Ini Opsi Pembebasan Lahan PLTU Batang
A
A
A
JAKARTA - Pemerintah mengerucutkan dua opsi solusi alternatif terkait belum tuntasnya pembebasan lahan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Batang di Jawa Tengah, diantaranya dengan Undang-undang (UU) No 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum dan pemindahan lokasi.
"Alternatif lokasi lain adalah satu solusi. Pada prinsipnya memang PLTU dengan kapasitas 2x1.000 megawatt harus dapat diselesaikan," kata Direktur Jenderal Ketengalistrikan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Jarman di Jakarta, Minggu (10/8/2014).
Menurut Jarman, pemindahan lokasi dilakukan bersamaan dengan upaya pembebasan sisa lahan di lokasi awal di Kabupaten Batang, Jawa Tengah. Hal itu dilaksanakan bersamaan dengan pembebasan sisa tanah eksisting melalui penerapan UU No 2 Tahun 2012.
"Mekanismenya tidak perlu dilakukan dari awal," ungkap dia.
Senada, Direktur Utama PT PLN (persero) Nur Pamudji mengakui, dalam rapat dengan Menteri Koordinator Perekonomian Chairul Tanjung beberapa waktu lalu di Jateng telah meyepakati dua opsi solusi yang bakal diambil, yakni mengacu pada UU No 2 Tahun 2012.
"Kemarin rapat di Jawa Tengah di pimpin Pak CT hadir Gubernur, Pak Susilo, Pak Dirjen opsinya dua itu," tutur Pamudji.
Nur optimistis pembangunan PLTU Batang tetap berlanjut. Apabila pada kenyataannya memang tidak bisa diwujudkan di Batang, maka opsi kedua yang bakal di ambil.
"Kemarin hasil rapatnya begitu," tandasnya.
Menteri ESDM Jero Wacik menuturkan, proyek pembangunan pembangkit listrik tidak boleh tertunda lantaran jumlah pelanggan baru terus bertambah.
"Tidak boleh ada yang mangkrak, pelanggan baru harus diprioritaskan," tandas Jero.
Seperti diketahui, PLTU Batang rencananya akan dibangun PT Bhimasena Power Indonesia, perusahaan konsorsium dari J-Power, Itochu, dan PT Adaro Power, anak usaha Adaro Energy dan Itochu dengan kepemilikan saham masing-masing 34%, 34% dan 32%. Seiring dengan kendala pembebasan lahan, Bhimasena bulan lalu telah mengumumkan keadaaan kahar (force majeure) pembangunan PLTU Batang.
PLTU Batang yang merupakan proyek kerja sama pemerintah dan swasta yang dimulai pada 6 Oktober 2011 akan dibangun di atas lahan seluas 226 hektare (ha).
"Alternatif lokasi lain adalah satu solusi. Pada prinsipnya memang PLTU dengan kapasitas 2x1.000 megawatt harus dapat diselesaikan," kata Direktur Jenderal Ketengalistrikan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Jarman di Jakarta, Minggu (10/8/2014).
Menurut Jarman, pemindahan lokasi dilakukan bersamaan dengan upaya pembebasan sisa lahan di lokasi awal di Kabupaten Batang, Jawa Tengah. Hal itu dilaksanakan bersamaan dengan pembebasan sisa tanah eksisting melalui penerapan UU No 2 Tahun 2012.
"Mekanismenya tidak perlu dilakukan dari awal," ungkap dia.
Senada, Direktur Utama PT PLN (persero) Nur Pamudji mengakui, dalam rapat dengan Menteri Koordinator Perekonomian Chairul Tanjung beberapa waktu lalu di Jateng telah meyepakati dua opsi solusi yang bakal diambil, yakni mengacu pada UU No 2 Tahun 2012.
"Kemarin rapat di Jawa Tengah di pimpin Pak CT hadir Gubernur, Pak Susilo, Pak Dirjen opsinya dua itu," tutur Pamudji.
Nur optimistis pembangunan PLTU Batang tetap berlanjut. Apabila pada kenyataannya memang tidak bisa diwujudkan di Batang, maka opsi kedua yang bakal di ambil.
"Kemarin hasil rapatnya begitu," tandasnya.
Menteri ESDM Jero Wacik menuturkan, proyek pembangunan pembangkit listrik tidak boleh tertunda lantaran jumlah pelanggan baru terus bertambah.
"Tidak boleh ada yang mangkrak, pelanggan baru harus diprioritaskan," tandas Jero.
Seperti diketahui, PLTU Batang rencananya akan dibangun PT Bhimasena Power Indonesia, perusahaan konsorsium dari J-Power, Itochu, dan PT Adaro Power, anak usaha Adaro Energy dan Itochu dengan kepemilikan saham masing-masing 34%, 34% dan 32%. Seiring dengan kendala pembebasan lahan, Bhimasena bulan lalu telah mengumumkan keadaaan kahar (force majeure) pembangunan PLTU Batang.
PLTU Batang yang merupakan proyek kerja sama pemerintah dan swasta yang dimulai pada 6 Oktober 2011 akan dibangun di atas lahan seluas 226 hektare (ha).
(rna)