Indonesia Genjot Produk Rempah Unggulan

Sabtu, 29 November 2014 - 07:30 WIB
Indonesia Genjot Produk...
Indonesia Genjot Produk Rempah Unggulan
A A A
BANDUNG - Dalam rangka mengembalikan kejayaan rempah Indonesia di mata dunia, Kementerian Pertanian (Kementan) dan Dewan Rempah Indonesia terus menggenjot beberapa jenis rempah unggulan.

Setidaknya, ada tiga jenis rempah yang diandalkan yakni pala, lada, dan panili.

‪Direktur Jenderal Perkebunan Kementan Gamal Nasir mengatakan, pengembangan tiga komoditas tersebut akan dilakukan dengan strategi peningkatan skala ekonomi budidaya, penerapan teknologi, standar mutu, dan penguatan industri pengolahan.‬

"Indonesia sudah dikenal sebagai surganya rempah-rempah sejak zaman penjajahan. Banyak negara penjajah memperebutkan Indonesia karena kekayaan rempahnya," ujar dia di sela Pertemuan Rempah Nasional 2014 di Hotel Horizon Kota Bandung, Jumat (28/11/2014).

Namun, dia menyebutkan, beberapa periode terakhir ini produksi rempah-rempah di Indonesia makin menurun. Hingga 2013, luas tanam rempah-rempah di Indonesia mencapai 943.720 hektare dengan produksi total 310.609 ton.

"Jumlah itu meliputi komoditas cengkeh, lada, pala, kayu manis dan panili yang dibudidayakan oleh 1,78 juta KK petani," tuturnya.‬

Lebih lanjut dia menuturkan, ‪ada berbagai permasalahan yang menjadi kendala utama dalam produksi rempah saat ini. Di antaranya, keterbatasan bibit unggul, sarana produksi dan teknologi yang belum memadai, tata niaga yang belum efisien dan beberapa kendala lain.

"Akibatnya, kualitas dan kuantitas produksi rempah Indonesia menurun hingga 40%-60% dari kualitas standar yang diakui pasar dunia," kata dia.

Ketua Umum Dewan Rempah Indonesia Adi Sasono menegaskan, seluruh stakeholder sektor rempah-rempah perlu melakukan langkah perbaikan nyata mulai sekarang. Jika tidak, posisi Indonesia di sektor ini akan semakin terpuruk.

"Era Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015 sudah di depan mata, kita perlu berbenah menghadapi persaingan yang lebih terbuka. Produsen rempah yang menjadi pesaing terkuat di ASEAN adalah Vietnam," terangnya.

Dia menyebutkan, ada empat hal yang harus dikejar dari Vietnam dalam sistem produksi rempah yaitu skala ekonomi, penerapan teknologi, standar mutu dan pengolahan.‬

Saat ini, produksi rempah Indonesia saat ini masih didominasi petani rakyat berskala kecil.

"Karenanya hasil penelitian dan teknologi sulit masuk ke sasaran. Pembentukan klaster dan penguatan lembaga petani menjadi kunci untuk mengatasi masalah tersebut," kata Adi.

Dia mengatakan, rempah Indonesia juga saat ini masih belum bisa menerapkan standar internasional yang berlaku di pasar dunia. Kendalanya, standardisasi internasional membutuhkan biaya cukup mahal dan sulit dijangkau petani kecil.

"Harus ada insentif yang diberikan pemerintah terkait sertifikasi ini. Bisa dengan membuat aturan terkait pembuatan sertifikasi yang lebih terjangkau," katanya.‬

‪Dia mengakui, masalah klasik seperti komoditas pertanian lain, rempah Indonesia sebagian besar masih dijual dalam kondisi mentah. Padahal, jika diolah menjadi produk tertentu bisa memiliki nilai ekonomis yang lebih tinggi dan lebih tahan terhadap kerusakan selama transportasi.‬

‪"Saat ini kami sudah mulai membina dan melatih petani di berbagai daerah untuk menerapakan standar mutu dan pengolahan hasil panen. Seperti halnya di Maluku. Di sana ribuan petani kami latih dan program serupa terus dilakukan di daerah lain," tuturnya.

Pihaknya berharap ada dukungan dari pemerintah soal standar mutu dan penguatan sektor hilir dengan memperbanyak industri pengolahan rempah.
(izz)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0499 seconds (0.1#10.140)