Indonesia Harus Lakukan Modernisasi Pertanian
A
A
A
JAKARTA - Sektor pertanian Indonesia kian mengkhawatirkan. Selain hasil produksi pertanian yang terus menurun dan luas lahan semakin semakin, kontribusi terhadap PDB (produk dometik bruto) terus menurun. Parahnya, Indonesia semakin tergantung dengan produk-produk pertanian impor.
Direktur Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian, Gatot Irianto MS mengemukakan, untuk menjadikan Indonesia kembali sebagai negara produsen pangan yang mandiri dan berdaulat, dibutuhkan terobosan revolusioner yang konkret serta operasional melalui modernisasi pertanian.
"Indonesia butuh dan perlu melakukan revolusi modernisasi pertanian, searah dengan kebijakan pemerintahan saat ini dan pemerintahan baru nanti. Untuk merealisasikan program ini, dibutuhkan sinergi dan dukungan dari seluruh stakeholder baik pemerintah, dunia usaha maupun masyarakat pertanian," kata Gatot di Jakarta, Sabtu (16/8/2014).
Menurutnya, kondisi pertanian Indonesia semakin menurun. Hal ini bisa dilihat dari sejumlah indikator. Berdasarkan hasil Sensus Pertanian 2013 (ST 2013) yang dirilis Badan Pusat Statistik (BPS) pada Selasa (12/8) lalu, pada periode 2003-2013, kontribusi di sektor pertanian pada PDB atas dasar harga berlaku menurun dari 15,19% menjadi 14,43%.
Pada periode yang sama, lanjut dia, terjadi penurunan rumah tangga pertanian sekitar 16,32%, dari 31,23 juta rumah tangga petani di tahun 2003 menjadi 26,14 juta rumah tangga di 2013. Impor pangan melonjak empat kali lipat dari USD3,34 miliar pada 2003 menjadi USD14,9 miliar pada 2013.
Luas lahan pertanian kian menyempit, laju tahunan konversi lahan baru 110.000 ha per tahun atau dua kali lebih luas daripada target pencetakan sawah baru sekitar 60.000 ha per tahun. Dengan rata-rata konversi lahan tersebut dan kemampuan cetak sawah yang terbatas, maka lahan pertanian Indonesia seluas 7,75 juta ha akan habis dalam 65 tahun mendatang.
Kehidupan petani juga terjepit. Akses permodalan tidak gampang. Penyaluran KUR untuk sektor pertanian hanya Rp2,475 triliun (15,0%) dari total volume kredit KUR tahun 2009 sebanyak Rp16,450 triliun. Kredit tersebut diterima oleh 231.193 petani (10%) dari sebanyak 2.301.575 debitur KUR dengan plafon kredit rata-rata Rp10,71 juta per petani.
"Tanpa asuransi pertanian, petani Indonesia harus berjuang melakukan free fight liberalism melawan produk asing yang didukung penuh oleh pemerintahnya. Kinerja sektor pertanian Indonesia jauh di bawah negara-negara tetangga Asean. Misalnya, produksi beras Vietnam, Thailand, Birma, Malaysia, jauh meninggalkan Indonesia," tandas Gatot.
Direktur Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian, Gatot Irianto MS mengemukakan, untuk menjadikan Indonesia kembali sebagai negara produsen pangan yang mandiri dan berdaulat, dibutuhkan terobosan revolusioner yang konkret serta operasional melalui modernisasi pertanian.
"Indonesia butuh dan perlu melakukan revolusi modernisasi pertanian, searah dengan kebijakan pemerintahan saat ini dan pemerintahan baru nanti. Untuk merealisasikan program ini, dibutuhkan sinergi dan dukungan dari seluruh stakeholder baik pemerintah, dunia usaha maupun masyarakat pertanian," kata Gatot di Jakarta, Sabtu (16/8/2014).
Menurutnya, kondisi pertanian Indonesia semakin menurun. Hal ini bisa dilihat dari sejumlah indikator. Berdasarkan hasil Sensus Pertanian 2013 (ST 2013) yang dirilis Badan Pusat Statistik (BPS) pada Selasa (12/8) lalu, pada periode 2003-2013, kontribusi di sektor pertanian pada PDB atas dasar harga berlaku menurun dari 15,19% menjadi 14,43%.
Pada periode yang sama, lanjut dia, terjadi penurunan rumah tangga pertanian sekitar 16,32%, dari 31,23 juta rumah tangga petani di tahun 2003 menjadi 26,14 juta rumah tangga di 2013. Impor pangan melonjak empat kali lipat dari USD3,34 miliar pada 2003 menjadi USD14,9 miliar pada 2013.
Luas lahan pertanian kian menyempit, laju tahunan konversi lahan baru 110.000 ha per tahun atau dua kali lebih luas daripada target pencetakan sawah baru sekitar 60.000 ha per tahun. Dengan rata-rata konversi lahan tersebut dan kemampuan cetak sawah yang terbatas, maka lahan pertanian Indonesia seluas 7,75 juta ha akan habis dalam 65 tahun mendatang.
Kehidupan petani juga terjepit. Akses permodalan tidak gampang. Penyaluran KUR untuk sektor pertanian hanya Rp2,475 triliun (15,0%) dari total volume kredit KUR tahun 2009 sebanyak Rp16,450 triliun. Kredit tersebut diterima oleh 231.193 petani (10%) dari sebanyak 2.301.575 debitur KUR dengan plafon kredit rata-rata Rp10,71 juta per petani.
"Tanpa asuransi pertanian, petani Indonesia harus berjuang melakukan free fight liberalism melawan produk asing yang didukung penuh oleh pemerintahnya. Kinerja sektor pertanian Indonesia jauh di bawah negara-negara tetangga Asean. Misalnya, produksi beras Vietnam, Thailand, Birma, Malaysia, jauh meninggalkan Indonesia," tandas Gatot.
(dmd)