Pemerintah Sederhanakan Sertifikasi SVLK
A
A
A
JAKARTA - Asosiasi Mebel dan Kerajinan Indonesia (AMKRI) menyatakan, pemerintah akan menyederhanakan sistem verifikasi legalitas kayu (SVLK) guna meringankan pelaku usaha kecil.
Kepastian tersebut diperoleh setelah AMKRI bertemu dengan tiga kementerian yakni Kementerian Perindustrian, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, serta Kementerian Perdagangan pada 27 November lalu. Ketua Umum AMKRI Soenoto mengatakan, ketiga kementerian tersebut sepakat bahwa pemerintah akan menyederhanakan SVLK seiring pemberlakuan aturan tersebut mulai 1 Januari 2015.
“SVLK yang disederhanakan berlaku untuk seluruh pelaku industri mebel dan furnitur,” ujar Soenoto di Jakarta kemarin. Dia menambahkan, SVLK yang disederhanakan ditujukan untuk mempermudah para pelaku UKM mendapatkan sertifikat. Pemerintah, kata Soenoto, menjanjikan prosedur yang lebih simpel dan tanpa biaya.
“Soal surat-suratnya sedang dalam proses pengurusan di tiga kementerian terkait dan bea cukai,” ujarnya. Menurut Soenoto, pada rapat bulan lalu Menteri Perdagangan Rachmat Gobel berkomitmen untuk menunda pelaksanaan SVLK selama satu tahun sampai dengan 1 Januari 2016. Pasalnya, jika pelaksanaan SVLK tetap dilaksanakan pada tanggal 1 Januari 2015, dikhawatirkan berdampak sistemik kepada pencapaian nilai devisa dari ekspor mebel dan kerajinan nasional.
Soenoto menambahkan, penyederhanaan SVLK di antaranya dengan menggunakan sistem self declaration export agar lebih memudahkan IKM atau UKM melakukan ekspor. Sistem SVLK yang tadinya akan diterapkan pada 1 Januari 2015 dinilai memberatkan para pelaku usaha dari segi besarnya pembiayaan, khususnya bagi industri kecil dan menengah (IKM) yang bergerak di bidang kerajinan kayu yang jumlahnya mencapai 5.057 unit usaha.
Wakil Ketua Umum AMKRI Rudi Halim mengatakan, SVLK bertujuan untuk membuat produk kayu dan mebel ramah lingkungan. “Yang kita harapkan dari pemerintah adalah melakukan penanaman kembali pohon-pohon untuk kayu perkakas di mana itu lebih penting dari pada isu SVLK,” ujarnya.
Dewan Pakar AMKRI M Hatta Sinatra menambahkan, kompetitor produk kayu dan mebel Indonesia tidak ada yang menggunakan SVLK. Artinya, AMKRI akan berjuang untuk mengubah kebijakan yang membingungkan. “Buatlah sesuatu yang sesederhana mungkin,” tandasnya.
Sampai saat ini masih banyak pelaku IKM yang belum mengurus SVLK karena tingginya biaya untuk mendapatkan sertifikat legalitas. Untuk memperoleh sertifikasi SVLK, para pengusaha mebel harus mengeluarkan uang sekitar Rp25-40 juta.
Oktiani endarwati
Kepastian tersebut diperoleh setelah AMKRI bertemu dengan tiga kementerian yakni Kementerian Perindustrian, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, serta Kementerian Perdagangan pada 27 November lalu. Ketua Umum AMKRI Soenoto mengatakan, ketiga kementerian tersebut sepakat bahwa pemerintah akan menyederhanakan SVLK seiring pemberlakuan aturan tersebut mulai 1 Januari 2015.
“SVLK yang disederhanakan berlaku untuk seluruh pelaku industri mebel dan furnitur,” ujar Soenoto di Jakarta kemarin. Dia menambahkan, SVLK yang disederhanakan ditujukan untuk mempermudah para pelaku UKM mendapatkan sertifikat. Pemerintah, kata Soenoto, menjanjikan prosedur yang lebih simpel dan tanpa biaya.
“Soal surat-suratnya sedang dalam proses pengurusan di tiga kementerian terkait dan bea cukai,” ujarnya. Menurut Soenoto, pada rapat bulan lalu Menteri Perdagangan Rachmat Gobel berkomitmen untuk menunda pelaksanaan SVLK selama satu tahun sampai dengan 1 Januari 2016. Pasalnya, jika pelaksanaan SVLK tetap dilaksanakan pada tanggal 1 Januari 2015, dikhawatirkan berdampak sistemik kepada pencapaian nilai devisa dari ekspor mebel dan kerajinan nasional.
Soenoto menambahkan, penyederhanaan SVLK di antaranya dengan menggunakan sistem self declaration export agar lebih memudahkan IKM atau UKM melakukan ekspor. Sistem SVLK yang tadinya akan diterapkan pada 1 Januari 2015 dinilai memberatkan para pelaku usaha dari segi besarnya pembiayaan, khususnya bagi industri kecil dan menengah (IKM) yang bergerak di bidang kerajinan kayu yang jumlahnya mencapai 5.057 unit usaha.
Wakil Ketua Umum AMKRI Rudi Halim mengatakan, SVLK bertujuan untuk membuat produk kayu dan mebel ramah lingkungan. “Yang kita harapkan dari pemerintah adalah melakukan penanaman kembali pohon-pohon untuk kayu perkakas di mana itu lebih penting dari pada isu SVLK,” ujarnya.
Dewan Pakar AMKRI M Hatta Sinatra menambahkan, kompetitor produk kayu dan mebel Indonesia tidak ada yang menggunakan SVLK. Artinya, AMKRI akan berjuang untuk mengubah kebijakan yang membingungkan. “Buatlah sesuatu yang sesederhana mungkin,” tandasnya.
Sampai saat ini masih banyak pelaku IKM yang belum mengurus SVLK karena tingginya biaya untuk mendapatkan sertifikat legalitas. Untuk memperoleh sertifikasi SVLK, para pengusaha mebel harus mengeluarkan uang sekitar Rp25-40 juta.
Oktiani endarwati
(ars)