Karen Diyakini Mundur karena Tekanan Politik
A
A
A
JAKARTA - Mantan Komisaris PT Pertamina (Persero) Umar Said meyakini bahwa pengunduran diri Karen Agustiawan dari jabatannya sebagai Direktur Utama (dirut) Pertamina lantaran tekanan politik.
"Bukan di Indonesia saja, di mana-mana juga begitu. Industri minyak selalu lengket sekali dengan politik, dengan kekuasaan. Itu di mana-mana. Apa di Malaysia engga begitu? Di Malaysia juga begitu," ucap dia di Grand Sahid Hotel Jakarta, Senin (8/9/2014).
Kendati demikian, Umar menuturkan bahwa aturan di Malaysia lebih jelas. Dirut Petronas (BUMN Migas Malaysia) tidak pernah dipanggil DPR. Sementara di Indonesia, dia menyebutkan bahwa hampir sepuluh Kali dalam setahun Dirut Pertamina dipanggil DPR.
"Di mana-mana begitu, di Amerika pernah ada perusahaan minyak niaga yang akan dijual, yang membeli China. Oleh pemerintah Washington, tidak boleh dijual ke China. Di jual ke dalam negeri harganya lebih murah. Intervensi politik selalu terjadi, cuma intervensi politik yang kolutif yang ada korupsinya itu yang enggak boleh," terangnya.
Menurut dia, seringnya Dirut Pertamina dipanggil ke DPR berpotensi memunculkan stigma pengaruh politik yang kuat terhadap perusahaan pelat merah tersebut. Bahkan berpotensi terjadinya pemerasan.
"Ya (pemerasan), ya benar. Ini kebijakan minyak bukan urusan Pertamina, ini urusannya pemerintah. Yang dipanggil pemerintah dong. DPR lembaga politik, yang dipanggil lembaga politiknya dong, jangan lembaga bisnis. Enggak nyambung," tukas dia.
Seperti diketahui, Karen Agustiawan telah memutuskan untuk mengundurkan diri dari jabatan yang telah diembannya selama hampir 6,5 tahun di BUMN minyak dan gas (Migas) tersebut.
"Bukan di Indonesia saja, di mana-mana juga begitu. Industri minyak selalu lengket sekali dengan politik, dengan kekuasaan. Itu di mana-mana. Apa di Malaysia engga begitu? Di Malaysia juga begitu," ucap dia di Grand Sahid Hotel Jakarta, Senin (8/9/2014).
Kendati demikian, Umar menuturkan bahwa aturan di Malaysia lebih jelas. Dirut Petronas (BUMN Migas Malaysia) tidak pernah dipanggil DPR. Sementara di Indonesia, dia menyebutkan bahwa hampir sepuluh Kali dalam setahun Dirut Pertamina dipanggil DPR.
"Di mana-mana begitu, di Amerika pernah ada perusahaan minyak niaga yang akan dijual, yang membeli China. Oleh pemerintah Washington, tidak boleh dijual ke China. Di jual ke dalam negeri harganya lebih murah. Intervensi politik selalu terjadi, cuma intervensi politik yang kolutif yang ada korupsinya itu yang enggak boleh," terangnya.
Menurut dia, seringnya Dirut Pertamina dipanggil ke DPR berpotensi memunculkan stigma pengaruh politik yang kuat terhadap perusahaan pelat merah tersebut. Bahkan berpotensi terjadinya pemerasan.
"Ya (pemerasan), ya benar. Ini kebijakan minyak bukan urusan Pertamina, ini urusannya pemerintah. Yang dipanggil pemerintah dong. DPR lembaga politik, yang dipanggil lembaga politiknya dong, jangan lembaga bisnis. Enggak nyambung," tukas dia.
Seperti diketahui, Karen Agustiawan telah memutuskan untuk mengundurkan diri dari jabatan yang telah diembannya selama hampir 6,5 tahun di BUMN minyak dan gas (Migas) tersebut.
(izz)