Perlindungan Konsumen Penting bagi Industri Keuangan

Kamis, 25 September 2014 - 20:00 WIB
Perlindungan Konsumen Penting bagi Industri Keuangan
Perlindungan Konsumen Penting bagi Industri Keuangan
A A A
JAKARTA - Pengawas Bank Senior Otoritas jasa Keuangan (OJK) Kusdarmawan Agustianto mengatakan, peran perlindungan konsumen sangat signifikan pada pengembangan industri keuangan (financial stability).

Financial stability membutuhkan inklusi finansial, literasi finansial, dan proteksi. Proteksi konsumen yang menyeluruh diyakini akan memperkuat pertumbuhan industri keuangan tanah air.

"Kalau masyarakat percaya, dampaknya sangat besar untuk mendorong diversifikasi produk perbankan. Khususnya untuk menghadapi MEA, dimana produk canggih akan semakin berdatangan," ujar Kusdarmawan dalam diskusi roundtable discussion dengan tema Perlindungan Konsumen Perbankan di Gedung Sindo, Jakarta, Kamis (25/9/2014).

Dia mengaku proses proteksi nasabah sudah lebih baik karena perbankan dapat menyelesaikan masalah kurang dari 20 hari kerja, sesuai ketentuan otoritas.

Pihaknya terus menumbuhkan kesadaran keuangan dan budaya perlindungan konsumen sehingga ada pemberdayaan konsumen. Dengan perlindungan konsumen, masyarakat semakin paham produk keuangan dan salurannya jelas.

"Semakin baik kesadarannya. Namun seringkali masyakarat kita juga masih kurang teliti membaca ketentuan operasional. Ini juga sering menjadi masalah," ujarnya.

Sebelumnya, pihak otoritas telah melarang pelaku industri keuangan menawarkan produk-produk dengan informasi menjebak kepada masyarakat. Hal ini tercantum dalam Surat Edaran OJK Nomor 12/SEOJK.07/2014 mengenai Penyampaian Informasi Dalam Rangka Pemasaran Produk dan atau Layanan Jasa Keuangan.

Ketentuan ini merupakan turunan dari Peraturan OJK Nomor 1/POJK.07/2013. SE ini mengatur terkait penawaran oleh pelaku usaha jasa keuangan. Antara lain, penggunaan data yang telah disetujui oleh konsumen atau masyarakat melalui SMS, telepon, atau surat elektronik.

"Penawaran harus jelas menyampaikan identitas pelaku usaha jasa keuangan. Apabila penawaran dilakukan melalui telepon harus memohonkan kesediaan konsumen untuk menerima penawaran," ujarnya. (Baca: OJK: Jumlah Penawaran Jasa Keuangan via Ponsel Berkurang)

Dalam aturan ini OJK juga mengatur penggunaan terminologi syarat dan ketentuan berlaku yang biasanya ditulis dalam huruf kecil dan tanda asterik, termasuk penggunaan kata-kata superlatif.

Hal penting lainnya, pelaku usaha akan menyediakan ringkasan informasi produk dan layanan jasa yang memuat manfaat, biaya dan risiko. "Penggunaan bahasa baku juga menjadi perhatian kami. Jangan sampai masyarakat salah pengertian," ujarnya.

Chief Economist The Indonesia Economic Intelligence Sunarsip menilai otoritas, industri, dan masyarakat menjadi tiga pilar perlindungan dan mempunyai tanggung jawab masing masing.

Kedepannya tantangan dalam perlindungan konsumen ialah kesiapan sumber daya yang dimiliki. Hal ini sangat penting mengingat OJK masih di tahap transisi dari BI. Kesiapan sumberdaya ini dibutuhkan karena begitu luasnya pengawasan yang harus dilakukan karena sudah terkoordinasi di OJK.

"Otoritas juga harus melakukan riset dan melihat potensi keuangan di masyarakat yang belum terjangkau bank. Sehingga dapat mengarahkan bank untuk mudah masuk ke pasar," ujar Sunarsip dalam kesempatan yang sama.
(gpr)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.7879 seconds (0.1#10.140)