BBM Naik, Industri Kertas Menjerit
A
A
A
SURABAYA - Kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) membuat industri kertas menjerit. Mereka mencoba bertahan dengan melakukan efisiensi biaya operasional produksi untuk tetap bertahan hidup.
Fakta ini dialami PT Suparma Tbk, sebagai pelaku industri sangat terpukul dengan kenaikan BBM yang mencapai 23%. Kenaikan ini sangat berpengaruh terhadap biaya transportasi, karena perusahaan kertas ini mengandalkan BBM untuk transportasi pemasaran dan penjualan tissu di daerah-daerah.
“Taktiknya kita efisien dioperasional produksi. Ini untuk mengantisipasi kenaikan BBM yang dilakukan pemerintah,” kata Direktur Independen PT Suparma Tbk, Hendro Luhur dalam paparan publik PT Suparma Tbk, Rabu (26/11/2014).
Hendro mengatakan, dari hasil analisa yang dilakukan, kenaikan BBM memiliki potensi untuk mengerek harga jual produksi kertas. “Meski pasar kita 40% itu di Jawa Timur (Jatim), namun imbas kenaikan BBM sangat terasa, terutama dalam distribusi pemasaran,” jelasnya.
Namun, hingga saat ini pihaknya belum bisa memastikan berapa besar imbas kenaikan BBM terhadap transportasi produk. Menurut dia, kenaikan ini akan diketahui secara pasti pada tutup buku akhir November ini. Namun mengacu pada kenaikan BBM tahun lalu, impact-nya cukup besar, bisa naik sekitar 15-20%.
Meski biaya transportasi pemasaran naik, namun Hendro belum bisa memastikan apakah produk kertas, tisu dan laminating yang diproduksi PT Suparma akan naik tinggi. Perseroan terpaksa melakukan efesiensi di berbagai bidang lebih dulu untuk menghindari kenaikan harga produk. Apalagi saat ini perseroan tertolong oleh harga bahan baku utama dan penolong yang relatif masih stabil. Sebab, kenaikan bahan baku lebih dikarenakan suplai dan demand, bukan kenaikan BBM semata.
“Sampai saat ini kenaikan harga jual belum berubah, meski BBM naik, kita akan evaluasi ke depannya," terangnya.
Hendro menambahkan, saat ini market share PT Suparma relatif kecil dibandingkan produsen kertas tanah air lainnya, dari kapasitas produksi pabrik kertas nasional sebesar 12 juta metrik ton (MT), Suparma baru memproduksi 200 ribu MT saja.
Dengan market yang kecil, perseroan memilih strategi bermain di pasar yang belum banyak digarap produsen-produsen kertas besar. Perseroan juga lebih menyasar pasar modern market, supermarket spesialis dengan pengunjuang Korea dan Jepang, hotel dan restoran, dan juga rumah sakit.
"Pasar ini sepertinya belum banyak digarap produsen kertas besar. Kita akan fokus pada pasar-pasar ini," tuturnya.
Tahun ini penjualan bersih perseroan hingga September 2014 telah mencapai Rp 1.115,6 miliar atau telah mencapai 74% dari target penjualan produk tahun ini yang mencapai Rp1.508 miliar. Dari sisi kuantitas produksi yang dipasarkan, mengalami kenaikan 1,5% dari semula 138.961 MT menjadi 141.009 MT, atau setara 73,2% dari target pemasaran tahun ini sebesar 192.700 MT .
Menurut Hendro, Pertumbuhan penjualan tersebut disebabkan oleh kenaikan harga jual rata-rata produk kertas dan kuantitas penjualan produk kertas masing-masing sebesar 8,1% dan 1,5%. “Kita yakin target akan tercapai, bahkan melebihi pasar kertas masih menjanjikan,” ungkap dia.
Perseroan juga mampu memproduksi sebesar 135.582 MT atau mencapai 73,8% dari target produksi tahun ini sebesar 183.700MT dengan tingkat utilitas sebesar 98,4%. Dengan utilitas yang hampir memasuki 100% itu, perseroan memandang pengadaan mesin produksi sangat mendesak, agar bisa terus kompetitif di pasar kertas tanah air.
"Kita sudah anggarkan pengadaan Paper machine No.9 diperkirakan pada triwulan II bisa berproduksi komersial sebesar 80%," tuturnya.
Direktur PT Suparma Tbk M B Lanniwati mengatakan, pihaknya akan memperbesar produksi kertas. Hal ini bertujuan untuk melayani segmen-segmen hotel yang menjadi bidikan. Menurut dia, segmen ini memiliki peluang yang sangat besar.
“Harga yang kami twarkan juga lebih murah dengan kualitas tinggi, makanya kami serius menambah kapasitas produksi dengan membeli mesin kembali,” jelas dia.
Fakta ini dialami PT Suparma Tbk, sebagai pelaku industri sangat terpukul dengan kenaikan BBM yang mencapai 23%. Kenaikan ini sangat berpengaruh terhadap biaya transportasi, karena perusahaan kertas ini mengandalkan BBM untuk transportasi pemasaran dan penjualan tissu di daerah-daerah.
“Taktiknya kita efisien dioperasional produksi. Ini untuk mengantisipasi kenaikan BBM yang dilakukan pemerintah,” kata Direktur Independen PT Suparma Tbk, Hendro Luhur dalam paparan publik PT Suparma Tbk, Rabu (26/11/2014).
Hendro mengatakan, dari hasil analisa yang dilakukan, kenaikan BBM memiliki potensi untuk mengerek harga jual produksi kertas. “Meski pasar kita 40% itu di Jawa Timur (Jatim), namun imbas kenaikan BBM sangat terasa, terutama dalam distribusi pemasaran,” jelasnya.
Namun, hingga saat ini pihaknya belum bisa memastikan berapa besar imbas kenaikan BBM terhadap transportasi produk. Menurut dia, kenaikan ini akan diketahui secara pasti pada tutup buku akhir November ini. Namun mengacu pada kenaikan BBM tahun lalu, impact-nya cukup besar, bisa naik sekitar 15-20%.
Meski biaya transportasi pemasaran naik, namun Hendro belum bisa memastikan apakah produk kertas, tisu dan laminating yang diproduksi PT Suparma akan naik tinggi. Perseroan terpaksa melakukan efesiensi di berbagai bidang lebih dulu untuk menghindari kenaikan harga produk. Apalagi saat ini perseroan tertolong oleh harga bahan baku utama dan penolong yang relatif masih stabil. Sebab, kenaikan bahan baku lebih dikarenakan suplai dan demand, bukan kenaikan BBM semata.
“Sampai saat ini kenaikan harga jual belum berubah, meski BBM naik, kita akan evaluasi ke depannya," terangnya.
Hendro menambahkan, saat ini market share PT Suparma relatif kecil dibandingkan produsen kertas tanah air lainnya, dari kapasitas produksi pabrik kertas nasional sebesar 12 juta metrik ton (MT), Suparma baru memproduksi 200 ribu MT saja.
Dengan market yang kecil, perseroan memilih strategi bermain di pasar yang belum banyak digarap produsen-produsen kertas besar. Perseroan juga lebih menyasar pasar modern market, supermarket spesialis dengan pengunjuang Korea dan Jepang, hotel dan restoran, dan juga rumah sakit.
"Pasar ini sepertinya belum banyak digarap produsen kertas besar. Kita akan fokus pada pasar-pasar ini," tuturnya.
Tahun ini penjualan bersih perseroan hingga September 2014 telah mencapai Rp 1.115,6 miliar atau telah mencapai 74% dari target penjualan produk tahun ini yang mencapai Rp1.508 miliar. Dari sisi kuantitas produksi yang dipasarkan, mengalami kenaikan 1,5% dari semula 138.961 MT menjadi 141.009 MT, atau setara 73,2% dari target pemasaran tahun ini sebesar 192.700 MT .
Menurut Hendro, Pertumbuhan penjualan tersebut disebabkan oleh kenaikan harga jual rata-rata produk kertas dan kuantitas penjualan produk kertas masing-masing sebesar 8,1% dan 1,5%. “Kita yakin target akan tercapai, bahkan melebihi pasar kertas masih menjanjikan,” ungkap dia.
Perseroan juga mampu memproduksi sebesar 135.582 MT atau mencapai 73,8% dari target produksi tahun ini sebesar 183.700MT dengan tingkat utilitas sebesar 98,4%. Dengan utilitas yang hampir memasuki 100% itu, perseroan memandang pengadaan mesin produksi sangat mendesak, agar bisa terus kompetitif di pasar kertas tanah air.
"Kita sudah anggarkan pengadaan Paper machine No.9 diperkirakan pada triwulan II bisa berproduksi komersial sebesar 80%," tuturnya.
Direktur PT Suparma Tbk M B Lanniwati mengatakan, pihaknya akan memperbesar produksi kertas. Hal ini bertujuan untuk melayani segmen-segmen hotel yang menjadi bidikan. Menurut dia, segmen ini memiliki peluang yang sangat besar.
“Harga yang kami twarkan juga lebih murah dengan kualitas tinggi, makanya kami serius menambah kapasitas produksi dengan membeli mesin kembali,” jelas dia.
(gpr)