Pengusaha Batu Bara Perkecil Stripping Ratio
A
A
A
SAMARINDA - Industri batu bara sedang mengalami penurunan dari masa kejayaannya. Selain harganya yang terus turun di pasar global, importir batu bara dari negara lain juga terus berkurang.
China yang dulunya menjadi pusat ekspor batu bara, kini mulai bergeser ke India. Lesunya harga batu bara yang kembali terjadi terus memaksa para pengusaha batu bara mencari celah agar tetap untung. Demikian pula yang dilakukan pengusaha batu bara di Kalimantan Timur (Kaltim).
Ketua Asosiasi Pengusaha Batubara Indonesia (APBI) Samarinda, Eko Priatno mengatakan, guna menyiasati hal ini, pengusaha terpaksa memperkecil stripping ratio hingga berada di angka 5-8.
"Stripping ratio sendiri merupakan perbandingan biaya penambangan bawah tanah dengan penambangan terbuka. Artinya, berapa besar keuntungan yang dapat diperoleh bila endapan batu bara tersebut ditambang secara tambang terbuka," katanya, Selasa (9/9/2014).
Pada dasarnya, jika terjadi kenaikan harga batu bara di pasaran, maka akan dapat mengakibatkan perluasan tambang sehingga cadangan akan bertambah. Sebaliknya jika harga batu bara turun, maka jumlah cadangan akan berkurang.
"Kuncinya sederhana. Kalau harga naik stripping ratio-nya dibesarin, kalau harga lesu ya dikecilkan. Artinya produksi jadi sedikit. Kalau produksi jadi sedikit, penggunaan alat tentu berkurang, bahan bakar juga berkurang dan operator (tenaga kerja) juga berkurang," tuturnya.
Efisiensi, berupa pengurangan produksi yang berimbas pada pengurangan tenaga kerja dan alat diakui Eko sudah berlangsung sejak dua tahun belakanga ini, sejak perekonomian dunia goyah. "Sudah lama, sejak akhir 2012," ujarnya.
Eko menjelaskan hal yang sama juga terjadi di tempat perusahaannya bekerja. "Karyawan yang di PHK (Pemutusan Hubungan Kerja) sudah banyak, yang di rumahkan juga lebih banyak dan, yang dikurangi jam lemburnya juga lebih banyak lagi," ungkapnya.
China yang dulunya menjadi pusat ekspor batu bara, kini mulai bergeser ke India. Lesunya harga batu bara yang kembali terjadi terus memaksa para pengusaha batu bara mencari celah agar tetap untung. Demikian pula yang dilakukan pengusaha batu bara di Kalimantan Timur (Kaltim).
Ketua Asosiasi Pengusaha Batubara Indonesia (APBI) Samarinda, Eko Priatno mengatakan, guna menyiasati hal ini, pengusaha terpaksa memperkecil stripping ratio hingga berada di angka 5-8.
"Stripping ratio sendiri merupakan perbandingan biaya penambangan bawah tanah dengan penambangan terbuka. Artinya, berapa besar keuntungan yang dapat diperoleh bila endapan batu bara tersebut ditambang secara tambang terbuka," katanya, Selasa (9/9/2014).
Pada dasarnya, jika terjadi kenaikan harga batu bara di pasaran, maka akan dapat mengakibatkan perluasan tambang sehingga cadangan akan bertambah. Sebaliknya jika harga batu bara turun, maka jumlah cadangan akan berkurang.
"Kuncinya sederhana. Kalau harga naik stripping ratio-nya dibesarin, kalau harga lesu ya dikecilkan. Artinya produksi jadi sedikit. Kalau produksi jadi sedikit, penggunaan alat tentu berkurang, bahan bakar juga berkurang dan operator (tenaga kerja) juga berkurang," tuturnya.
Efisiensi, berupa pengurangan produksi yang berimbas pada pengurangan tenaga kerja dan alat diakui Eko sudah berlangsung sejak dua tahun belakanga ini, sejak perekonomian dunia goyah. "Sudah lama, sejak akhir 2012," ujarnya.
Eko menjelaskan hal yang sama juga terjadi di tempat perusahaannya bekerja. "Karyawan yang di PHK (Pemutusan Hubungan Kerja) sudah banyak, yang di rumahkan juga lebih banyak dan, yang dikurangi jam lemburnya juga lebih banyak lagi," ungkapnya.
(izz)