Ekonom Indef Sebut RAPBN 2021 Aneh dan Tidak Kokoh, Kok?

Selasa, 08 September 2020 - 14:04 WIB
loading...
Ekonom Indef Sebut RAPBN...
RAPBN 2021 dinilai aneh, tak kokoh dan tak sesuai keinginan untuk memulihkan ekonomi nasional dari dampak pandemi. Foto/Ilustrasi
A A A
JAKARTA - Tahun 2021 diharapkan menjadi momentum bagi pemulihan ekonomi nasional. Belanja negara yang tergambar dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2021 diharapkan dapat menjadi instrumen pemulihan dari dampak yang ditimbulkan pandemi terhadap kesehatan dan sosial-ekonomi.

Namun, Ekonom Senior Indef Didin S Damanhuri menilai, belanja negara pada RAPBN 2021 justru sangat aneh dan jauh dari pendekatan demand side. Desain APBN 2021 menurutnya tidak kokoh dan tidak jelas, bahkan tidak juga fokus mengatasi Covid-19.

(Baca Juga: Pidato Pengantar Presiden untuk RAPBN 2021 Kurang Realistis)

Ada beberapa catatan dari Didin terhadap APBN 2021. Pertama, anggaran infrastruktur yang meningkat tajam dari sekitar Rp228 triliun menjadi Rp414 triliun.

"Ini adalah anomali penyusunan fiscal policiy yang ada di Kemenkeu. Kenapa tiba-tiba infrastruktur naik tajam? Seharusnya RAPBN 2021 dengan anggaran ini merupakan analisis dalam hadapi covid," ujar Didin saat diskusi online di Jakarta, Selasa (8/9/2020).

Kedua, anggaran keamanan dan ketertiban yang naik jadi Rp165 triliun bersamaan dengan anggaran pertahanan yang naik jadi Rp 137 triliun. "Apakah skenario pandemi dunia yang sekarang ini terjadi di global yang relatif berpengaruh ke ekonomi masuk di dalam konflik politik? Mengapa tiba-tiba anggaran hankam jadi Rp165 triliun? Ada skenario apa?," tuturnya.

Didin menilai desain APBN 2021 tidak kokoh dan tidak jelas, bahkan tidak fokus mengatasi Covid. "Ini pendekatan tidak jelas, arah demand side tidak supply side juga tidak. Tidak jelas ini, yang lebih anehnya APBN 2021 malah anggaran kesehatan turun dari Rp87,5 triliun menjadi hanya Rp25,4 triliun," cetusnya.

(Baca Selengkapnya, Teks Pidato Nota Keuangan dan RAPBN 2021 Presiden Jokowi)

Menurut Didin, minimnya anggaran kesehatan kemungkinan besar berarti tidak akan ada vaksinasi massal gratis. Padahal, kata dia, seharusnya biaya kesehatan ditingkatkan untuk menyelamatkan jiwa, menyelamatkan pelaku kesehatan dan juga menyelamatkan pembangunan.

"Jadi seharusnya justru anggaran kesehatan ditingkatkan. Bahkan biaya perlindungan sosial yang tadinya Rp203 triliun jadi hanya Rp136 triliun. Mengapa? Dengan demikian APBN 2021 ini tidak kokoh dengan ambisi ekonomi mencapai 5,5% saya kira jauh dari target," tandasnya.
(fai)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1751 seconds (0.1#10.140)