Newmont Gugat Pemerintah ke Arbitrase
A
A
A
JAKARTA - PT Newmont Nusa Tenggara (NNT) dan pemegang saham mayoritasnya, Nusa Tenggara Partnership BV (NTPBV), suatu badan usaha yang berbadan hukum Belanda, mengumumkan pengajuan gugatan arbitrase internasional terhadap Pemerintah Indonesia.
Gugatan arbitrase tersebut terkait larangan ekspor yang mengakibatkan dihentikannya kegiatan produksi di tambang Batu Hijau, menimbulkan kesulitan dan kerugian ekonomi terhadap para karyawan NNT, kontraktor, dan para pemangku kepentingan lainnya.
Presiden Direktur PT NNT Martiono Hadianto mengatakan, pengenaan ketentuan baru terkait ekspor, bea keluar, serta larangan ekspor konsentrat tembaga yang akan dimulai Januari 2017, yang diterapkan kepada NNT oleh pemerintah tidak sesuai dengan Kontrak Karya (KK) dan perjanjian investasi bilateral antara Indonesia dan Belanda.
Dalam gugatan arbitrase yang diajukan kepada the International Center for the Settlement of Investment Disputes, PT NNT dan NTPBV bermaksud untuk memperoleh izin untuk dapat melakukan ekspor konsentrat tembaga agar kegiatan tambang Batu Hijau dapat dioperasikan kembali.
"Meski kami telah melakukan berbagai upaya terbaik selama enam bulan terakhir untuk menyelesaikan isu ekspor melalui komitmen atas dasar niat baik untuk mendukung kebijakan pemerintah, NNT belum dapat meyakinkan pemerintah bahwa KK berfungsi sebagai rujukan dalam menyelesaikan perbedaan yang ada," ujarnya di Jakarta, Selasa (1/7/2014).
Karena itu, pihaknya dan para pemegang saham tidak ada pilihan lain dan terpaksa mengupayakan penyelesaian masalah ini melalui arbitrase internasional. Ini guna memastikan bahwa pekerjaan-pekerjaan, hak-hak, serta kepentingan-kepentingan para pemangku kepentingan perusahaan terlindungi.
Pihaknya menginginkan agar dialog yang terus-menerus dengan pemerintah dapat menyelesaikan masalah ini di luar jalur arbitrase.
"Sementara itu, kami memiliki kewajiban untuk melindungi nilai Batu Hijau dan ribuan pekerjaan terkait tambang Batu Hijau, yang terhambat karena adanya pemberlakukan ketentuan-ketentuan ekspor baru tersebut," jelasnya.
Dia mengatakan, tambang tembaga dan emas Batu Hijau saat ini berada dalam tahap perawatan dan pemeliharaan seiring terus dilakukannya upaya penyelesaian masalah ekspor. Perusahaan tetap melakukan kegiatan pengendalian yang sesuai guna memastikan keamanan dan keselamatan manusia, sumber daya air, dan lingkungan hidup.
PT NNT juga akan tetap menjual konsentrat tembaga yang berasal dari fasilitas penyimpanan di Batu Hijau ke PT Smelting di Gresik, Indonesia hingga akhir 2014, dengan jumlah pengiriman 58.400 ton sampai akhir tahun.
Namun, PT Smelting memiliki keterbatasan daya tampung dan tidak dapat membeli konsentrat tembaga PT NNT dalam jumlah mencukupi yang memungkinkan tambang Batu Hijau dapat kembali beroperasi secara normal.
Gugatan arbitrase tersebut terkait larangan ekspor yang mengakibatkan dihentikannya kegiatan produksi di tambang Batu Hijau, menimbulkan kesulitan dan kerugian ekonomi terhadap para karyawan NNT, kontraktor, dan para pemangku kepentingan lainnya.
Presiden Direktur PT NNT Martiono Hadianto mengatakan, pengenaan ketentuan baru terkait ekspor, bea keluar, serta larangan ekspor konsentrat tembaga yang akan dimulai Januari 2017, yang diterapkan kepada NNT oleh pemerintah tidak sesuai dengan Kontrak Karya (KK) dan perjanjian investasi bilateral antara Indonesia dan Belanda.
Dalam gugatan arbitrase yang diajukan kepada the International Center for the Settlement of Investment Disputes, PT NNT dan NTPBV bermaksud untuk memperoleh izin untuk dapat melakukan ekspor konsentrat tembaga agar kegiatan tambang Batu Hijau dapat dioperasikan kembali.
"Meski kami telah melakukan berbagai upaya terbaik selama enam bulan terakhir untuk menyelesaikan isu ekspor melalui komitmen atas dasar niat baik untuk mendukung kebijakan pemerintah, NNT belum dapat meyakinkan pemerintah bahwa KK berfungsi sebagai rujukan dalam menyelesaikan perbedaan yang ada," ujarnya di Jakarta, Selasa (1/7/2014).
Karena itu, pihaknya dan para pemegang saham tidak ada pilihan lain dan terpaksa mengupayakan penyelesaian masalah ini melalui arbitrase internasional. Ini guna memastikan bahwa pekerjaan-pekerjaan, hak-hak, serta kepentingan-kepentingan para pemangku kepentingan perusahaan terlindungi.
Pihaknya menginginkan agar dialog yang terus-menerus dengan pemerintah dapat menyelesaikan masalah ini di luar jalur arbitrase.
"Sementara itu, kami memiliki kewajiban untuk melindungi nilai Batu Hijau dan ribuan pekerjaan terkait tambang Batu Hijau, yang terhambat karena adanya pemberlakukan ketentuan-ketentuan ekspor baru tersebut," jelasnya.
Dia mengatakan, tambang tembaga dan emas Batu Hijau saat ini berada dalam tahap perawatan dan pemeliharaan seiring terus dilakukannya upaya penyelesaian masalah ekspor. Perusahaan tetap melakukan kegiatan pengendalian yang sesuai guna memastikan keamanan dan keselamatan manusia, sumber daya air, dan lingkungan hidup.
PT NNT juga akan tetap menjual konsentrat tembaga yang berasal dari fasilitas penyimpanan di Batu Hijau ke PT Smelting di Gresik, Indonesia hingga akhir 2014, dengan jumlah pengiriman 58.400 ton sampai akhir tahun.
Namun, PT Smelting memiliki keterbatasan daya tampung dan tidak dapat membeli konsentrat tembaga PT NNT dalam jumlah mencukupi yang memungkinkan tambang Batu Hijau dapat kembali beroperasi secara normal.
(izz)