Ekonomi AS Pengaruhi Nilai Tukar Rupiah

Jum'at, 12 Desember 2014 - 09:51 WIB
Ekonomi AS Pengaruhi Nilai Tukar Rupiah
Ekonomi AS Pengaruhi Nilai Tukar Rupiah
A A A
JAKARTA - Nilai tukar rupiah bisa kembali menguat terhadap dolar Amerika Serikat apabila pemulihan ekonomi Negeri Paman Sam tidak sesuai harapan.

Sebaliknya, apabila ekonomi AS sesuai harapan, maka rupiah bisa melemah ke level Rp12.400. “Kalau pemulihan ekonomi tidak sesuai harapan bisa saja The Fed menunda untuk menaikkan suku bunganya yang artinya rupiah bisa menguat di bawah Rp12.000,” kata Kepala Ekonom BCA David Sumual kepada KORAN SINDO di Jakarta, kemarin.

Level rupiah saat ini sebenarnya merupakan cerminan dari fundamental ekonomi pada tahun2015mendatang. Bahkan, rupiah bisa saja merosot ke level yang lebih rendah dari Rp12.000 jika pemerintahan saat ini gagal dalam hal mempercepat reformasi struktural serta memperbaiki iklim bisnis.

“Ini kan yang dijanjikan dan kalau ini gagal maka ini tidak bisa diimbangi, ketika portofolio investasi keluar daninvestasilangsungnyamasih minim,” ujar dia. David mengatakan, bukan hanya rupiah yang mengalami pelemahan. Semua mata uang dunia saat ini cenderung melemah terhadap dolar. Rupiah dan sejumlah mata uang lainnya melemah merespons membaiknya kondisi perekonomian AS.

Data tenaga kerja yang dirilis Pemerintah AS baru-baru ini menunjukkan, penyerapan tenaga kerja membaik sehingga memicu spekulasi bahwa otoritas moneter negara itu bisa saja mempercepat kenaikan suku bunga. Ke depan, nilai tukar rupiah akan tergantung dari rapat Federal Open Market Comittee (FOMC) yang rencananya akan dilakukan 16 sampai 17 Desember.

Menurut dia, biasanya dalam rapat tersebut ada pernyataan bahwa suku bunga masih akan dipertahankan rendah hingga jangka waktu yang belum ditentukan. Apabila pernyataan ini dihilangkan, maka kenaikan suku bunga AS diyakini sudah dekat. Dia memperkirakan, kenaikan suku bunga AS baru akan terjadi setelah enam bulan ke depan. The Fed kemungkinan besar akan memperhatikan pertumbuhan ekonomi global sehingga tidak akan mengambil langkah kenaikan suku bunga dalam waktu dekat.

“Kalau dalam waktu dekat The Fed menaikkan suku bunga, itu kemungkinannya kecil,” ujar dia. Menurut David, apabila tingkat bunga naik, Bank Indonesia (BI) belum tentu diikuti oleh suku bunga global terutama BI Rate . Hal ini karena tergantung kondisi fundamental di masing-masing negara.

Dia mengatakan, jika Indonesia bisa memperbaiki kondisi fundamental lebih cepat dari AS, maka kemungkinan di kuartal II atau III tahun depan Indonesia bisa mempertahankan suku bunga. Tetapi apabila kondisi fundamental tidak membaik, maka kemungkinan suku bunga bisa naik.

“Kita itu kan ketergantungan pada investasi portofolio tinggi. Bagaimana caranya supaya investasi langsung yang masuk. Kalau misalnya investasi asing langsung bisa masuk, kemungkinan investasi portofolio keluar, karena mereka cari atau lari ke aset dolar. Ketika Fed menaikkan suku bunga, itu bisa dihindari bisa diimbangi dengan masuknya investasi langsung,” jelas dia.

Gubernur BI Agus DW Martowardojo memandang, faktor dominan yang membuat pelemahan rupiah adalah menguatnya indikator ekonomi Amerika Serikat (AS). Hal itu membuat nilai tukar dolar secara global menguat dan sebaliknya membuat mata uang lainnya melemah.

“Jadi faktor itu adalah faktor yang cukup dominan. Kalau faktor dalam negeri, yang menjadi perhatian adalah neraca perdagangan. Hal ini dikarenakan, neraca perdagangan yang sebelumnya defisit mengalami surplus sebesar USD23 juta,” ujar Agus baru-baru ini. Terlepas dari itu, BI masih nyaman dengan kondisi rupiah saat ini.

Menurut Agus, terdepresiasinya nilai tukar rupiah yang saat ini terjadi, masih lebih baik bila dibandingkan dengan kondisi nilai tukar yang dialami oleh sejumlah negara lain. Sejak awal tahun 2014 sampai 8 Desember 2014, rupiah telah terdepresiasi sekitar 1,5%.

Kunthi fahmar sandy
(ars)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.3157 seconds (0.1#10.140)