangun pembangkit listrik per megawatt berapa juta USD gitu," tutur dia.
Menurut Winardi, dana sebesar itu akan diperoleh dari kas internal maupun melakukan sindikasi pinjaman perbankan. Saat ini, kas Inalum lebih dari USD400 juta atau Rp4,72 triliun.
"Dana saya kira harus dari internal, dengan equity 30-35%, selebihnya kita harus cari sumber pendanaan yang menguntungkan perusahaan. Mungkin bisa bond, ya itu kan salah satu alternatif, semua pasti akan kita kaji. Apakah itu nanti IPO, apakah itu nanti sindikasi perbankan, semua pasti kita kaji," ungkap dia.
Pembangunan proyek ini, diantaranya pembangkit listrik tenaga air (PLTA) 600 megawatt (MW), smelter baru dan ekspansi pelabuhan dengan menghabiskan dana sekitar USD1,9 miliar atau sekitar Rp22,4 triliun (kurs Rp11.800).
"Pembangunan pembangkit listrik ini mulai dari sekarang itu menjadi prioritas karena butuh waktu lama. Nanti akan diikuti dengan seiring pembangunan pelabuhan, lalu smelter baru, tapi belakangan karena dua proyek itu relatif cepat," kata Direktur Utama Inalum Winardi di Kantor Kementerian Perindustrian, Jakarta, Jumat (13/6/2014).
Winardi menambahkan bahwa pembangunan sejumlah proyek tersebut karena Inalum akan menjadi Badan Usaha Milik Negara (BUMN), di mana pada 2019 harus menambah kapasitas produksi hingga 500 ribu ton alumunium ingot. Saat ini rata-rata produksi hanya 260 ribu ton.
"Kita harus bangun pembangkit listrik, harus bangun smelter baru, ekspansi pelabuhan. Tapi pak Menteri Ms Hidayat juga menanyakan bagaimana untuk pembiayaan ke depannya. Ya kita akan menggunakan pendanaan yang paling baik buat perusahaan dari alternatif-alternatif yang ada," ujar dia.
Menurut dia, Inalum akan bekerja sama dengan perusahaan lain untuk membangun smelter alumina untuk mengubah bauksit menjadi alumina.
"Itu kan sudah mulai dari sekarang dan kita harapkan nanti 2019 itu untuk yang peningkatan kapasitas. itu kan harus sudah selesai, artinya kan sudah produksi mencapai 500 ribu ton," paparnya.
Adapun investasi yang dibutuhkan untuk proyek tersebut diperkirakan mencapai USD1,9 miliar. Namun angka tersebut masih dari gambaran kasar perusahaan lantaran belum melakuan studi uji kelayakan.
"Ya sekitar-sekitar itulah. Tapi kan kita belum melakukan studi kelayakan, itu kan baru justifikaasi secara profesional kita saja berdasarkan, misalnya kalau kita bangun pembangkit listrik per megawatt berapa juta USD gitu," tutur dia.
Menurut Winardi, dana sebesar itu akan diperoleh dari kas internal maupun melakukan sindikasi pinjaman perbankan. Saat ini, kas Inalum lebih dari USD400 juta atau Rp4,72 triliun.
"Dana saya kira harus dari internal, dengan equity 30-35%, selebihnya kita harus cari sumber pendanaan yang menguntungkan perusahaan. Mungkin bisa bond, ya itu kan salah satu alternatif, semua pasti akan kita kaji. Apakah itu nanti IPO, apakah itu nanti sindikasi perbankan, semua pasti kita kaji," ungkap dia.
(rna)