Buruh Minta Naik Upah Jadi Momok Tahunan
A
A
A
DEPOK - Menjelang akhir tahun, unjuk rasa buruh selalu menjadi momok rutin tahunan terkait dengan tuntutan kenaikan Upah Minimum. Saat ini pemerintah hingga tingkat daerah masih menghitung besaran survey Kebutuhan Hidup Layak (KHL).
Walikota Depok Nur Mahmudi Ismail meminta para pihak terkait yakni tripartit (buruh, pengusaha, dan pemerintah) untuk berunding terkait survey KHL. Ia belum bisa memastikan adanya proyeksi kenaikan Upah Minimum Kota (UMK).
"Saya bebaskan saja, silakan diskusi dulu pihak yang terkait," tegasnya di Balaikota Depok, Jumat (24/10/2014).
Nur Mahmudi menilai justru di balik tuntutan dan keinginan buruh meminta kenaikan gaji, pemerintah harus mewaspadai tantangan yang dihadapi menjelang Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) 2015.
Pasalnya, jika buruh terus menuntut kenaikan gaji di angka yang makin tinggi, justru pekerja profesional dari pihak asing akan lebih siap bekerja di Indonesia dengan upah yang lebih murah.
"Kita ingatkan kita harus waspada terhadap keinginan-keinginan kesejahteraan dibanding kapasitas industriawan berikan upah minimum tersebut," jelasnya.
Nur Mahmudi menyebutkan, upah minimum Indonesia menduduki urutan nomor 3 terbesar di ASEAN. Tetapi tidak sebanding jika dilihat dari sisi tingkat kompetensi di urutan nomor 7 di ASEAN.
"Menghadapi MEA 2015 justru terancam, akhirnya pekerja profesional tingkat kerja internasional malah gajinya lebih murah yang siap bekerja di Indonesia," paparnya.
Ia melanjutkan, ada kemungkinan pekerja dari negara kompeten siap digaji lebih rendah dari pekerja Indonesia. "Tingkat kemahalan gaji kita nomor 3, tapi produktivitas nomor 7 di ASEAN, tidak sebanding," tandasnya.
Walikota Depok Nur Mahmudi Ismail meminta para pihak terkait yakni tripartit (buruh, pengusaha, dan pemerintah) untuk berunding terkait survey KHL. Ia belum bisa memastikan adanya proyeksi kenaikan Upah Minimum Kota (UMK).
"Saya bebaskan saja, silakan diskusi dulu pihak yang terkait," tegasnya di Balaikota Depok, Jumat (24/10/2014).
Nur Mahmudi menilai justru di balik tuntutan dan keinginan buruh meminta kenaikan gaji, pemerintah harus mewaspadai tantangan yang dihadapi menjelang Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) 2015.
Pasalnya, jika buruh terus menuntut kenaikan gaji di angka yang makin tinggi, justru pekerja profesional dari pihak asing akan lebih siap bekerja di Indonesia dengan upah yang lebih murah.
"Kita ingatkan kita harus waspada terhadap keinginan-keinginan kesejahteraan dibanding kapasitas industriawan berikan upah minimum tersebut," jelasnya.
Nur Mahmudi menyebutkan, upah minimum Indonesia menduduki urutan nomor 3 terbesar di ASEAN. Tetapi tidak sebanding jika dilihat dari sisi tingkat kompetensi di urutan nomor 7 di ASEAN.
"Menghadapi MEA 2015 justru terancam, akhirnya pekerja profesional tingkat kerja internasional malah gajinya lebih murah yang siap bekerja di Indonesia," paparnya.
Ia melanjutkan, ada kemungkinan pekerja dari negara kompeten siap digaji lebih rendah dari pekerja Indonesia. "Tingkat kemahalan gaji kita nomor 3, tapi produktivitas nomor 7 di ASEAN, tidak sebanding," tandasnya.
(gpr)