Biaya 'Kerohiman' Penyebab Mangkraknya Waduk Jatigede
A
A
A
JAKARTA - Menteri Koordinator (Menko) bidang Perekonomian Sofyan Djalil mengungkapkan, mangkraknya proyek pembangunan Waduk Jatigede yang telah dilakukan sejak jaman Presiden Soekarno, lantaran belum siapnya biaya 'kerohiman' atau kompensasi untuk masyarakat yang terelokasi dari tempat tinggalnya.
Seperti diketahui, pembangunan Waduk Jatigede yang menjadi waduk terbesar nomor dua di Indonesia ini mangkrak lantaran pembebasan lahan yang tidak juga rampung.
"Yang jelas belum siap secara teknis, pembebasan tanah kan biasanya begitu di Indonesia. Bangunnya lama, kemudian setelah jadi waduknya, harus dipindahkan masyarakat lagi. Jadi ini lebih sejenis ya pembayaran uang kerohiman," ucap dia di Gedung Kemenko Perekonomian, Jakarta, Kamis (20/11/2014).
Sementara itu, Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan menyebutkan, dana kompensasi tersebut dibagi menjadi dua kelompok. Kelompok pertama, pemegang KK yang pembebasan lahannya berdasarkan Permendagri Nomor 15 tahun 1975, dengan total 4.514 KK .
"Mereka dapat penggantian Rp108,19 juta per KK. Mudah-mudahan cukup besar bisa membuat mereka pindah dan dapet rumah kembali. Kita akan kawal mereka sampai dapat rumah kembali," tandasnya
Sementara penduduk sisanya, lanjut dia, sebanyak 6.965 KK yang melalui pembebasan lahan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 36 tahun 2005 dan Kepres 55 Tahun 1993 dan mendapatkan Rp29,3 juta per KK.
(Baca: Ferry: Warga Pilih Uang Tunai, Ketimbang Rumah)
Seperti diketahui, pembangunan Waduk Jatigede yang menjadi waduk terbesar nomor dua di Indonesia ini mangkrak lantaran pembebasan lahan yang tidak juga rampung.
"Yang jelas belum siap secara teknis, pembebasan tanah kan biasanya begitu di Indonesia. Bangunnya lama, kemudian setelah jadi waduknya, harus dipindahkan masyarakat lagi. Jadi ini lebih sejenis ya pembayaran uang kerohiman," ucap dia di Gedung Kemenko Perekonomian, Jakarta, Kamis (20/11/2014).
Sementara itu, Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan menyebutkan, dana kompensasi tersebut dibagi menjadi dua kelompok. Kelompok pertama, pemegang KK yang pembebasan lahannya berdasarkan Permendagri Nomor 15 tahun 1975, dengan total 4.514 KK .
"Mereka dapat penggantian Rp108,19 juta per KK. Mudah-mudahan cukup besar bisa membuat mereka pindah dan dapet rumah kembali. Kita akan kawal mereka sampai dapat rumah kembali," tandasnya
Sementara penduduk sisanya, lanjut dia, sebanyak 6.965 KK yang melalui pembebasan lahan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 36 tahun 2005 dan Kepres 55 Tahun 1993 dan mendapatkan Rp29,3 juta per KK.
(Baca: Ferry: Warga Pilih Uang Tunai, Ketimbang Rumah)
(gpr)