Masyarakat Minta Tarif Komuter Kedung Sepur Diturunkan

Rabu, 01 Oktober 2014 - 05:19 WIB
Masyarakat Minta Tarif...
Masyarakat Minta Tarif Komuter Kedung Sepur Diturunkan
A A A
SEMARANG - Beroperasinya KA Komuter Kedung Sepur rute Gubug-Weleri diharapkan mampu meningkatkan mobilisasi masyarakat di sekitar Semarang sehingga mampu meningkatkan perekonomian.

Hanya saja, PT KAI Daop 4 Semarang untuk saat ini memberlakukan tarif flat jauh dekat untuk dengan harga Rp15 ribu. Tarif tersebut, dinilai masih terlalu mahal, terutama untuk masyarakat pedagang dan pekerja.

Sekcam Gubug Abu Mansyur mengatakan, selama ini masyarakat Gubug terutama yang bekerja di Semarang mengalami hambatan terutama masalah transportasi, karena harus berjibaku dengan kemacetan dimulai Karangawen, Mranggen dan Semarang, terutama pada jam sibuk.

Dengan adanya komuter Kedung Sepur, masyarakat Gubug sangat menyambut baik. Hal ini karena sangat bermanfaat, terutama untuk mempercepat mobilisasi. Dengan mobilisasi yang cepat, maka akan semakin meningkatkan perekonomian masyarakat.

Oleh karena itu, pihaknya siap untuk membantu memberikan sosialisasi kepada masyarakat. “Jumlah penduduk Gubug yang bekerja di Semarang dan sekitarnya sangat banyak. Bisa dilihat saat pagi dan sore hari, mulai dari Gubug-Semarang pasti sangat padat dengan sepeda motor,” katanya, Selasa (30/9/2014).

Hanya saja, kata dia, dengan tarif tiket yang dibandrol seharaga Rp15 ribu dirasa masih terlalu mahal. Terlebih bagi mereka yang bekerja sebagai kuli bangunan dan pedagang pasar.

“Banyak warga kami yang berjualan di Pasar Johar, Pasar Ganopo Mranggen, kalau Rp15 bagi mereka jelas masih mahal,” ujarnya.

Dia berharap, tarif bisa diturunkan, paling tidak antara Rp5.000 sampai Rp7.000, sehingga terjangkau bagi para pekerja.

Salah seorang warga Gubug, M Munir juga mengungkapkan hal yang sama. “Fasilitas KA memang sangat bagus, waktu saya lihat kemarin kursinya bagus, bersih, lega dan ber-AC, tapi kalau tarifnya Rp15 ribu masih cukup mahal. Kalau dihitung naik sepeda motor saja PP (pergi-pulang) paling tidak habis bensin dua liter,” katanya.

Munir berharap, pemerintah provinsi Jateng memberikan subsidi untuk tiket KA, sehingga bisa lebih murah. ”Menurut saya harga yang paling masuk adalah Rp5.000,” imbuhnya.

Pengamat Transportasi Universitas Katholik (Unika) Soegijapranta mengungkapkan, tarif sebesar Rp15 ribu sangat tidak menarik bagi masyarkat terutama pekerja. Oleh karena itu hingga hari ketiga peluncuran, masyarakat belum begitu tertarik menggunakan moda Komuter untuk berangkat kerja.

“Ini saya di Gubug (Stasiun Gubug) penupangnya masih sangat sedikit, tadi kata petugas stasiun hanya ada tujuh orang yang menggunakan KA,” katanya.

Dia mengaku, sebenarnya KA komuter bisa mendapatkan subsidi dari pemerintah. Berdasarkan UU nomer 23 tahun 2007 tentang Perkeretaapian, pemerintah bisa memberikan PSO atau subsidi terhadap KA yang dianggap perintis.

“Kebetulan saat ini pemerintah menghapus PSO untuk KA ekonomi jarak jauh, dan hanya memberikan subsidi hanya ekonomi lokal,” katanya.

Oleh karena itu, Gubernur Jateng Ganjar Pranowo diharapkan proaktif, karena dana subsidi sudah ada di pusat, dan pemerintah daerah tinggal mengajukan permohonan subsidi untuk KA komuter.

Dia yakin dengan adanya subsidi dari pemerintah, harga tiket bisa menjadi Rp3.000. Dengan harga subsidi tersebut, maka dipastikan komuter akan mampu menjadi transportasi pilihan masyarakat.

“Saya sudah ketemu dengan Pak Dirjen Perkeretaapian, boleh kok pemerintah daerah mengajukan, tinggal bagaimana pemerintah provinsi. Pusat bisa memberikan subsidi, sehinga tiket bisa di bawah Rp5.000. Tapi memang jika pemerintah daerah mengajukan subsidi, baru bisa mendapatkan di bulan Januari karena sesuai tahun anggaran,” jelasnya.

Menurut dia, dengan tiket hanya Rp3.000 sangat bisa diterima masyarakat. Menurut perhitungan dia, jika tiket Rp3.000, maka pekerja dari Gubug hanya mengeluarkan uang Rp6.000 PP. Jika menitipkan motor di stasiun ditambah Rp2.000, sehingga total hanya Rp8.000 yang dikeluarkan oleh masyarkat dalam seharinya.

“Paling banyak masyarakat hanya mengeluarkan Rp150 ribu per bulan dan itu sangat masuk akal dan bisa diterima,” imbuhnya.
(gpr)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0972 seconds (0.1#10.140)