Kadin Kritisi Lemahnya Pengelolaan Fiskal

Senin, 24 November 2014 - 13:29 WIB
Kadin Kritisi Lemahnya...
Kadin Kritisi Lemahnya Pengelolaan Fiskal
A A A
JAKARTA - Kalangan pengusaha mengkritisi lemahnya pengelolaan fiskal dalam mendorong pembangunan. Hal itu dapat dilihat dari sempitnya ruang fiskal, terutama akibat besarnya subsidi bahan bakar minyak (BBM).

Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Suryo Bambang Sulisto mengatakan, melihat kondisi seperti itu, dunia usaha perlu melakukan perubahan paradigma dalam mengembangkan usaha.

“Selama ini ruang fiskal yang sempit kita kaitkan dengan besarnya subsidi BBM. Bukan itu saja, di balik itu utang Indonesia dengan luar negeri juga sangat memprihatinkan,” ujar Suryo saat Rapat Kerja Nasional (Rakernas) Kadin Bidang Kebijakan Moneter, Fiskal, dan Publik, di Jakarta pekan lalu.

Dia menambahkan, sampai Agustus 2014 utang swasta mencapai sekitar Rp3.540 triliun, atau setara dengan USD290,4 miliar. Sementara, kemampuan negara dalam membayar utang dari tahun ke tahun terus menurun. Debt to service ratio saat ini mencapai lebih dari 40%.

Di bagian lain, utang pemerintah sampai dengan September 2014 mencapai Rp2.602 triliun atau 25% dari produk domestik bruto (PDB). Suryo mengatakan, meski jumlah utang ini masih dianggap aman karena di bawah batas 60% dari PDB, pembayaran cicilan dan bunga sudah cukup membebani APBN.

Menurut dia, dengan beban pembayaran utang dan beban subsidi BBM yang demikian besar, maka APBN hanya cukup untuk belanja rutin. Tahun ini alokasi untuk subsidi BBM pada APBNP 2014 mencapai Rp246,5 triliun, meningkat menjadi Rp276,01 triliun sebagaimana ditetapkan pada APBN 2015.

“Dengan penerimaan pajak yang kurang dari 70%, maka kemampuan negara untuk melakukan pembangunan memang sangat lemah,” ujar dia. Menurutnya, masalah fiskal lain adalah penerimaan pajak yang terus menurun. Dia memperkirakan, tahun ini kemungkinan target pajak sebesar Rp1.200 triliun tidak akan tercapai. Pasalnya, hingga September 2014 penerimaan pajak baru terealisasi Rp683 triliun.

Suryo menambahkan, demi menghadapi iklim perekonomian yang sulit di masa depan, dunia usaha perlu menempatkan diri pada posisi proaktif bekerja bersama pemerintah. Hal ini dikarenakan dunia usaha memiliki perspektifter sendiri dalam memahami permasalahan ekonomi, baik sebagai sarana untuk menciptakan kemakmuran maupun sebagai instrumen pertumbuhan.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Sofyan Djalil menambahkan, ke depan dunia usaha akan cukup dominan karena akan menjadi pendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia. “Kita akan bereskan regulasi, keluhan struktural sektor riil. Dunia usaha menjadi sangat penting, ini harus diawasi. Dengan begitu, investor asing akan tertarik,” ungkap Sofyan.

Sofyan sepakat, kondisi fiskal dalam negeri harus diperbaiki. Hal ini sudah diperlihatkan oleh pemerintah yang serius dalam menata fiskal negara. Salah satunya dengan menaikkan harga BBM pada 18 November 2014 lalu. “BBM sudah dinaikkan, sekarang tinggal aksi atau kebijakan lainnya. Dan, dana penghematan kenaikan harga BBM akan digunakan untuk sektor produktif,” ungkap dia.

Kunthi Fahmar Sandy
(ftr)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0602 seconds (0.1#10.140)