Biaya Produksi Industri Naik

Selasa, 11 November 2014 - 11:06 WIB
Biaya Produksi Industri Naik
Biaya Produksi Industri Naik
A A A
JAKARTA - Menteri Perindustrian (Menperin) Saleh Husin mengatakan, kinerja industri nasional tidak akan terganggu dengan kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi.

Sebab selama ini industri menggunakan BBM nonsubsidi sehingga tidak akan terkena dampak langsung dengan rencana kenaikan BBM bersubsidi.

“Saya kira, dengan rencana pemerintah menaikkan harga BBM, industri tidak terlalu terganggu karena selama ini menggunakan BBM industri. Mungkin nanti yang akan sedikit terganggu adalah logistiknya,” ujar Saleh Husin di Jakarta kemarin. Kenaikan harga BBM bersubsidi itu memang akan berdampak pada biaya produksi. Menperin memperkirakan, kenaikan harga BBM bersubsidi akan menambah beban pada biaya produksi.

“Dampak kenaikan BBM, secara keseluruhan tidak sampai 4% terhadap biaya produksi,” katanya. Selain itu, dampak lain kenaikan harga BBM adalah buruh akan meminta penyesuaian gaji. Karena itu, Saleh meminta pemerintah, pengusaha, dan buruh menjalin komunikasi yang baik mengenai kenaikan harga BBM. “Karena, beban ini pada akhirnya akan ditanggung masyarakat berupa kenaikan harga barang,” kata Saleh.

Sementara, Direktur Jenderal Pengembangan Perwilayahan Industri (PPI) Kementerian Perindustrian (Kemenperin) Imam Haryono menjelaskan, kenaikan harga BBM bersubsidi akan memberikan dampak pada industri, pemerintah akan mengupayakan pemberian insentif melalui pembangunan capacity building sehingga industri dapat meningkatkan produktivitas.

Selain itu, pengalihan subsidi BBM juga akan menyasar pada sektor-sektor produktif. Diharapkan, pengalihan tersebut dapat membantu industri dalam mengurangi biaya logistik karena adanya perbaikan dan pembangunan infrastruktur, berkurangnya tingkat kongesti, dan dwiling time di pelabuhan dan lain-lain. “Itu akan bisa mengefisienkan. Kalau itu bisa diperbaiki, kan sudah ada penghematan. Karena industri ini kan sudah berjasa memberikan pemasukan pada negara. Sekali kena dampak, maka harus diatasi dengan cepat,” tandas Imam.

Sebelumnya pengamat ekonomi dari Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Eni Sri Hartati menganggap kenaikan harga BBM tak tepat dilakukan saat ini. Sebab, data yang dirilis Badan Pusat Statistik (BPS) menggambarkan kondisi perekonomian masih lesu. “Pemerintah harus mengalkulasikan data itu secara matang,” ujarnya.

Hingga triwulan III/2014 tingkat pertumbuhan ekonomi nasional belum mampu menembus angka 5%. Lambannya aktivitas perekonomian disebabkan oleh kenaikan suku bunga, bahan bakar gas, dan tarif dasar listrik. Akibatnya, konsumsi masyarakat masih terfokus pada kebutuhan primer, khususnya pangan. Penurunan daya beli masyarakat juga berakibat pada lesunya aktivitas para pelaku bisnis.

Gambaran yang paling tegas terlihat pada kondisi industri tekstil. Menurut data BPS, kata Eni, pola konsumsi masyarakat cenderung mengalami penurunan. “Dalam enam bulan terakhir tidak ada barang yang keluar dari gudang. Ini menunjukkan daya beli masyarakat anjlok,” ujarnya.

Oktiani endarwati
(ars)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 1.0571 seconds (0.1#10.140)