Harga Avtur di Indonesia 13% Lebih Tinggi
A
A
A
JAKARTA - Ketua Indonesia National Air Carriers Association (INACA) Arif Wibowo mengungkap, harga avtur di Indonesia saat ini lebih tinggi 13% dibanding negara-negara seperti Singapura dan Malaysia.
Bahkan sebagai perbandingan, negara seperti Malaysia, Singapura, dan Thailand telah membebaskan bea masuk atas komponen pesawat demi menunjang keberlangsungan industri penerbangannya.
“Sementara di Indonesia sendiri masih menerapkan bea masuk suku cadang pesawat dengan kisaran 5-7%,” kata dia saat konfernsi pers di Jakarta, Jumat (5/9/2014).
Dia menjelaskan, harga avtur dan suku cadang memiliki kontribusi besar terhadap operasional maskapai penerbangan. “Ini karena bea masuk untuk suku cadang pesawat juga sangat penting kedua setelah avtur. Kalau avtur sekitar 50% mungkin suku cadang bisa sekitar 20%,“ ungkap dia.
Dia melanjutkan, sekitar 85% biaya operasional pesawat bergantung pada dolar. Biaya untuk membeli komponen bisa mencapai 25% dari beban operasional. Sedangkan biaya avtur mencapai 45-50% biaya operasional penerbangan.
Menurutnya, importir komponen selama ini menanggung bea masuk 7%-8% dari harga komponen. Padahal harga komponen pesawat relatif mahal, terlebih ditengah nilai tukar rupiah yang melorot atas dolar AS. “Jadi quick-win-nya dengan cara segera dikeluarkan bea masuk untuk suku cadang sebesar 0%,” harapnya.
Anggota Pengurus INACA Capt Dharmadi menambahkan, industri penerbangan merupakan industri strategis, terutama bagi negara kepulauan seperti Indonesia.
Akan tetapi, perusahaan penerbangan perlu berhati-hati dan efisien untuk menyiasati depresiasi rupiah dan harga avtur yang tinggi. “Untuk itu perlu kebijakan yang strategis pula. Dalam pandangan INACA, saat ini pemerintah semestinya mengeluarkan kebijakan yang lebih terkoordinir tidak sektoral,” tambahnya.
INACA berharap, pemerintahan yang baru bisa memberikan perhatian yang lebih serius. Dengan adanya kebijakan yang lebih berpihak bagi bisnis airlines maka akan meningkatkan daya saing penerbangan nasional dalam menghadapi ASEAN Community 2015 sekaligus mendorong tumbuhnya industri startegis di sektor penerbangan.
Bahkan sebagai perbandingan, negara seperti Malaysia, Singapura, dan Thailand telah membebaskan bea masuk atas komponen pesawat demi menunjang keberlangsungan industri penerbangannya.
“Sementara di Indonesia sendiri masih menerapkan bea masuk suku cadang pesawat dengan kisaran 5-7%,” kata dia saat konfernsi pers di Jakarta, Jumat (5/9/2014).
Dia menjelaskan, harga avtur dan suku cadang memiliki kontribusi besar terhadap operasional maskapai penerbangan. “Ini karena bea masuk untuk suku cadang pesawat juga sangat penting kedua setelah avtur. Kalau avtur sekitar 50% mungkin suku cadang bisa sekitar 20%,“ ungkap dia.
Dia melanjutkan, sekitar 85% biaya operasional pesawat bergantung pada dolar. Biaya untuk membeli komponen bisa mencapai 25% dari beban operasional. Sedangkan biaya avtur mencapai 45-50% biaya operasional penerbangan.
Menurutnya, importir komponen selama ini menanggung bea masuk 7%-8% dari harga komponen. Padahal harga komponen pesawat relatif mahal, terlebih ditengah nilai tukar rupiah yang melorot atas dolar AS. “Jadi quick-win-nya dengan cara segera dikeluarkan bea masuk untuk suku cadang sebesar 0%,” harapnya.
Anggota Pengurus INACA Capt Dharmadi menambahkan, industri penerbangan merupakan industri strategis, terutama bagi negara kepulauan seperti Indonesia.
Akan tetapi, perusahaan penerbangan perlu berhati-hati dan efisien untuk menyiasati depresiasi rupiah dan harga avtur yang tinggi. “Untuk itu perlu kebijakan yang strategis pula. Dalam pandangan INACA, saat ini pemerintah semestinya mengeluarkan kebijakan yang lebih terkoordinir tidak sektoral,” tambahnya.
INACA berharap, pemerintahan yang baru bisa memberikan perhatian yang lebih serius. Dengan adanya kebijakan yang lebih berpihak bagi bisnis airlines maka akan meningkatkan daya saing penerbangan nasional dalam menghadapi ASEAN Community 2015 sekaligus mendorong tumbuhnya industri startegis di sektor penerbangan.
(gpr)