Tim Anti Mafia Migas Minta Kualitas Premium Ditingkatkan

Jum'at, 05 Desember 2014 - 15:16 WIB
Tim Anti Mafia Migas...
Tim Anti Mafia Migas Minta Kualitas Premium Ditingkatkan
A A A
JAKARTA - Tim Reformasi Tata Kelola Minyak dan Gas Bumi (Migas) merekomendasikan kepada pemerintah untuk mengganti bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi jenis premium dengan kualitas RON 88 untuk diganti RON 92.

Ketua Tim Reformasi Tata Kelola Migas Faisal Basri menegaskan selama ini PT Pertamina (persero) melalui anak usahnya Pertamina Energi Trading Limited (Petral) melakukan impor BBM dengan kualitas RON 92. Lantaran di dunia ini sudah tidak ada yang namanya kualitas BBM dengan RON 88.

"Nyaris di dunia ini tidak ada lagi yang menjual BBM dengan spesifikasi RON 88. Tapi kenapa justru yang dipesan RON 88," kata Faisal, di Jakarta, Jumat (5/12/2014).

Menurut Faisal, tindakan ini telah dilakukan oleh Pertamina dari tahun ke tahun. Pertamina, lanjut dia, pada dasarnya telah mengimpor RON 92 atau sejenis pertamax namun oleh penjual kemudian dicampur naphta sehingga menghasilkan RON 88 dengan kualitas lebih buruk dibandingkan RON 92.

Tidak hanya itu, dengan membuat kualitas dari RON 92 ke RON 88 tentu biaya yang diberikan kepada penjual atau trader lebih mahal karena harus lewat proses blending dicampur dengan naphta sehingga menghasilkan RON 88.

"Bukan Pertamina yang mem-blending. Pembeli hanya pesan karena di pasar tidak ada RON 88 jadi mereka (penjual) yang blending itu dengan fasilitas mereka," ungkap Faisal.

Faisal mengatakan, kenapa Pertamina membeli RON 88, karena sebagian besar kilang Pertamina tidak mampu memproduksi RON 92 tapi hanya mampu umemproduksi RON 88. Kalaupun ada, hanya sebagian kecil di Kilang Balongan.

"Di Balongan empat kilang hanya bisa RON 88. Kilang Indonesia kalau disuruh menaikan tidak bisa tapi kalau disuruh menurunkan bisa," ungkapnya.

Anggota Tim Reformasi Tata Kelola Migas Fahmy Radhi menambahkan, pengadaan impor BBM dengan menurunkan kadar oktan merupakan celah masuknya mafia migas. Pasalnya dengan menurunkan kadar oktan dari RON 92 menjadi RON 88 memerlukan biaya lebih.

"Mereka main di sini. Karena apa? Impor itu kan harusnya RON 92 sementara harus diolah lagi menjadi RON 88 dengan kualitas buruk," jelasnya.

Lebih lanjut Fahmy mengatakan, beban biaya untuk pengadaan impor BBM lebih murah jika tidak dioplos dengan cara menurunkan kadar oktan. "Dengan konsekwensi itu maka beban produksi BBM bersubsidi lebih besar dari pada harga keekonomian," ungkap Fahmy.

Menanggapi itu, Direktur Utama Pertamina, Dwi Soetjipto akan membenahi pengadaan impor BBM. "Nanti kita adakan evaluasi (impor BBM) dan kami perbaiki semuanya," kata dia.

Sebagai informasi, pengadaan BBM dilakukan oleh anak usaha Pertamina, PT Pertamina Energy Trading Ltd (Petral), yang berpusat di Singapura.

Manajemen Pertamina sebelumnya dalam rapat dengan tim reformasi migas menyebutkan pengadaan BBM, khususnya untuk premium harus diolah terlebih dahulu di kilang milik perseroan di dalam negeri. Hal inilah yang menyebabkan adanya biaya tambahan pengolahan.

Harga BBM bersubsidi jenis premium dengan RON 88 sejak 18 November 2014 telah dinaikkan sebesar Rp2.000 per liter menjadi Rp8.500 per liter. Sementara itu, harga BBM nonsubsidi jenis pertamax dengan RON 92 saat ini dijual sebesar Rp9.950 per liter. Sebagai perbandingan di Malaysia, harga BBM dengan RON 95 dijual dengan harga 2,26 ringgit atau Rp8.100 per liter.
(gpr)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0562 seconds (0.1#10.140)