Nilai Ekspor Ikan Tuna 2014 Stagnan
A
A
A
NUSA DUA - Nilai ekspor ikan tuna dari Januari hingga Juli 2014 stagnan bila dibandingkan dengan tahun 2013. Saat ini nilai ekspor tuna dari Januari hingga Juli 2014 mencapai USD350 juta, ada peningkatan tipis bila dibandingkan dengan periode yang sama 2013 yang naik 1,7%.
Direktur Pemasaran Luar Negeri, Kementrian Kelautan dan Perikanan, Artati Widiarti mengatakan, kenaikan nilai ekspor hanya naik sedikit, tidak beda jauh dengan tahun 2013. Tipisnya nilai ekspor bisa disebabkan berbagai faktor bisa jadi dari segi volume kecil tapi dari segi nilai besar.
"Target ekspor ikan tuna selama tahun 2014 ini mencapai USD 800 juta, mudah-mudahan target tahun ini bisa tercapai, sebab pasar Rusia saat ini sudah dibuka," terangnya, di Nusa Dua, Badung, Rabu (29/10/2014).
Lanjutnya, permintaan ikan naik biasanya ada pada bulan bulan Septermber hingga Desember, dan dibukanya pasar Rusia akan menambah peluang Indonesia untuk mengekpor ikan kaleng. Saat ini ikan tuna paling banyak di ekspor ke Jepang, Eropa dan Amerika.
"Kalau produk sasimi paling banyak kita ekspor ke Jepang, sementara non sasimi seperti steak, loin, itu paling banyak permintaan ke Eropa dan Amerika. Setiap negara permintaan bentuk ikanya berbeda-beda," ujarnya.
Dia menambahkan, seperti di Thailand, negeri gajah itu paling banyak meminta ikan tuna gelondongan atau ikan tuna yang belum diolah. "Kami berharap tidak mengirimkan ikan gelondongan lagi ke Thailand supaya nilai tambahnya bisa tinggi," ujarnya.
Dari segi produksi Indonesia jauh lebih tinggi dibandingkan dengan Thailand, tapi dari segi pengolahan ikan, Indonesia masih tertinggal.
"Untuk itu saat ini kita terus mendorong para pengusaha untuk bisa mengolah ikan-ikan ini, supaya nilai jualnya lebih tinggi," paparnya.
Diakui Dirjen Pengolahan dan Pemasaran Kementrian Kelautan dan Perikanan, Saut P Hutagalung menjelaskan, bahwa saat ini Indonesia diurutan kedua yang paling banyak mengekpor ikan tuna.
"Ikan tuna yang diekpor ini produksi sendiri, berbeda dengan China dimana mereka bisa menangkap dimana-mana," jelasnya.
Ekspor ikan paling tinggi masih dikuasai oleh udang, tuna, rumput laut, disusul ikan-ikan lainnya.
Direktur Pemasaran Luar Negeri, Kementrian Kelautan dan Perikanan, Artati Widiarti mengatakan, kenaikan nilai ekspor hanya naik sedikit, tidak beda jauh dengan tahun 2013. Tipisnya nilai ekspor bisa disebabkan berbagai faktor bisa jadi dari segi volume kecil tapi dari segi nilai besar.
"Target ekspor ikan tuna selama tahun 2014 ini mencapai USD 800 juta, mudah-mudahan target tahun ini bisa tercapai, sebab pasar Rusia saat ini sudah dibuka," terangnya, di Nusa Dua, Badung, Rabu (29/10/2014).
Lanjutnya, permintaan ikan naik biasanya ada pada bulan bulan Septermber hingga Desember, dan dibukanya pasar Rusia akan menambah peluang Indonesia untuk mengekpor ikan kaleng. Saat ini ikan tuna paling banyak di ekspor ke Jepang, Eropa dan Amerika.
"Kalau produk sasimi paling banyak kita ekspor ke Jepang, sementara non sasimi seperti steak, loin, itu paling banyak permintaan ke Eropa dan Amerika. Setiap negara permintaan bentuk ikanya berbeda-beda," ujarnya.
Dia menambahkan, seperti di Thailand, negeri gajah itu paling banyak meminta ikan tuna gelondongan atau ikan tuna yang belum diolah. "Kami berharap tidak mengirimkan ikan gelondongan lagi ke Thailand supaya nilai tambahnya bisa tinggi," ujarnya.
Dari segi produksi Indonesia jauh lebih tinggi dibandingkan dengan Thailand, tapi dari segi pengolahan ikan, Indonesia masih tertinggal.
"Untuk itu saat ini kita terus mendorong para pengusaha untuk bisa mengolah ikan-ikan ini, supaya nilai jualnya lebih tinggi," paparnya.
Diakui Dirjen Pengolahan dan Pemasaran Kementrian Kelautan dan Perikanan, Saut P Hutagalung menjelaskan, bahwa saat ini Indonesia diurutan kedua yang paling banyak mengekpor ikan tuna.
"Ikan tuna yang diekpor ini produksi sendiri, berbeda dengan China dimana mereka bisa menangkap dimana-mana," jelasnya.
Ekspor ikan paling tinggi masih dikuasai oleh udang, tuna, rumput laut, disusul ikan-ikan lainnya.
(gpr)