Pemerintah Diminta Audit Penggunaan Solar PLN
A
A
A
JAKARTA - Pusat Studi Kebijakan Publik (Puskepi) meminta pemerintah membuat keputusan tegas terkait penggunaan bahan bakar minyak (BBM) jenis solar untuk pembangkit listrik. Hal ini agar permasalahan harga solar antara PT Pertamina (Persero) dan PT PLN (Persero) tidak terulang lagi.
Direktur Puskepi Sofyano Zakaria mengatakan, pemerintah harus dapat membedakan antara penggunaan solar bagi keperluan listrik untuk pengguna kelompok subsidi, yaitu 450 volt ampere (VA) dan 900 Va dengan solar yang digunakan untuk golongan mampu termasuk industri.
"Artinya harus ada audit penggunaan solar pada PLN," kata Sofyano di Jakarta, Kamis (14/8/2014).
Menurut Sofyano, hasil audit bisa dijadikan salah satu referensi dalam menentukan besaran harga beli solar dari pihak manapun, maka semua pihak termasuk Pertamina bisa memaklumi penentuan harga.
Selain itu, lanjutnya, PLN dapat melakukan tender terbuka dengan mengundang berbagai pihak untuk memberikan penawaran. "Dengan demikian Pertamina tidak berpotensi disudutkan oleh publik seakan Pertamina menawarkan harga jual yang tidak wajar," ujarnya.
Konflik antar perusahaan milik negara ini berawal dari penentuan harga solar yang layak lantaran Pertamina mengalami kerugian dari penyaluran BBM tersebut. Kedua BUMN kemudian menunjuk Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) untuk menghitung harga yang layak.
Berdasarkan perhitungan BPKP, harga yang layak solar ditetapkan antara 112-117 persen BPKP. Namun sisi lain, harga solar yang dibeli PLN dibatasi Kementerian Keuangan sebesar 105% Means of Platts Singapore (MoPS).
Pemerintah telah mempertemukan kedua BUMN itu dan menghasilkan kesepakatan. Namun pada pertemuan yang digelar pada Rabu (13/8/2014), tidak dibeberkan kisaran harga yang disepakati. Hanya saja disebutkan Pertamina tetap menyuplai solar untuk memenuhi kebutuhan PLN.
Tahun ini, PLN memprediksi membutuhkan pasokan solar sebanyak 7,1 juta kiloliter (KL). Selain Pertamina, PLN mendapat pasokan solar sebesar 650 ribu KL dari PT Kutilang Paksi Mas dan 200 ribu KL dari PT AKR Corporindo. Pasokan solar utamanya dibutuhkan untuk daerah-daerah di luar Jawa, termasuk Sumatera Utara yang beberapa lalu terkena pemadaman listrik.
Direktur Puskepi Sofyano Zakaria mengatakan, pemerintah harus dapat membedakan antara penggunaan solar bagi keperluan listrik untuk pengguna kelompok subsidi, yaitu 450 volt ampere (VA) dan 900 Va dengan solar yang digunakan untuk golongan mampu termasuk industri.
"Artinya harus ada audit penggunaan solar pada PLN," kata Sofyano di Jakarta, Kamis (14/8/2014).
Menurut Sofyano, hasil audit bisa dijadikan salah satu referensi dalam menentukan besaran harga beli solar dari pihak manapun, maka semua pihak termasuk Pertamina bisa memaklumi penentuan harga.
Selain itu, lanjutnya, PLN dapat melakukan tender terbuka dengan mengundang berbagai pihak untuk memberikan penawaran. "Dengan demikian Pertamina tidak berpotensi disudutkan oleh publik seakan Pertamina menawarkan harga jual yang tidak wajar," ujarnya.
Konflik antar perusahaan milik negara ini berawal dari penentuan harga solar yang layak lantaran Pertamina mengalami kerugian dari penyaluran BBM tersebut. Kedua BUMN kemudian menunjuk Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) untuk menghitung harga yang layak.
Berdasarkan perhitungan BPKP, harga yang layak solar ditetapkan antara 112-117 persen BPKP. Namun sisi lain, harga solar yang dibeli PLN dibatasi Kementerian Keuangan sebesar 105% Means of Platts Singapore (MoPS).
Pemerintah telah mempertemukan kedua BUMN itu dan menghasilkan kesepakatan. Namun pada pertemuan yang digelar pada Rabu (13/8/2014), tidak dibeberkan kisaran harga yang disepakati. Hanya saja disebutkan Pertamina tetap menyuplai solar untuk memenuhi kebutuhan PLN.
Tahun ini, PLN memprediksi membutuhkan pasokan solar sebanyak 7,1 juta kiloliter (KL). Selain Pertamina, PLN mendapat pasokan solar sebesar 650 ribu KL dari PT Kutilang Paksi Mas dan 200 ribu KL dari PT AKR Corporindo. Pasokan solar utamanya dibutuhkan untuk daerah-daerah di luar Jawa, termasuk Sumatera Utara yang beberapa lalu terkena pemadaman listrik.
(rna)