Trial and Error dalam Kehidupan

Minggu, 09 November 2014 - 11:51 WIB
Trial and Error dalam...
Trial and Error dalam Kehidupan
A A A
Dalam membuat soal ujian, sedapat mungkin saya selalu menyiapkan soal mudah, sulit, dan sangat sulit sekaligus.

Jika mahasiswa hanya mampu menjawab soal yang mudah, nilai yang dia peroleh adalah cukup atau C. Untuk dapat meraih nilai B atau baik, mereka harus menunjukkan kemampuannya dalam menyelesaikan soal dengan tingkat kesulitan sedang. Sementara nilai terbaik akan diberikan kepada mereka yang sukses dalam menjawab soal-soal sangat sulit.

Yang saya maksudkan dengan soal dengan tingkat kesulitan tinggi adalah soal-soal matematika dan keuangan yang memerlukan proses trial and error untuk mendapatkan solusinya. Dengan kata lain, soal hitungan dengan trial and error kerap ada dalam soal-soal ujian matematika keuangan, matematika bisnis, manajemen keuangan, dan manajemen investasi saya.

Mengapa saya menyukai soal-soal trial and error ? Ini alasannya. Pertama, pengalaman saya sewaktu mengikuti program master di Australia tahun 1997-1998, banyak soal dalam mata kuliah capital budgeting dan issues in corporate finance harus diselesaikan dengan metode ini. Karena terbiasa, saya pun mendapatkan nilai terbaik dari sekitar 105 mahasiswa dalam kedua kelas itu.

Sementara mahasiswa-mahasiswa lain yang tidak terbiasa dengan trial and error ini harus puas dengan nilai B atau di Australia dinamakan distinction yaitu antara 75 hingga 84, dan sebagian besar hanya mendapatkan nilai credit (65- 74) atau bahkan sekedar lulus yaitu pass (50-64).

Kedua, proses trial and error ini tidak hanya terjadi dalam dunia keuangan. Dalam kehidupan nyata, kita juga menggunakannya. Apakah itu dalam memilih jurusan untuk bekal profesi kita di masa depan, dalam memilih pekerjaan atau tempat bekerja, dalam memilih rumah atau tempat tinggal, dalam memilih usaha atau bidang usaha yang tepat untuk para pengusaha dan wiraswasta, dan bahkan dalam memilih pasangan hidup.

Memilih Jurusan

Karena sangat menyukai matematika saat SD hingga SMA, saya memilih jurusan Matematika UI. Meskipun sempat memperoleh indeks prestasi yang terbaik sefakultas pada semester awal, di semester 3 dan 4 saya mulai keteteran.

Saya menyukai matematika aplikasi tetapi justru menghadapi matematika murni yang abstrak di jurusan itu. Ini sangat jauh dari harapan saya karena berbeda dengan matematika SMA yang saya gemari dan kuasai dengan nilai di rapor antara 9-10. Saya akhirnya putar haluan dengan ikut tes lagi untuk fakultas ekonomi ketika mengetahui ilmu ekonomi dan keuangan sarat dengan aplikasi matematika.

Ketika memulai semester pertama di FEUI, saya pun memperhatikan ada 17 dari 55 (hampir sepertiga) mahasiswa dalam kelas saya yang sebelumnya pernah kuliah di jurusan atau perguruan tinggi lain. Ada yang dari STAN (paling banyak), UI, ITB, Universitas Padjadjaran, Universitas Sriwijaya, Universitas Sumatera Utara, Universitas Trisakti, dan lainnya.

Bahkan ada yang dua tahun sebelumnya pernah kuliah setahun di Universitas Padjajaran dan setahun di ITB. Sama seperti saya, mereka semua telah melakukan trial and error dalam memilih jurusan dan rela mengorbankan 1-2 tahun untuk mendapatkan jurusan dan perguruan tinggi yang tepat.

Memilih Pekerjaan

Sebagai lulusan jurusan akuntansi, saya memutuskan untuk mencari pengalaman di KAP (kantor akuntan publik). Pertama, saya bekerja di KAP dosen saya yang menawarkan pekerjaan saat saya masih kuliah di semester akhir. Tidak puas bekerja di KAP kecil dengan gaji yang juga kecil, saya pun kemudian bergabung dengan KAP terbesar setelah melewati tes tertulis yang terlalu mudah untuk seorang akuntan UI.

Di sini pun saya tidak bertahan lama karena godaan untuk mencoba karier lain terus muncul. Saya kemudian memutuskan untuk mencoba berkarier di sebuah bank swasta nasional terkemuka dengan mengikuti serangkaian tes psikologi dan wawancara. Mengingat program ini menawarkan fast track untuk menjadi eksekutif perbankan, ada sekitar 2.500 pendaftar yang bersaing untuk memperebutkan 25 kursi. Yang lolos dari semua saringan harus menandatangani kontrak bekerja selama 43 bulan dan siap ganti rugi yang setara dengan gaji selama 25 bulan jika berhenti sebelum itu.

Pada saat yang sama, karena kecintaan saya terhadap dunia pendidikan, seminggu sekali saya juga menjadi asisten dosen di almamater tercinta dengan bayaran hanya Rp5.000 per kali datang di awal tahun 90-an. Lalu datanglah beasiswa ke Amerika Serikat (AS) untuk mengambil master dalam 2-4 semester atau ikut graduate course selama satu semester. Jika tidak bersedia berangkat, saya tidak akan diproses menjadi calon PNS.

Dengan berat hati saya keluar dari bank dan memohon tidak dikenakan denda karena mendapat tugas negara untuk belajar di AS. Kembali dari sana, saya bekerja sebagai treasurer di kantor pusat sebuah grup besar selama beberapa tahun dan kemudian berpindah sebagai manajer akuntansi sebuah perusahaan manufaktur.

Setelah proses trial and error bekerja di enam tempat berbeda, barulah saya melihat dan dapat memutuskan profesi yang paling pas dengan kemampuan dan passion saya yaitu dunia pengajaran sebelum juga merambah dunia penulisan. Tips saya untuk Anda yang muda adalah, pilihlah profesi yang Anda sukai maka Anda akan terbebas dari bekerja seumur hidup.

Selain untuk kedua tujuan di atas, saya juga trial and error dalam menentukan lokasi perumahan untuk ditinggali. Mulai dari yang kecil karena berprinsip asal punya rumah, yang cukup besar dan strategis karena penghasilan mulai meningkat, hingga yang besar dan nyaman serta dekat tempat kerja karena sukses berinvestasi.

Dalam memilih pasangan hidup, saya pun banyak salah dan gagal tetapi terus mencoba sehingga menikah agak terlambat. Kesimpulannya, konsep trial and error itu tidak hanya ada di keuangan dan investasi, tetapi juga dalam banyak kehidupan kita. ●

Budi Frensidy
Staf Pengajar FEUI dan Perencana Keuangan fund-and-fun @BudiFrensidy
(ars)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0559 seconds (0.1#10.140)