SBY Didesak Sahkan Kebijakan Energi Nasional
A
A
A
JAKARTA - Dewan Energi Nasional (DEN) mendesak Presiden Susilo Bambang Yudhoyono segera mengesahkan Kebijakan Energi Nasional (KEN) dalam Peraturan Pemerintah (PP).
Anggota DEN Tumiran mengatakan, sudah menjadi kewajiban presiden sebagai Ketua Harian DEN mengesahkan PP KEN ini, sehingga roadmap kebijakan energi ke depan menjadi lebih jelas dan terarah. Setelah disahkan dalam bentuk PP, nantinya DEN akan membentuk aturan turunan tentang Rencana Umum Energi Daerah.
"Kita berharap dengan rencana energi daerah nanti tidak ada lagi kelangkaan listrik, tidak ada disparitas harga bahan bakar minyak (BBM), tidak ada kelangkaan gas dan tidak ada kelangkaan energi lainnya," kata dia saat di jumpai di Badiklat ESDM, Jakarta, Jumat (13/6/2014).
Menurutnya, susunan rancangan energi daerah akan diterapkan setelah KEN disahkan dalam bentuk PP. Nantinya, imbuh Tumiran, DEN akan memproyeksikan berapa kebutuhan energi di setiap daerah agar dapat disediakan pemerintah secara untuk mencegah kelangkaan energi seperti kelangkaan BBM maupun kelangkaan energi listrik.
"Misalnya daerah yang terjadi kelangkaan atau belum mendapatkan listrik maka daerah lain yang akan memasok. Kemudian banyak sekali proyek listrik yang terhambat karena pembebasan lahan ini akan menjadi landasan," jelasnya.
Tidak hanya itu, dalam rumusan KEN juga menekankan, pasokan energi nasional harus mampu mencukupi kebutuhan energi nasional secara menyeluruh.
"Sehingga kebijakan ini jelas untuk menopang energi masa depan, jadi untuk ekspor gas, batu bara kita harus kurangi karena selama ini orang lain yang menikmati, padahal kita sendiri kurang," ujarnya.
Dia mencontohkan, program kelistrikan 10.000 mega watt (mw) tahap 1 semestinya selesai 2010 lalu. Namun, hingga kini yang selesai baru 60.000 mw atau sekitar 70%. "Gasnya kita ekspor tapi kita beli fasilitas pembangkit 70%, beli impor semua. Padahal 2015 targetnya 1.930 mw," jelas Tumiran.
Belum lagi terakit pembebasan lahan. Dalan kebijakan energi nasional pemerintah daerah harus membatu terlaksananya program energi yang sebagian besar terhambat kaerna pembebsan lahan.
"Evaluasi pembiayaan perizinan pembebasan lahan ini harus serentak setiap lintas sektoral mendukung kebijakan energi untuk menjamin pasokan energi nasional," ungkapnya.
Sementara, Anggota DEN lainnya Renaldy Dalimi mengatakan, pengembangan energi harus sesuai proyeksi energi, bagaimana masalah pertumbuhan ekonomi harus seimbang dengan pertumbuhan energi ditunjang dengan kesimbangan infrastruktur.
"Setiap pertumbuhan ekonomi 1,5% misalnya harus dibarengi dengan pertumbuhan energi 1,5%. Sekarang kan keadaannya tidak begitu," kata dia.
Renaldy mengatakan, terdapat lima poin KEN yang harus menjadi landasan pemerintah. Di antaranya tidak hanya komoditi ekspor sebagai tujuan sebagai penggerak pembangunan.
"Energi tidak boleh lagi sebagai komoditi ekpsor tapi harus sebagai modal pembangunan. Bagaimana energi menjadi penopang industri dan pembangunan dalam negeri," ujarnya.
Poin lainnya, lanjut Renaldy, pengurangan ekspor energi fosil secara bertahap. Pemerintah kemudian membuat roadmap yang jelas untuk mengurangi energi fosil dengan memeperkuat infrastruktur, seperti membuat blueprint konversi BBM ke BBG yang selama ini dinilainya juga tidak jalan.
"Dengan roadmap yang jelas maka pemerintah mempunyai kerangka yang jelas kapan itu akan distop. Jadi pengurangan ekspor ini dilakukan untuk memasok kebutuhan energi dalam negeri," katanya.
Selain itu, juga memaksimalkan energi baru dan terbarukan dan meningkatkan penggunaan gas bumi dalam rangka menyiapkan cadangan energi nasional yang berkelanjutan.
"Momentum ini tepat sekali akan menjadi senjata keuatan pemerintah membangun energi hingga 2050 dengan evaluasi setiap 5 tahun," pungkasnya.
Anggota DEN Tumiran mengatakan, sudah menjadi kewajiban presiden sebagai Ketua Harian DEN mengesahkan PP KEN ini, sehingga roadmap kebijakan energi ke depan menjadi lebih jelas dan terarah. Setelah disahkan dalam bentuk PP, nantinya DEN akan membentuk aturan turunan tentang Rencana Umum Energi Daerah.
"Kita berharap dengan rencana energi daerah nanti tidak ada lagi kelangkaan listrik, tidak ada disparitas harga bahan bakar minyak (BBM), tidak ada kelangkaan gas dan tidak ada kelangkaan energi lainnya," kata dia saat di jumpai di Badiklat ESDM, Jakarta, Jumat (13/6/2014).
Menurutnya, susunan rancangan energi daerah akan diterapkan setelah KEN disahkan dalam bentuk PP. Nantinya, imbuh Tumiran, DEN akan memproyeksikan berapa kebutuhan energi di setiap daerah agar dapat disediakan pemerintah secara untuk mencegah kelangkaan energi seperti kelangkaan BBM maupun kelangkaan energi listrik.
"Misalnya daerah yang terjadi kelangkaan atau belum mendapatkan listrik maka daerah lain yang akan memasok. Kemudian banyak sekali proyek listrik yang terhambat karena pembebasan lahan ini akan menjadi landasan," jelasnya.
Tidak hanya itu, dalam rumusan KEN juga menekankan, pasokan energi nasional harus mampu mencukupi kebutuhan energi nasional secara menyeluruh.
"Sehingga kebijakan ini jelas untuk menopang energi masa depan, jadi untuk ekspor gas, batu bara kita harus kurangi karena selama ini orang lain yang menikmati, padahal kita sendiri kurang," ujarnya.
Dia mencontohkan, program kelistrikan 10.000 mega watt (mw) tahap 1 semestinya selesai 2010 lalu. Namun, hingga kini yang selesai baru 60.000 mw atau sekitar 70%. "Gasnya kita ekspor tapi kita beli fasilitas pembangkit 70%, beli impor semua. Padahal 2015 targetnya 1.930 mw," jelas Tumiran.
Belum lagi terakit pembebasan lahan. Dalan kebijakan energi nasional pemerintah daerah harus membatu terlaksananya program energi yang sebagian besar terhambat kaerna pembebsan lahan.
"Evaluasi pembiayaan perizinan pembebasan lahan ini harus serentak setiap lintas sektoral mendukung kebijakan energi untuk menjamin pasokan energi nasional," ungkapnya.
Sementara, Anggota DEN lainnya Renaldy Dalimi mengatakan, pengembangan energi harus sesuai proyeksi energi, bagaimana masalah pertumbuhan ekonomi harus seimbang dengan pertumbuhan energi ditunjang dengan kesimbangan infrastruktur.
"Setiap pertumbuhan ekonomi 1,5% misalnya harus dibarengi dengan pertumbuhan energi 1,5%. Sekarang kan keadaannya tidak begitu," kata dia.
Renaldy mengatakan, terdapat lima poin KEN yang harus menjadi landasan pemerintah. Di antaranya tidak hanya komoditi ekspor sebagai tujuan sebagai penggerak pembangunan.
"Energi tidak boleh lagi sebagai komoditi ekpsor tapi harus sebagai modal pembangunan. Bagaimana energi menjadi penopang industri dan pembangunan dalam negeri," ujarnya.
Poin lainnya, lanjut Renaldy, pengurangan ekspor energi fosil secara bertahap. Pemerintah kemudian membuat roadmap yang jelas untuk mengurangi energi fosil dengan memeperkuat infrastruktur, seperti membuat blueprint konversi BBM ke BBG yang selama ini dinilainya juga tidak jalan.
"Dengan roadmap yang jelas maka pemerintah mempunyai kerangka yang jelas kapan itu akan distop. Jadi pengurangan ekspor ini dilakukan untuk memasok kebutuhan energi dalam negeri," katanya.
Selain itu, juga memaksimalkan energi baru dan terbarukan dan meningkatkan penggunaan gas bumi dalam rangka menyiapkan cadangan energi nasional yang berkelanjutan.
"Momentum ini tepat sekali akan menjadi senjata keuatan pemerintah membangun energi hingga 2050 dengan evaluasi setiap 5 tahun," pungkasnya.
(izz)