Empat Sosok Konsumen Kelas Menengah Muslim
A
A
A
PAKAR marketing Yuswohady mengatakan, ada empat sosok konsumen kelas menengah muslim di Indonesia yang berubah sangat cepat dan fundamental.
Menurut dia, semakin meningkatnya kemakmuran konsumen kelas menengah muslim sebagai akibat keberhasilan pembangunan selama ini mendorong mereka semakin religius dan spiritual.
“Kalimat ini sangat pas menggambarkan pergeseran itu. Coba saja lihat beberapa fenomena menarik yang terjadi,” kata dia di Jakarta, akhir pekan ini.
Dia menejelaskan, dulu orang tak begitu peduli dengan makanan halal, kini mereka menjadi sangat peduli. Survei yang dilakukannya, mendapati 95% konsumen kosmetik mengecek label halal saat membeli produk.
Menurut dia, ada empat sosok konsumen kelas menengah muslim di Indonesia yang berubah sangat cepat dan fundamental, yakni apathist, conformist, rationalist, dan universalist.
Apathist merupakan tipe konsumen yang memiliki pengetahuan, wawasan, dan seringkali tingkat kesejahteraan ekonomi yang masih rendah. Di samping itu, konsumen ini memiliki kepatuhan dalam menjalankan nilai-nilai Islam yang juga rendah.
“Konsumen tipe ini umumnya tidak memiliki pemahaman yang cukup mengenai produk-produk berlabel Islam atau menawarkan value proposition yang Islami,” jelasnya.
Kemudian rationalist, yakni tipe konsumen yang memiliki pengetahuan, berpikiran terbuka, dan wawasan global, tetapi memiliki tingkat kepatuhan pada nilai-nilai Islam yang lebih rendah.
Sedangkan conformist adalah tipe konsumen muslim yang umumnya sangat taat beribadah dan menerapkan nilai-nilai Islam secara normatif. Namun, karena keterbatasan wawasan dan sikap yang konservatif/tradisional, sosok konsumen ini cenderung kurang membuka diri (less open-minded, less inclusive) terhadap nilai-nilai di luar Islam, khususnya nilai-nilai barat.
“Terakhir universalist adalah sosok konsumen muslim ini di satu sisi memiliki pengetahuan atau wawasan luas, pola pikir global, dan melek teknologi. Namun di sisi lain secara teguh menjalankan nilai-nilai Islam dalam kehidupan sehari-hari,” pungkasnya.
Menurut dia, semakin meningkatnya kemakmuran konsumen kelas menengah muslim sebagai akibat keberhasilan pembangunan selama ini mendorong mereka semakin religius dan spiritual.
“Kalimat ini sangat pas menggambarkan pergeseran itu. Coba saja lihat beberapa fenomena menarik yang terjadi,” kata dia di Jakarta, akhir pekan ini.
Dia menejelaskan, dulu orang tak begitu peduli dengan makanan halal, kini mereka menjadi sangat peduli. Survei yang dilakukannya, mendapati 95% konsumen kosmetik mengecek label halal saat membeli produk.
Menurut dia, ada empat sosok konsumen kelas menengah muslim di Indonesia yang berubah sangat cepat dan fundamental, yakni apathist, conformist, rationalist, dan universalist.
Apathist merupakan tipe konsumen yang memiliki pengetahuan, wawasan, dan seringkali tingkat kesejahteraan ekonomi yang masih rendah. Di samping itu, konsumen ini memiliki kepatuhan dalam menjalankan nilai-nilai Islam yang juga rendah.
“Konsumen tipe ini umumnya tidak memiliki pemahaman yang cukup mengenai produk-produk berlabel Islam atau menawarkan value proposition yang Islami,” jelasnya.
Kemudian rationalist, yakni tipe konsumen yang memiliki pengetahuan, berpikiran terbuka, dan wawasan global, tetapi memiliki tingkat kepatuhan pada nilai-nilai Islam yang lebih rendah.
Sedangkan conformist adalah tipe konsumen muslim yang umumnya sangat taat beribadah dan menerapkan nilai-nilai Islam secara normatif. Namun, karena keterbatasan wawasan dan sikap yang konservatif/tradisional, sosok konsumen ini cenderung kurang membuka diri (less open-minded, less inclusive) terhadap nilai-nilai di luar Islam, khususnya nilai-nilai barat.
“Terakhir universalist adalah sosok konsumen muslim ini di satu sisi memiliki pengetahuan atau wawasan luas, pola pikir global, dan melek teknologi. Namun di sisi lain secara teguh menjalankan nilai-nilai Islam dalam kehidupan sehari-hari,” pungkasnya.
(rna)