BKPM: Iklim Ketenagakerjaan Indonesia Tidak Kondusif
A
A
A
JAKARTA - Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Mahendra Siregar menuturkan, iklim dan kondisi ketenagakerjaan di Indonesia tidak kondusif dan memang belum membaik.
Pasalnya, perkembangan penyerapan tenaga kerja Indonesia cenderung mengalami penurunan. Hal ini tentu akan berpengaruh pada investasi di Indonesia.
"Ya memang kami melihatnya iklim dan kondisi ketenagakerjaan kita memang belum membaik. Jadi apakah itu terkait dengan sektor yang memang lebih banyak memanfaatkan tenaga kerja secara umum baik yang terampil atau semi terampil, menjadi terpengaruh investasinya di Indonesia," ujar dia di Kantor BKPM Jakarta, Kamis (24/7/2014).
Lebih lanjut dia menuturkan, perumusan terkait dengan kenaikan upah yang dikaitkan dengan kebutuhan hidup layak (KHL) justru menjadi cara yang keliru. Sebab, seharusnya upah bisa dikaitkan dengan peningkatan produktivitas.
"Saat ini sembilan provinsi dari 34 yang upah minimumnya sudah berada di atas kebutuhan hidup layak. Justru di situ tantangannya. Bagaimana kita bisa terus meningkatkan kesejahteraan para pekerja, tapi juga memberikan produktivitas dan daya saing yang baik kepada perusahaan," tutur Mahendra.
Bahkan dia mengatakan, sering terjadi upah pekerja yang sudah di atas KHL, kenaikannya tetap disamaratakan dengan kenaikan upah minimum. Hal ini yang dianggapnya kurang pas.
"Sehingga basis penghitungan seperti itu kurang pas. Mestinya dikaitkan dengan produktivitas. Karena dia sudah di atas hidup layak. Dan kita belum mengaitkan upah dengan peningkatan produktivitas. Apabila kita belum melakukan hal tadi, maka angka yang tadi memang belum bisa diperbaiki," tandas dia.
Sekadar informasi, perkembangan penyerapan tenaga kerja pada kuartal II/2014 sebesar 350.803 orang. Penyerapan ini lebih rendah dari periode sama tahun sebelumnya yang mencapai 626.376.
Pada kuartal II/2014 PMDN menyerap 82.250 tenaga kerja, sementara PMA menyerap 268.553. Sementara pada periode sama tahun sebelumnya, PMDN menyerap 239.810 orang, sedangkan PMA menyerap 386.566 orang.
Pasalnya, perkembangan penyerapan tenaga kerja Indonesia cenderung mengalami penurunan. Hal ini tentu akan berpengaruh pada investasi di Indonesia.
"Ya memang kami melihatnya iklim dan kondisi ketenagakerjaan kita memang belum membaik. Jadi apakah itu terkait dengan sektor yang memang lebih banyak memanfaatkan tenaga kerja secara umum baik yang terampil atau semi terampil, menjadi terpengaruh investasinya di Indonesia," ujar dia di Kantor BKPM Jakarta, Kamis (24/7/2014).
Lebih lanjut dia menuturkan, perumusan terkait dengan kenaikan upah yang dikaitkan dengan kebutuhan hidup layak (KHL) justru menjadi cara yang keliru. Sebab, seharusnya upah bisa dikaitkan dengan peningkatan produktivitas.
"Saat ini sembilan provinsi dari 34 yang upah minimumnya sudah berada di atas kebutuhan hidup layak. Justru di situ tantangannya. Bagaimana kita bisa terus meningkatkan kesejahteraan para pekerja, tapi juga memberikan produktivitas dan daya saing yang baik kepada perusahaan," tutur Mahendra.
Bahkan dia mengatakan, sering terjadi upah pekerja yang sudah di atas KHL, kenaikannya tetap disamaratakan dengan kenaikan upah minimum. Hal ini yang dianggapnya kurang pas.
"Sehingga basis penghitungan seperti itu kurang pas. Mestinya dikaitkan dengan produktivitas. Karena dia sudah di atas hidup layak. Dan kita belum mengaitkan upah dengan peningkatan produktivitas. Apabila kita belum melakukan hal tadi, maka angka yang tadi memang belum bisa diperbaiki," tandas dia.
Sekadar informasi, perkembangan penyerapan tenaga kerja pada kuartal II/2014 sebesar 350.803 orang. Penyerapan ini lebih rendah dari periode sama tahun sebelumnya yang mencapai 626.376.
Pada kuartal II/2014 PMDN menyerap 82.250 tenaga kerja, sementara PMA menyerap 268.553. Sementara pada periode sama tahun sebelumnya, PMDN menyerap 239.810 orang, sedangkan PMA menyerap 386.566 orang.
(gpr)