Pelabuhan Cilamaya Tunggu Keputusan Menko Perekonomian
A
A
A
JAKARTA - Pembangunan pelabuhan baru di Cilamaya, Karawang, Jawa Barat mendapat kritikan dari PT Pelindo II. Namun, Kementerian Perhubungan tetap akan melanjutkan pembangunan tersebut. Pasalnya, pelabuhan baru ini dibangun untuk mengurangi kepadatan di Tanjung Priok.
Menteri Perhubungan, EE Mangindaan mengaku proses studi kelayakan (feasibility study/FS) sempat terhenti karena di sekitar lokasi terdapat jaringan pipa gas milik Pertamina.
Karena itu, pihaknya memiliki dua opsi yakni menggeser lokasi Pertamina agak ke timur atau menggeser pipa jaringan milik Pertamina.
"Yang memutuskan itu semua nanti Menteri Perekonomian. Beliau yang akan menentukan lokasinya, jadi kita tunggu saja," ujar Mangindaan di JCC, Jakarta, Rabu (3/9/2014).
Menurut dia, sebaiknya proyek senilai Rp34,5 triliun ini tetap berjalan sebagaimana mestinya dan dipantau oleh pemerintahan yang baru. Sebab, melihat kondisi Pelabuhan Tanjung Priok yang sangat padat harus dibangun baru.
"Pemerintahan lama dan baru itu tidak berbeda, yang penting kita sudah buka jalan, dan sebaiknya dilanjutkan karena sudah sangat tertahan," terangnya.
Dia mengungkapkan, Pertamina sudah melaporkan dan melayangkan surat agar jaringan pipa gas tidak dipindahkan. Untuk itu, dilakukan proses audit independen atas studi kelayakan tersebut.
"Cilamaya kan sepaket dengan pelabuhan Tanjung Priok, jadi tidak mungkin jika Tanjung Priok sepi," ucap Mangindaan.
Sebagai informasi, pembangunan proyek pelabuhan baru Cilamaya dilakukan dalam dua tahap.
Pertama, pembangunan terminal peti kemas dengan kapasitas 3,75 juta TEUs, car terminal dengan kapasitas 1.030.000 CBU, dermaga kapal negara, dermaga untuk bahan bakar, terminal Ro Ro dan alir pelayaran dengan kedalaman -17 M Lws.
Tahap kedua, pembangunan peti kemas dengan kapasitas 3,75 juta TEUs dengan total biaya Rp10,6 triliun.
Menteri Perhubungan, EE Mangindaan mengaku proses studi kelayakan (feasibility study/FS) sempat terhenti karena di sekitar lokasi terdapat jaringan pipa gas milik Pertamina.
Karena itu, pihaknya memiliki dua opsi yakni menggeser lokasi Pertamina agak ke timur atau menggeser pipa jaringan milik Pertamina.
"Yang memutuskan itu semua nanti Menteri Perekonomian. Beliau yang akan menentukan lokasinya, jadi kita tunggu saja," ujar Mangindaan di JCC, Jakarta, Rabu (3/9/2014).
Menurut dia, sebaiknya proyek senilai Rp34,5 triliun ini tetap berjalan sebagaimana mestinya dan dipantau oleh pemerintahan yang baru. Sebab, melihat kondisi Pelabuhan Tanjung Priok yang sangat padat harus dibangun baru.
"Pemerintahan lama dan baru itu tidak berbeda, yang penting kita sudah buka jalan, dan sebaiknya dilanjutkan karena sudah sangat tertahan," terangnya.
Dia mengungkapkan, Pertamina sudah melaporkan dan melayangkan surat agar jaringan pipa gas tidak dipindahkan. Untuk itu, dilakukan proses audit independen atas studi kelayakan tersebut.
"Cilamaya kan sepaket dengan pelabuhan Tanjung Priok, jadi tidak mungkin jika Tanjung Priok sepi," ucap Mangindaan.
Sebagai informasi, pembangunan proyek pelabuhan baru Cilamaya dilakukan dalam dua tahap.
Pertama, pembangunan terminal peti kemas dengan kapasitas 3,75 juta TEUs, car terminal dengan kapasitas 1.030.000 CBU, dermaga kapal negara, dermaga untuk bahan bakar, terminal Ro Ro dan alir pelayaran dengan kedalaman -17 M Lws.
Tahap kedua, pembangunan peti kemas dengan kapasitas 3,75 juta TEUs dengan total biaya Rp10,6 triliun.
(izz)