Pemerintahan Baru Diminta Perbaiki Sistem Logistik
A
A
A
JAKARTA - Ketua Umum Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia (Gapmmi) Adi Lukman menuturkan, Presiden yang terpilih harus mengimplementasikan visi misinya, dan buka hanya sekadar janji.
Salah satu yang harus diprioritaskan adalah percepatan perbaikan infrastruktur logistik sampai ke daerah-daerah.
"Bayangkan yang tadinya produk kedaluwarsa pendek seperti susu yoghurt, roti kan pendek cuma lima hari sampai seminggu distribusinya dalam kota yang dekat saja. Kalau bisa didistribusikan sampai ke daerah, penjualannya bisa meningkat 50%. Infrastruktur bukan hanya fisik tapi sisitem logistik penting," ujarnya di Gedung Kementerian Perdagangan (Kemendag) Jakarta, Selasa (8/7/2014) malam.
Selain itu, kebijakan energi juga harus diprioritaskan. Industri diberikan arahan roadmap kebijakan energi yang panjang. "Jangan tiba-tiba naik gas, listrik itu tidak bantu industri. Harmonisasi regulasi dan kebijakan bukan hanya di pusat tapi pusat dan daerah juga," tambah dia.
Menurutnya, masalah kedepan Indonesia adalah daya saing di pasar global. Bukan hanya antara pemerintah dengan pengusaha saja, namun bagaimana Indonesia bisa menang di dalam percaturan global. Hal ini dinilai penting untuk dipikirkan secara bersama.
"Persaingan di dunia, saya baru keliling dengan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) ke Amerika Serikat (AS) dan Korea. Persaingan bukan cuma tarif, tapi supermarket di AS dan di Eropa sudah minta standar makanan BRC (British Retail Consorsium). Levelnya jauh lebih tinggi daripada HSSP," terang Adi.
Peningkatan standar yang dilakukan AS dan Eropa tersebut, semata bukan karena untuk keamanan pangan dan melindungi konsumennya. Namun dia menilai hal ini juga untuk menghambat produk impor masuk ke negaranya.
"Non tarif barrier, tantangan makanan minuman ke depan seperti itu. Di AS itu sudah FSMA (Food Safety Modernization Act). Di Eropa juga BRC, semakin lama negara maju semakin meningkatkan standarnya," pungkasnya.
Salah satu yang harus diprioritaskan adalah percepatan perbaikan infrastruktur logistik sampai ke daerah-daerah.
"Bayangkan yang tadinya produk kedaluwarsa pendek seperti susu yoghurt, roti kan pendek cuma lima hari sampai seminggu distribusinya dalam kota yang dekat saja. Kalau bisa didistribusikan sampai ke daerah, penjualannya bisa meningkat 50%. Infrastruktur bukan hanya fisik tapi sisitem logistik penting," ujarnya di Gedung Kementerian Perdagangan (Kemendag) Jakarta, Selasa (8/7/2014) malam.
Selain itu, kebijakan energi juga harus diprioritaskan. Industri diberikan arahan roadmap kebijakan energi yang panjang. "Jangan tiba-tiba naik gas, listrik itu tidak bantu industri. Harmonisasi regulasi dan kebijakan bukan hanya di pusat tapi pusat dan daerah juga," tambah dia.
Menurutnya, masalah kedepan Indonesia adalah daya saing di pasar global. Bukan hanya antara pemerintah dengan pengusaha saja, namun bagaimana Indonesia bisa menang di dalam percaturan global. Hal ini dinilai penting untuk dipikirkan secara bersama.
"Persaingan di dunia, saya baru keliling dengan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) ke Amerika Serikat (AS) dan Korea. Persaingan bukan cuma tarif, tapi supermarket di AS dan di Eropa sudah minta standar makanan BRC (British Retail Consorsium). Levelnya jauh lebih tinggi daripada HSSP," terang Adi.
Peningkatan standar yang dilakukan AS dan Eropa tersebut, semata bukan karena untuk keamanan pangan dan melindungi konsumennya. Namun dia menilai hal ini juga untuk menghambat produk impor masuk ke negaranya.
"Non tarif barrier, tantangan makanan minuman ke depan seperti itu. Di AS itu sudah FSMA (Food Safety Modernization Act). Di Eropa juga BRC, semakin lama negara maju semakin meningkatkan standarnya," pungkasnya.
(izz)