Pertanyaan Terpenting: Kenapa Bisa Sakit?
A
A
A
Menjadi dokter sudah menjadi obsesi Yen sejak kecil. Setelah lulus program Profesi Kedokteran Negara Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) pada 1991, dia pun menekuni karier sebagai dokter.
Di awal karier, Yen mengaku tidak punya konsep dalam menangani berbagai keluhan pasien. Lama-lama, Yen teringat pada salah satu keteladanan sang ayah, almarhum Tan Tjiauw Liat, dr, yang gigih membela kebenaran ilmu. Menurut Yen, ayahnya tidak suka melihat masuknya kepentingan lain dalam bidang kesehatan selain kepentingan pasien itu sendiri.
“Saya melihat kenyataan bahwa terkadang masalah kesehatan dijadikan lahan ekonomi dan politik. Itu sangat menjengkelkan,” kata penulis buku Sehat Sejati yang Kodratiini. Yen pun mulai melakukan perubahan dengan fokus kepada persoalan promotif, preventif, dan penyebab seseorang bisa terjangkit penyakit. Selama ini, kata dia, kita selalu mencari “bagaimana caranya” menurunkan tensi, gula, kolesterol, atau mengencerkan darah.
Padahal, pertanyaan terpenting adalah kenapa bisa sakit. “Saya ngeberesin kenapanya itu,” tegas ibu dari Marielle Ancilla Domini ini. Yen menekankan, profesi sebagai dokter harus selalu berorientasi pada pasien. Pasien yang harus diberdayakan untuk mengembalikan kesehatan tubuhnya sendiri.
Dia mengaku prihatin ada beberapa dokter yang dalam praktik melayani pasien seharihari juga memasukkan orientasi bisnis lantaran ada kerja sama dengan pengusaha farmasi. Definisi dokter yang berasal dari bahasa latin, docere, lanjut Yen, bermakna to point out, to teach. Maka dari itu, Yen tak mau sekadar mengobati.
Dia ingin menunjukkan dan mendidik pasien untuk mulai menerapkan pola makan dan gaya hidup sehat. Fakta membuktikan bahwa non communicable diseases seperti diabetes dan berbagai masalah kardiovaskuler disebabkan pola makan dan gaya hidup tidak sehat.
“Dokter itu multitasker, tidak boleh sembarangan dalam mengobati pasien tapi harus mendidik agar orang tersebut memperoleh kembali kemampuan untuk menjaga kesehatan tubuh holistiknya,” ujar perempuan kelahiran Beijing, 17 September 1964 ini.
Dengan visi itulah Yen sangat bergairah melakoni perannya sebagai dokter. Melihat kesehatan para pasiennya maju pesat sesuai harapan mereka adalah kebanggaan bagi Yen. Baginya, mencegah orang dari celaka merupakan bentuk jihad.
“Saya mendidik pasien untuk memperbaiki yang tadinya asupan kecanduan menjadi asupan kebutuhan. Kita sama-sama mengubah cara pandang terhadap stres,” pungkasnya.
Ema malini
Di awal karier, Yen mengaku tidak punya konsep dalam menangani berbagai keluhan pasien. Lama-lama, Yen teringat pada salah satu keteladanan sang ayah, almarhum Tan Tjiauw Liat, dr, yang gigih membela kebenaran ilmu. Menurut Yen, ayahnya tidak suka melihat masuknya kepentingan lain dalam bidang kesehatan selain kepentingan pasien itu sendiri.
“Saya melihat kenyataan bahwa terkadang masalah kesehatan dijadikan lahan ekonomi dan politik. Itu sangat menjengkelkan,” kata penulis buku Sehat Sejati yang Kodratiini. Yen pun mulai melakukan perubahan dengan fokus kepada persoalan promotif, preventif, dan penyebab seseorang bisa terjangkit penyakit. Selama ini, kata dia, kita selalu mencari “bagaimana caranya” menurunkan tensi, gula, kolesterol, atau mengencerkan darah.
Padahal, pertanyaan terpenting adalah kenapa bisa sakit. “Saya ngeberesin kenapanya itu,” tegas ibu dari Marielle Ancilla Domini ini. Yen menekankan, profesi sebagai dokter harus selalu berorientasi pada pasien. Pasien yang harus diberdayakan untuk mengembalikan kesehatan tubuhnya sendiri.
Dia mengaku prihatin ada beberapa dokter yang dalam praktik melayani pasien seharihari juga memasukkan orientasi bisnis lantaran ada kerja sama dengan pengusaha farmasi. Definisi dokter yang berasal dari bahasa latin, docere, lanjut Yen, bermakna to point out, to teach. Maka dari itu, Yen tak mau sekadar mengobati.
Dia ingin menunjukkan dan mendidik pasien untuk mulai menerapkan pola makan dan gaya hidup sehat. Fakta membuktikan bahwa non communicable diseases seperti diabetes dan berbagai masalah kardiovaskuler disebabkan pola makan dan gaya hidup tidak sehat.
“Dokter itu multitasker, tidak boleh sembarangan dalam mengobati pasien tapi harus mendidik agar orang tersebut memperoleh kembali kemampuan untuk menjaga kesehatan tubuh holistiknya,” ujar perempuan kelahiran Beijing, 17 September 1964 ini.
Dengan visi itulah Yen sangat bergairah melakoni perannya sebagai dokter. Melihat kesehatan para pasiennya maju pesat sesuai harapan mereka adalah kebanggaan bagi Yen. Baginya, mencegah orang dari celaka merupakan bentuk jihad.
“Saya mendidik pasien untuk memperbaiki yang tadinya asupan kecanduan menjadi asupan kebutuhan. Kita sama-sama mengubah cara pandang terhadap stres,” pungkasnya.
Ema malini
(ars)