Penerbit Berharap Regulasi Ketat Terkait E-Book Ilegal

Kamis, 04 Desember 2014 - 19:31 WIB
Penerbit Berharap Regulasi Ketat Terkait E-Book Ilegal
Penerbit Berharap Regulasi Ketat Terkait E-Book Ilegal
A A A
BANDUNG - Maraknya aksi penerbitan buku elektronik (e-book) ilegal sangat meresahkan dan mengancam bisnis penerbitan. Belum lagi ditambah regulasi yang melindungi penerbit dan penulis masih terbilang minim.

Ketua Ikatan Penerbit Indonesia (Ikapi) Jawa Barat Anwarudin mengatakan, meskipun merasa diresahkan oleh keberadaan e-book ilegal, pihaknya mengapresiasi motivasi para penulis untuk menetaskan berbagai karyanya dalam bentuk buku.

"Para penulis masih bersemangat untuk berkarya meskipun tetap saja keberadaan e-book ilegal mengancam bisnis penerbitan," katanya kepada wartawan, Kamis (4/12/2014).

Menurutnya, kultur masyarakat Indonesia masih lebih menyukai buku versi cetak dibandingkan versi digital. Berbeda dengan kondisi di luar negeri seperti Amerika dan Inggris.

"Dengan kultur masyarakat Indonesia seperti itu, usia buku cetak diperkirakan masih akan sangat panjang. Dan ini sebuah angin segar dari satu sisi," sambungnya.

Lebih lanjut dia mengatakan, pihaknya berharap pemerintah tidak setengah hati dalam mengeluarkan kebijakan penggunaan e-book (legal) mengingat perkembangan zaman yang serba menggunakan IT.

"Pemerintah masih mengarahkan pembuatan buku literatur pendidikan kepada buku fisik. Hal ini jadi keuntungan tersendiri bagi industri penerbitan dan percetakan," katanya.

Dia menyebutkan, selama ini pembuatan buku fisik terutama literatur pendidikan menjadi denyut industri percetakan dan penerbitan di Indonesia. Meskipun dia tidak menyebutkan angka pasti, nilainya mencapai triliunan rupiah setiap tahunnya. Apalagi masih goyahnya kebijakan pemerintah yang masih sering gonta-ganti kurikulum yang otomatis mengganti buku.

"Sejauh ini buku pendidikan masih menjadi kue terbesar dan diperebutkan para penerbit," sebutnya.

Terpisah, Direktur Utama PT Publika Edu Media (spesialis buku komunikasi, kreatif, dan teknologi informasi) Muhammad Syahrial mengatakan, penjualan buku fisik masih lebih kuat dibandingkan dengan penjualan e-book.

Namun, buku literatur seperti Kurikulum 2014 bagi siswa SD, masih banyak yang mengunduh materinya yang gratis. Hal yang sama di tingkat mahasiswa yang lebih banyak mencari bahan referensi di internet dibandingkan membeli buku.

"Sebagian mengunduh e-book legal yang gratis. Tetapi yang ilegal pun diunduh karena banyak beredar di internet," sebutnya.

Dia mengakui, khusus buku populer, umumnya pembaca lebih loyal untuk membeli buku cetakan asli. Apalagi e-book-nya belum tentu bisa dengan mudah didapatkan di internet.

"Masih banyak faktor yang belum terpenuhi untuk akselerasi e-book. Misalnya, kecepatan dan stabilitas akses internet di Indonesia, perangkat gadget, terjadinya perubahan kebiasaan, dan seterusnya. Karenanya, keberadaan buku cetak masih memiliki rentang waktu cukup panjang setidaknya hingga sepuluh tahun ke depan," tuturnya.
(gpr)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 3.0842 seconds (0.1#10.140)