Order Berkurang, Industri Garmen Lakukan Efisiensi

Jum'at, 31 Oktober 2014 - 01:01 WIB
Order Berkurang, Industri...
Order Berkurang, Industri Garmen Lakukan Efisiensi
A A A
BATAM - Berkurangnya pesanan produksi untuk industri garmen yang dipengaruhi permintaan pasar global turut berdampak pada kian tertekannya pelaku usaha sektor itu untuk melakukan efisiensi.

Industri garmen setempat mulai menginjak rem untuk mengurangi beban produksi, meskipun order produksi garmen tetap ada namun jumlahnya diyakini semakin berkurang.

Ketua Apindo Kepri Cahya menuturkan industri garmen di FTZ Batam termasuk salah satu sektor dari banyak sektor yang sudah tidak kompetitif. Salah satu penyebab tidak kompetitifnya sektor itu adalah kondisi upah minimum.

"Itu memang kenyataannya. Apalagi akan ada rencana kenaikan upah," kata dia, Kamis (30/10/2014).

Menurutnya, pemerintah harus memikirkan regulasi khusus untuk industri padat karya seperti industri garmen guna menekan biaya produksi sehingga membuat industri bertambah kompetitif.

Regulasi khusus itu dinilai menjadi kunci di tengah kondisi pasar global yang terus mendera struktur industri garmen yang masih rapuh dengan minimnya permintaan.

Dia juga menambahkan, Walikota Batam dan Gubernur Kepri harus benar-benar melihat kenyataan yang dihadapi industri.

Kenyataan industri perlu dipertimbangkan dalam mengeluarkan kebijakan upah di tengah ambang kondisi industri yang mencari akal untuk bisa bertahan dengan beban produksi dan pasar global.

"Pak Walikota dan Pak Gubernur harus benar-benar turun ke lapangan untuk mengetahui situasi lebih dekat. Jangan sampai salah ambil kebijakan," kata dia.

Pernyataan Apindo tersebut untuk menanggapi polemik antara pekerja garmen PT Yee Wo Indonesia dengan pihak manajemen. PT Yee Wo berlokasi di Tunas Industrial Estate, Batam Centre.

Sejumlah pekerja perusahaan tersebut mendatangi DPRD Batam, Kamis (30/10) untuk menjelaskan rencana perseroan yang menjual 30 mesin garmen ke Kamboja. Komisi IV DPRD Batam akhirnya mendatangi langsung perseroan tersebut.

Penjualan 30 mesin itu diluar kesepakatan perseroan dengan pekerja yang sebelumnya hanya 20 mesin. Pekerja khawatir perseroan akan hengkang secara diam-diam.

Pada Juli 2014, perseroan menyatakan kepada pekerja bahwa akan melakukan efisiensi biaya produksi dengan cara mengurangi penggunaan gedung dari dua menjadi satu dan menjual aset berupa 20 mesin bordir.

General Manager PT Yee Wo Indonesia Chen Yi Xiang menjelaskan order produksi yang berkurang memang berimbas pada langkah efisiensi biaya. Namun dia menyatakan order produksi tetap berjalan sesuai kontrak dua tahun dengan PT Gimli Indonesia.

"Orderan dari Gimli berkurang dan mempengaruhi kapasitas efisiensi. Beberapa tahun order juga sudah memang berkurang," kata dia saat pertemuan dengan Komisi IV dan pekerja di Kawasan Tunas Industrial.

Perwakilan perusahaan tersebut juga mengungkapkan alasan terpaksa menghentikan kontrak sewa satu gedung produksi disebabkan biaya sewa yang mengalami kenaikan hingga dua kali lipat. Yee Wo juga menegaskan perusahaan tidak akan tutup meski ada efisiensi.

Pekerja permanen disana juga dipastikan tetap bekerja dengan jumlah yang mencapai 282 orang atau 85% dari total pekerja.

Humas Tunas Industrial Estate, Delfi, mengungkapkan alasan kenaikan harga sewa tenan di Tunas yakni adalah biaya operasional. Dia juga membenarkan PT Yee Wo sudah mengeluarkan 10 mesin garmen dari kawasan.

Data Bank Indonesia Kepri mengenai Kajian Ekonomi Provinsi Kepri pada Triwulan II menunjukkan, ekspor tekstil, barang kulit dan alas kaki mengalami penurunan. Pada triwulan I/2014 struktur ekspor komoditas itu sempat mengalami pertumbuhan sebesar 7,22% (yoy).

Adapun pada periode itu, struktur ekspor tekstil mencatatkan komposisi sebesar 1,39% dari seluruh total ekspor industri pengolahan di Kepri. Pada Triwulan kedua, kinerja ekspor tesktil terhadap industri pengolahan mengalami penurunan menjadi 0,68%.

Dosen Bisnis Internasional Universitas Putera Batam Suyono Saputra menilai struktur industri tekstil sangat berkaitan dengan permintaan pasar global. Sehingga tidak bisa semua faktor internal di FTZ dikaitkan dengan rapuhnya sektor tersebut.

"Solusinya efisiensi atau mereka bertahan menanggung kerugian. Jadi saya melihat wajar saja perusahaan melakukan efisiensi jika iklim bisnis mereka tidak prospektif. Ini keputusan strategis perusahaan menyikapi kondisi permintaan pasar internasional," katanya.

Dia menilai dengan lesunya bisnis garmen yang terlihat dari menurunya order produksi memaksa industri mengambil langkah strategis dengan mengurangi beban produksi hingga langkah menutup usaha atau merelokasi pabrik ke lokasi yang bisa menekan biaya.

Permintaan pasar yang menurun juga tidak bisa dihadang begitu saja sehingga upaya insentif untuk sektor itu dinilai tidak akan terlalu signifikan

"Permintaan pasar global di luar kekuasaan otoritas pemerintahan lokal, upah tidak naik juga tidak menyelesaikan masalah industri garmen. Langkah perusahaan tidak bisa diintervensi sepanjang hak normatif karyawan dipenuhi sesuai aturan," paparnya.
(gpr)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.7115 seconds (0.1#10.140)