Ekonom: APBN Bengkak jika Harga BBM Tak Naik

Rabu, 03 September 2014 - 21:02 WIB
Ekonom: APBN Bengkak jika Harga BBM Tak Naik
Ekonom: APBN Bengkak jika Harga BBM Tak Naik
A A A
JAKARTA - Kinerja bursa saham Indonesia menunjukan performa yang meningkat pada bulan Agustus 2014 dimana indeks Jakarta Composite Index (JCI) naik 0,94% ke level 5.137.

Kinerja positif pada pasar saham domestik Indonesia selama bulan Agustus 2014 didukung oleh meningkatnya kepercayaan investor khususnya pasca MK menolak gugatan salah satu calon presiden dan mengkonfirmasi hasil akhir pemilihan presiden.

Sementara itu, rupiah cendrung mengalami tekanan depresiasi dengan volatilitas yang terjaga. Pada bulan Agustus 2014, rupiah melemah 0,98% ke level 11.694 per USD. Sedangkan secara rata-rata, rupiah masih mencatat pelemahan sebesar 0,27% ke level 11.711 per dolar AS.

Ekonom UGM sekaligus Komisaris Independen PermataBank Tony Prasentiantono mengungkap, tekanan terhadap rupiah dipengaruhi oleh beberapa faktor sentimen terkait dengan perilaku investor yang menunggu hasil pemilihan umum presiden serta kondisi eksternal seperti krisis geopolitik Ukraina dan konflik Irak juga berdampak pada pergerakan rupiah.

“Selain itu, membaiknya kondisi ekonomi AS yang ditunjukan dengan membaiknya ekonomi kuartal II tahun 2014, stabilnya tingkat inflasi di level 2% serta tren menurun tingkat pengangguran, akan semakin meningkatkan ekspektasi kenaikan suku bunga acuan di AS dari level rendah saat ini 0,25% menjadi 1-1,25% di tahun 2015,” terang Tony di Jakarta, Rabu (3/9/2014).

Dia juga mengaku, adanya kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi tampaknya tidak akan membuat kurs rupiah kembali ke level Rp10.000 per USD malah akan tetap pada kisaran Rp11.000 per USD. Meski demikian, rupiah yang masih di kisaran Rp11.000 per USD dibutuhkan untuk menggenjot ekspor Indonesia.

Lebih lanjut dia menjelaskan, apabila harga BBM bersubsidi tidak dinaikkan ada terjadi dua hal. Pertama, beban APBN akan semakin besar lantaran kuota BBM akan terus terlampaui.

“Ini karena, apabila harga BBM dinaikkan, maka akan ada ruang fiksal. Tapi kalau tidak jadi naik, risikonya adalah fiskal kita tidak punya ruang untuk melakukan stimulus,” terang dia.

Kedua, APBN akan dianggap tidak kredibel oleh investor. Tony menyampaikan, apabila terus-terusan menunda kenaikan harga BBM, nantinya akan membuat beban APBN semakin besar dan APBN makin kritis.
(gpr)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.8950 seconds (0.1#10.140)