KSPMI: Calon Dirut Pertamina Jangan Hanya Bicara Keuntungan
A
A
A
JAKARTA - Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Migas Indonesia (KSPMI) Faisal Yusra meminta, calon dirut PT Pertamina (Persero) tidak diisi orang yang hanya berbicara divestasi dan keuntungan bisnis semata.
Hal ini dikatakan menanggapi tujuh nama calon orang nomor satu di BUMN minyak dan gas (migas) tersebut, yang notabenenya bukan berasal dari industri migas.
"Kan kita berbicara kriteria, padahal di situ ada yang lain. Saya tidak punya alasan khusus ke Pak Rinaldi (mantan dirut Telkom). Tapi tujuh orang itu tidak pas," katanya saat dihubungi Sindonews, Jumat (14/11/2014).
Menurutnya, orang-orang yang berkecimpung dalam finance dan berbicara kemampuan divestasi, tidak pas. Karena tidak berbasis ke sektor migas.
Dia mengatakan, persoalan yang ada di tubuh perusahaan pelat merah tersebut sangat besar. Seperti peningkatan cadangan minyak, lifting minyak mentah yang menjadi masalah krusial.
Sebab itu, calon Dirut Pertamina seyogyanya harus yang memahami aspek perminyakan. Selain itu, Pertamina sebagai perusahaan migas nasional harus menjadi semakin besar dan bukan justru unbundling (terpisah-pisah).
Dia mencontohkan, Exxon Corporation yang semakin besar semenjak bergabung dengan Mobil Corporation.
"Pertamina itu di dalam pengelolaan migas ada istilah perusahan migas di dunia semakin besar semakin baik. Pertamina juga harus besar, Pertamina sekarang malah jadi unbundling," katanya.
Sebab itu, pihaknya selalu memberikan warning kepada pemerintah, jangan ada pemimpin Pertamina yang sangat paham melakukan divestasi.
Faisal mengatakan, sebelum menentukan calon pengganti Karen Agustiawan, pemerintah seharusnya juga meminta masukan dari pekerja migas mengenai kriteria yang cocok menduduki kursi orang nomor satu di perusahaan pelat merah tersebut.
"Pemerintah dalam hal ini Kementerian BUMN, sebelum nama-nama itu muncul, harus menjadikan masukan pekerja migas sebagai other opinion. Karena dalam bicara mengenai itu, kita akan lihat visinya terhadap neraca migas yang rusak. Itu harus tahu," pungkas dia.
Hal ini dikatakan menanggapi tujuh nama calon orang nomor satu di BUMN minyak dan gas (migas) tersebut, yang notabenenya bukan berasal dari industri migas.
"Kan kita berbicara kriteria, padahal di situ ada yang lain. Saya tidak punya alasan khusus ke Pak Rinaldi (mantan dirut Telkom). Tapi tujuh orang itu tidak pas," katanya saat dihubungi Sindonews, Jumat (14/11/2014).
Menurutnya, orang-orang yang berkecimpung dalam finance dan berbicara kemampuan divestasi, tidak pas. Karena tidak berbasis ke sektor migas.
Dia mengatakan, persoalan yang ada di tubuh perusahaan pelat merah tersebut sangat besar. Seperti peningkatan cadangan minyak, lifting minyak mentah yang menjadi masalah krusial.
Sebab itu, calon Dirut Pertamina seyogyanya harus yang memahami aspek perminyakan. Selain itu, Pertamina sebagai perusahaan migas nasional harus menjadi semakin besar dan bukan justru unbundling (terpisah-pisah).
Dia mencontohkan, Exxon Corporation yang semakin besar semenjak bergabung dengan Mobil Corporation.
"Pertamina itu di dalam pengelolaan migas ada istilah perusahan migas di dunia semakin besar semakin baik. Pertamina juga harus besar, Pertamina sekarang malah jadi unbundling," katanya.
Sebab itu, pihaknya selalu memberikan warning kepada pemerintah, jangan ada pemimpin Pertamina yang sangat paham melakukan divestasi.
Faisal mengatakan, sebelum menentukan calon pengganti Karen Agustiawan, pemerintah seharusnya juga meminta masukan dari pekerja migas mengenai kriteria yang cocok menduduki kursi orang nomor satu di perusahaan pelat merah tersebut.
"Pemerintah dalam hal ini Kementerian BUMN, sebelum nama-nama itu muncul, harus menjadikan masukan pekerja migas sebagai other opinion. Karena dalam bicara mengenai itu, kita akan lihat visinya terhadap neraca migas yang rusak. Itu harus tahu," pungkas dia.
(izz)