Produksi Padi Jatim Capai 12,31 Juta Ton GKG
A
A
A
SURABAYA - Kemarau panjang yang terjadi di Jawa Timur (Jatim) tidak akan mempengaruhi produksi padi. Diprediksi, tahun 2014 produksi padi bisa mencapai 12,31 juta ton gabah kering giling (GKG).
Jumlah tersebut mengalami kenaikan sebesar 258.360 ton GKG dibandingkan tahun 2013 yang hanya berkisar 12,05 juta ton GKG. Kondisi ini terlihat dari Angka Ramalan (Aram) II tahun 2014.
Kepala Bidang Produksi Tanaman Pangan, Achmad Nurfalakhi mengatakan, saat ini merupakan musim kemarau, maka fotosintesis menjadi sempurna sehingga produksi padi di tahun ini menjadi lebih bagus.
Selain itu, sinar matahari yang sempurna juga menyebabkan kelembaban tanah di daerah pertanian lebih bagus. Dampak positifnya, serangan Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT) menjadi rendah.
"Tahun lalu, lahan yang puso lebih luas. Selain akibat kekeringan, puso juga disebabkan banyaknya lahan yang kebanjiran dan serangan OPT. Sekarang, lahan puso hanya disebabkan kekeringan saja,” katanya.
Nurfalakhi mengatakan, sebenarnya musim ini sangat bagus bagi petani. Karena, produksi padi, jagung dan kedelai mengalami kenaikan. Hal ini terlihat dari kecilnya lahan yang puso akibat kekeringan. Hingga tanggal 15 Oktober, lahan padi yang mengalami gagal panen akibat kekeringan hanya disisaran 601 hektar dari total 3.874,3 hektar lahan padi yang kekeringan.
Sementara lahan jagung yang mengalami gagal panen mencapai 155 hektar dari total lahan jagung yang kekeringan seluas 489,25 hektar. Bahkan lahan kedelai yang ada menurutnya tidak ada yang mengalami puso, karena pasokan air untuk tanaman komoditas kedelai masih cukup. “Dan tren lebih baik dibanding tahun lalu,” ujar dia.
Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Jatim, Sairi Hasbullah menyatakan, meski Jatim mengalami musim kemarau terpanjang dibanding seluruh daerah di seluruh Indonesia, produksi tanaman pangan, khususnya padi tidak terpengaruh dan bahkan mengalami kenaikan.
Kenaikan produksi ini terjadi karena naiknya luas panen dan produktivitas tanaman padi di Jatim. Berdasarkan pantauan BPS, luas lahan panen padi di Jatim pada tahun ini mencapai 2,058 hektar, sementara tahun 2013 hanya dikisaran 2,037 hektar, naik 0,93%.
Adapun produktivitas lahan padi di Jatim tahun ini mencapai 59,86 kuintal per hektar, naik 0,71 kuintal atau 1,20% dibanding tahun lalu yang dikisaran 59,15 kuintal per hektar.
“Kenaikan yang signifikan ini terjadi pada periode Januari hingga Agustus atau pada subround I dan subround II," katanya.
Sairi Hasbullah menerangkan, pada subround I, yaitu periode Januari-April produksi padi mengalami kenaikan sebesar 142.350 ton GKG atau 2,33% dan pada subround II periode Mei-Agustus, produksi padi kembali naik sebesar 236.270 ton GKG atau sebesar 6,08%.
Hanya pada subround III periode September-Desember produksi padi mengalami penurunan yang diperkirakan mencapai 120.250 ton GKG atau sebesar 5,88%.
“Beberapa daerah yang mengalami kenaikan produksi padi diantaranya adalah Lamongan, Bojonegoro, Tuban, Madiun dan Tulungagung. Sementara daerah yang mengalami penurunan produksi diantaranya adalah Malang, Sumenep, Situbondo, Ngawi dan Probolinggo,” ujarnya.
Menurut Sairi, dari hasil pertemuan singkronisasi data antara BPS dan Dinas Pertanian se Jatim diketahui bahwa kenaikan padi pada subround I dan II ini karena adanya curah hujan yang tinggi diakhir 2013 dan awal 2014 sehingga petani cenderung tanam padi pada musim tersebut.
Artinya, ada pergeseran tanam palawija ke padi pada masa itu sehingga menyebabkan luas panen tahun ini meningkat. Selain itu, penggunaan agen hayati pengelolaan tanaman terpadu (PTT)untuk mengantisipasi serangan wereng juga diterapkan di daerah Lamongan dan Nganjuk.
Jumlah tersebut mengalami kenaikan sebesar 258.360 ton GKG dibandingkan tahun 2013 yang hanya berkisar 12,05 juta ton GKG. Kondisi ini terlihat dari Angka Ramalan (Aram) II tahun 2014.
Kepala Bidang Produksi Tanaman Pangan, Achmad Nurfalakhi mengatakan, saat ini merupakan musim kemarau, maka fotosintesis menjadi sempurna sehingga produksi padi di tahun ini menjadi lebih bagus.
Selain itu, sinar matahari yang sempurna juga menyebabkan kelembaban tanah di daerah pertanian lebih bagus. Dampak positifnya, serangan Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT) menjadi rendah.
"Tahun lalu, lahan yang puso lebih luas. Selain akibat kekeringan, puso juga disebabkan banyaknya lahan yang kebanjiran dan serangan OPT. Sekarang, lahan puso hanya disebabkan kekeringan saja,” katanya.
Nurfalakhi mengatakan, sebenarnya musim ini sangat bagus bagi petani. Karena, produksi padi, jagung dan kedelai mengalami kenaikan. Hal ini terlihat dari kecilnya lahan yang puso akibat kekeringan. Hingga tanggal 15 Oktober, lahan padi yang mengalami gagal panen akibat kekeringan hanya disisaran 601 hektar dari total 3.874,3 hektar lahan padi yang kekeringan.
Sementara lahan jagung yang mengalami gagal panen mencapai 155 hektar dari total lahan jagung yang kekeringan seluas 489,25 hektar. Bahkan lahan kedelai yang ada menurutnya tidak ada yang mengalami puso, karena pasokan air untuk tanaman komoditas kedelai masih cukup. “Dan tren lebih baik dibanding tahun lalu,” ujar dia.
Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Jatim, Sairi Hasbullah menyatakan, meski Jatim mengalami musim kemarau terpanjang dibanding seluruh daerah di seluruh Indonesia, produksi tanaman pangan, khususnya padi tidak terpengaruh dan bahkan mengalami kenaikan.
Kenaikan produksi ini terjadi karena naiknya luas panen dan produktivitas tanaman padi di Jatim. Berdasarkan pantauan BPS, luas lahan panen padi di Jatim pada tahun ini mencapai 2,058 hektar, sementara tahun 2013 hanya dikisaran 2,037 hektar, naik 0,93%.
Adapun produktivitas lahan padi di Jatim tahun ini mencapai 59,86 kuintal per hektar, naik 0,71 kuintal atau 1,20% dibanding tahun lalu yang dikisaran 59,15 kuintal per hektar.
“Kenaikan yang signifikan ini terjadi pada periode Januari hingga Agustus atau pada subround I dan subround II," katanya.
Sairi Hasbullah menerangkan, pada subround I, yaitu periode Januari-April produksi padi mengalami kenaikan sebesar 142.350 ton GKG atau 2,33% dan pada subround II periode Mei-Agustus, produksi padi kembali naik sebesar 236.270 ton GKG atau sebesar 6,08%.
Hanya pada subround III periode September-Desember produksi padi mengalami penurunan yang diperkirakan mencapai 120.250 ton GKG atau sebesar 5,88%.
“Beberapa daerah yang mengalami kenaikan produksi padi diantaranya adalah Lamongan, Bojonegoro, Tuban, Madiun dan Tulungagung. Sementara daerah yang mengalami penurunan produksi diantaranya adalah Malang, Sumenep, Situbondo, Ngawi dan Probolinggo,” ujarnya.
Menurut Sairi, dari hasil pertemuan singkronisasi data antara BPS dan Dinas Pertanian se Jatim diketahui bahwa kenaikan padi pada subround I dan II ini karena adanya curah hujan yang tinggi diakhir 2013 dan awal 2014 sehingga petani cenderung tanam padi pada musim tersebut.
Artinya, ada pergeseran tanam palawija ke padi pada masa itu sehingga menyebabkan luas panen tahun ini meningkat. Selain itu, penggunaan agen hayati pengelolaan tanaman terpadu (PTT)untuk mengantisipasi serangan wereng juga diterapkan di daerah Lamongan dan Nganjuk.
(gpr)