SP Pertamina Tak Terima Disalahkan Jika Terjadi Pemadaman
A
A
A
JAKARTA - Federasi Serikat Pekerja Pertamina Bersatu (FSPPB) tidak terima jika PT PLN (persero) menyalahkan Pertamina apabila nantinya benar-benar tidak mendapat pasokan solar dan berujung pada pemadaman listrik.
"Saya tidak terima dan tidak bisa memahami sikap Serikat Pekerja PLN seolah-olah kalau terjadi pemadaman listrik yang disalahkan Pertamina, mau demo Pertamina," kata Presiden FSPPB Ugan Gandar di Jakarta, Selasa (12/8/2014).
Menurut Ugan, masyarakat harus paham bahwa sejak 2003, Pertamina sudah berubah bentuk menjadi perseroan walaupun masih tetap mendapatkan penugasan khusus dari pemerintah terkait pengadĂ an dan penyaluran minyak atau bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi.
Namun anehnya, lanjut dia, sekalipun Pertamina sudah berbentuk perseroan tapi hingga saat ini masih dijadikan lembaga sosial oleh institusi-institusi atau BUMN-BUMN pemerintah, seperti PLN, Garuda Indonesia dan Merpati.
"Pertamina dipaksa menjual produknya tapi bayarnya kapan-kapan saja. Padahal kalau diakumulasikan pernah mencapai Rp86 triliun," ujarnya.
Dia mengatakan bahwa masyarakat harus tahu perselisihan Pertamina dengan PLN karena harga jual BBM jenis solar kepada PLN selalu di bawah harga keekonomian. Bahkan, kerugian Pertamina pada semester I/2014 ketika menjual BBM ke PLN sebesar USD45 juta atau lebih dari Rp450 miliar.
Dia menuturkan, Pertamina sudah cukup arif memahami kerugian yang terus menerus ini. Tahun lalu saja, lanjut Ugan, sudah menuruti PLN agar diaudit oleh BPKP.
Surat tembusan itu ditandatangani oleh Direktur Utama PLN Nur Pamudji ditujukan ke BPKP dengan No Surat 317/610/DIRUT/2013 tertanggal 6 Maret 2013 dan kemudian BPKP melakukan audit terhadap Pertamina.
"Setelah itu apa yg terjadi, ternyata Dirut PLN mengabaikan hasil audit dan terus menekan Pertamina menurunkan harga," jelas Ugan.
Dia menyayangkan atas ketidakmampuan manajemn PLN mengelola perusahaannya, kemudian mengambinghitamkan Pertamina jika terjadi pemadaman listrik karena tidak ada pasokan solar untuk pembangkit listrik.
"Wajar saja jika Pertamina menghentikan pasokan solar ke PLN biar tidak menambah kerugian Pertamina setelah menyalurkan 50% dari volume BBM tahun ini," ungkapnya.
Lebih lanjut Ugan mengatakan, PLN dipersilakan jika ingin membeli BBM dari perusahaan lain, namun jika diselesaikan dengan Pertamina maka harus didasarkan pada business to business (b to b).
"Jadi aneh kalau Pertamina menjadi kambing hitam karena ketidakmampuan manajemen PLN dalam mengelola bisnisnya," pungkas Ugan.
"Saya tidak terima dan tidak bisa memahami sikap Serikat Pekerja PLN seolah-olah kalau terjadi pemadaman listrik yang disalahkan Pertamina, mau demo Pertamina," kata Presiden FSPPB Ugan Gandar di Jakarta, Selasa (12/8/2014).
Menurut Ugan, masyarakat harus paham bahwa sejak 2003, Pertamina sudah berubah bentuk menjadi perseroan walaupun masih tetap mendapatkan penugasan khusus dari pemerintah terkait pengadĂ an dan penyaluran minyak atau bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi.
Namun anehnya, lanjut dia, sekalipun Pertamina sudah berbentuk perseroan tapi hingga saat ini masih dijadikan lembaga sosial oleh institusi-institusi atau BUMN-BUMN pemerintah, seperti PLN, Garuda Indonesia dan Merpati.
"Pertamina dipaksa menjual produknya tapi bayarnya kapan-kapan saja. Padahal kalau diakumulasikan pernah mencapai Rp86 triliun," ujarnya.
Dia mengatakan bahwa masyarakat harus tahu perselisihan Pertamina dengan PLN karena harga jual BBM jenis solar kepada PLN selalu di bawah harga keekonomian. Bahkan, kerugian Pertamina pada semester I/2014 ketika menjual BBM ke PLN sebesar USD45 juta atau lebih dari Rp450 miliar.
Dia menuturkan, Pertamina sudah cukup arif memahami kerugian yang terus menerus ini. Tahun lalu saja, lanjut Ugan, sudah menuruti PLN agar diaudit oleh BPKP.
Surat tembusan itu ditandatangani oleh Direktur Utama PLN Nur Pamudji ditujukan ke BPKP dengan No Surat 317/610/DIRUT/2013 tertanggal 6 Maret 2013 dan kemudian BPKP melakukan audit terhadap Pertamina.
"Setelah itu apa yg terjadi, ternyata Dirut PLN mengabaikan hasil audit dan terus menekan Pertamina menurunkan harga," jelas Ugan.
Dia menyayangkan atas ketidakmampuan manajemn PLN mengelola perusahaannya, kemudian mengambinghitamkan Pertamina jika terjadi pemadaman listrik karena tidak ada pasokan solar untuk pembangkit listrik.
"Wajar saja jika Pertamina menghentikan pasokan solar ke PLN biar tidak menambah kerugian Pertamina setelah menyalurkan 50% dari volume BBM tahun ini," ungkapnya.
Lebih lanjut Ugan mengatakan, PLN dipersilakan jika ingin membeli BBM dari perusahaan lain, namun jika diselesaikan dengan Pertamina maka harus didasarkan pada business to business (b to b).
"Jadi aneh kalau Pertamina menjadi kambing hitam karena ketidakmampuan manajemen PLN dalam mengelola bisnisnya," pungkas Ugan.
(rna)