Ini Akar Masalah Krisis Listrik versi Tim Transisi
A
A
A
JAKARTA - Deputi Tim Transisi Pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla (Jokowi-JK) Hasto Kristiyanto mengatakan, berdasarkan temuan Pokja Energi, akar masalah krisis listrik saat ini ada beberapa hal.
Yakni adanya keterlambatan pembangunan pembangkit dan transmisi dalam lima tahun terakhir, permasalahan tarif pembangkit listrik geothermal, persoalan pembebasan lahan, hak guna lahan kehutanan dan jalur transmisi, serta kemampuan keuangan PLN lemah.
"Ratusan izin prinsip pembangkit mikrohidro berhenti. Rasio elektrifikasi saat ini masih berkisar 80% tidak mampu menyokong pertumbuhan ekonomi," ujarnya.
Ke depan, kata Hasto, pemanfaatan ketersediaan aneka energi lokal akan dioptimalisasikan. Hal itu penting karena ketersediaan listrik merupakan syarat mutlak kemajuan daerah.
Dari sisi restrukturisasi PLN, tambahnya, akan mengarah pada otonomisasi organisasi PLN di wilayah dalam rangka efisiensi organisasi. Persoalan listrik yang asimetris antarwilayah di Indonesia tidak harus diputuskan terpusat di kantor Pusat PLN di Trunojoyo.
"Keterlibatan Pemerintah Daerah dalam mengatasi krisis listrik harus dioptimalkan sebagai bentuk tanggungj awab pemerintahan bersama," ujarnya.
Di sisi lain, Pokja Energi mendorong agar industri padat energi harus menempati kawasan industri di daerah lumbung energi. Seperti di Sumatera Selatan, Bengkulu, dan Kalimantan. Mereka akan didorong sekali untuk pengembangan aneka energi terbarukan.
"Diberi kesempatan seluas-luasnya bagi investor melalui kerja sama pemerintah swasta atau swasta murni. Industri dalam negeri terkait itu harus didorong dan dimaksimalkan melalui kerja sama tiga pilar yakni pemerintah, industri dan para periset," jelasnya.
"Gerakan penghematan energi, audit energi, standardisasi teknis dan kompetensi, skema reward and punishment pemanfaatan energi dan konservasi pada umumnya akan lebih diseriusi guna menurunkan elastisitas energi nasional. Payung hukum yang mengatur hal itu segera akan dibuatkan," pungkasnya.
(Baca: Jokowi-JK Akan Andalkan Sumber Energi Batu Bara)
Yakni adanya keterlambatan pembangunan pembangkit dan transmisi dalam lima tahun terakhir, permasalahan tarif pembangkit listrik geothermal, persoalan pembebasan lahan, hak guna lahan kehutanan dan jalur transmisi, serta kemampuan keuangan PLN lemah.
"Ratusan izin prinsip pembangkit mikrohidro berhenti. Rasio elektrifikasi saat ini masih berkisar 80% tidak mampu menyokong pertumbuhan ekonomi," ujarnya.
Ke depan, kata Hasto, pemanfaatan ketersediaan aneka energi lokal akan dioptimalisasikan. Hal itu penting karena ketersediaan listrik merupakan syarat mutlak kemajuan daerah.
Dari sisi restrukturisasi PLN, tambahnya, akan mengarah pada otonomisasi organisasi PLN di wilayah dalam rangka efisiensi organisasi. Persoalan listrik yang asimetris antarwilayah di Indonesia tidak harus diputuskan terpusat di kantor Pusat PLN di Trunojoyo.
"Keterlibatan Pemerintah Daerah dalam mengatasi krisis listrik harus dioptimalkan sebagai bentuk tanggungj awab pemerintahan bersama," ujarnya.
Di sisi lain, Pokja Energi mendorong agar industri padat energi harus menempati kawasan industri di daerah lumbung energi. Seperti di Sumatera Selatan, Bengkulu, dan Kalimantan. Mereka akan didorong sekali untuk pengembangan aneka energi terbarukan.
"Diberi kesempatan seluas-luasnya bagi investor melalui kerja sama pemerintah swasta atau swasta murni. Industri dalam negeri terkait itu harus didorong dan dimaksimalkan melalui kerja sama tiga pilar yakni pemerintah, industri dan para periset," jelasnya.
"Gerakan penghematan energi, audit energi, standardisasi teknis dan kompetensi, skema reward and punishment pemanfaatan energi dan konservasi pada umumnya akan lebih diseriusi guna menurunkan elastisitas energi nasional. Payung hukum yang mengatur hal itu segera akan dibuatkan," pungkasnya.
(Baca: Jokowi-JK Akan Andalkan Sumber Energi Batu Bara)
(gpr)