Ini Cara Agar Tenaga Kerja Terserap Sesuai Jurusan
A
A
A
JAKARTA - Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia bidang Tenaga Kerja Benny Soetrisno mengungkapkan, perlu adanya rasio sektoral dalam memenuhi rencana kebutuhan ketenagakerjaan sesuai dengan jurusan.
"Perlu ada rasio per sektor tenaga kerja terhadap jumlah penduduk, misalnya dokter berapa, polisi berapa, sehingga yang kurang bisa disiapkan. Jangan nantinya perguruan tinggi pertanian, kerjanya di bank, tidak sesuai jurusan," ujarnya dalam seminar Kadin bertajuk "Percepatan Pemetaan, Perencanaan dan Pengembangan Ketenagerkajaan Indonesia" di Jakarta, Selasa (2/12/2014).
Selain itu, perlu sinkronisasi antar lembaga pendidikan, pengatur kerja serta pencetak tenaga kerja, mengingat pemerataan angkatan kerja, khususnya lulusan SMA.
"Kuncinya menyesuaikan spesifikasi kebutuhan tenaga kerja perusahaan terhadap lulusan sekolah atau perguruan tinggi. Kalau pendidikan tinggi agak mudah menyesuaikan tetapi pendidikan menengah agak susah," katanya.
Untuk diketahui, data biro pusat Statistik (BPS) 2014 menunjukkan bahwa dari jumlah angkatan kerja sebanyak 118,17 juta, sekitar 70,7 pekerja (60%) bekerja di sektor informal, dengan konsentrasi terbesar di sektor pertanian (34,36%) dan pendidikan mayoritas Sekolah Dasar (SD) sebesar 45,83%.
"Belum lagi masalah sertifikasi yang akan menjadi tantangan dalam masyarakat ekonomi Asean mendatang, setidaknya industri bisa menerapkan non-tariff barries untuk mengatasi gap skill tenaga kerja ini, melalui kewajiban penggunaan bahasa lokal misalnya," pungkasnya.
"Perlu ada rasio per sektor tenaga kerja terhadap jumlah penduduk, misalnya dokter berapa, polisi berapa, sehingga yang kurang bisa disiapkan. Jangan nantinya perguruan tinggi pertanian, kerjanya di bank, tidak sesuai jurusan," ujarnya dalam seminar Kadin bertajuk "Percepatan Pemetaan, Perencanaan dan Pengembangan Ketenagerkajaan Indonesia" di Jakarta, Selasa (2/12/2014).
Selain itu, perlu sinkronisasi antar lembaga pendidikan, pengatur kerja serta pencetak tenaga kerja, mengingat pemerataan angkatan kerja, khususnya lulusan SMA.
"Kuncinya menyesuaikan spesifikasi kebutuhan tenaga kerja perusahaan terhadap lulusan sekolah atau perguruan tinggi. Kalau pendidikan tinggi agak mudah menyesuaikan tetapi pendidikan menengah agak susah," katanya.
Untuk diketahui, data biro pusat Statistik (BPS) 2014 menunjukkan bahwa dari jumlah angkatan kerja sebanyak 118,17 juta, sekitar 70,7 pekerja (60%) bekerja di sektor informal, dengan konsentrasi terbesar di sektor pertanian (34,36%) dan pendidikan mayoritas Sekolah Dasar (SD) sebesar 45,83%.
"Belum lagi masalah sertifikasi yang akan menjadi tantangan dalam masyarakat ekonomi Asean mendatang, setidaknya industri bisa menerapkan non-tariff barries untuk mengatasi gap skill tenaga kerja ini, melalui kewajiban penggunaan bahasa lokal misalnya," pungkasnya.
(rna)