Berharap Kontribusi Investasi dan Infrastruktur
A
A
A
Pertumbuhan ekonomi global tahun depan diperkirakan lebih baik ketimbang tahun ini. Namun, tidak demikian dengan proyeksi pertumbuhan ekonomi di dalam negeri.
Di bawah bayang-bayang kenaikan suku bunga AS, pelambatan pertumbuhan ekonomi mitra dagang utama, yaitu China, dan ancaman gejolak geopolitik di beberapa kawasan, menggenjot pertumbuhan ekonomi akan menjadi tantangan berat bagi pemerintah. Kendati demikian, pemerintah masih cukup optimistis memasang target pertumbuhan ekonomi sebesar 5,8%.
Menteri Keuangan Bambang PS Brodjonegoro dalam berbagai kesempatan mengatakan, pemerintah belum ada niatan untuk mengubah asumsi pertumbuhan ekonomi itu dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) 2015. Pemerintah yakin, pertumbuhan bakal ditopang oleh pembangunan infrastruktur yang akan digencarkan serta masuknya aliran investasi asing (foreign direct investment /FDI).
Mendapat warisan APBN dengan ruang fiskal terbatas, Kabinet Kerja Presiden Joko Widodo sejak awal memang terpaksa mengambil langkah drastis agar dapat membangun proyek-proyek infrastruktur yang dijanjikan. Pemerintah telah mengambil kebijakan realokasi anggaran melalui kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) serta menuntut penghematan dari setiap kementerian/lembaga dengan memotong anggaran-anggaran belanja yang dinilai bisa ditangguhkan.
Melalui pemangkasan subsidi BBM, pemerintah memperkirakan bisa menghemat anggaran antara Rp110 triliun hingga Rp140 triliun. Sementara, penghematan biaya rapat dan perjalanan dinas bisa mengantongi tambahan dana sebesar Rp15 triliun. Pemerintah mengklaim, pengurangan beban belanja subsidi akan memberi ruang fiskal serta membuka kesempatan untuk realokasi anggaran pada belanja yang lebih produktif, khususnya pengembangan infrastruktur dasar.
Infrastruktur dasar yang menjadi prioritas adalah infrastruktur yang mendukung ketahanan pangan dan maritim yaitu sektor pertaninan, perikanan dan energi. Selain itu, penghematan subsidi juga akan dialokasikan untuk merangsang pembangunan daerah melalui penambahan alokasi dana desa. Pemerintah juga akan menggunakan hasil penghematan itu untuk memperkecil defisit anggaran, selain tentu saja untuk dana kompensasi.
Tak berhenti di situ, pemerintah berencana terus melanjutkan upaya penghematan dan realokasi subsidi. Pemerintah antara lain telah memilih opsi subsidi tetap BBM tahun 2015. Selain itu, subsidi listrik pun ditebas dengan mengeluarkan golongan rumah tangga 1.300 VA ke atas dari daftar penerima. Menurut Menteri Keuangan, pengalihan subsidi juga akan dilakukan untuk subsidi makanan, pupuk, dan lain-lain.
Pemerintah boleh saja optimistis langkah-langkah itu akan mampu menggenjot pertumbuhan ekonomi, namun beberapa lembaga tidak sepakat. Misalnya, Bank Dunia yang baru-baru ini merevisi proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun depan dari 5,6% pada Juli lalu menjadi hanya 5,2%. Pasalnya, penopang pertumbuhan yakni konsumsi domestik bakal terdampak oleh sejumlah kebijakan penghematan yang dilakukan pemerintah.
Sementara, kinerja ekspor yang belum pulih serta melemahnya investasi diperkirakan ikut menghambat laju pertumbuhan ekonomi tahun depan. Apalagi, harga komoditas ekspor utama Indonesia belum juga membaik. Kendati demikian, Bank Dunia menilai pertumbuhan ekonomi bisa lebih baik dari perkiraan tersebut jika aliran investasi betul-betul lancar. Sementara, Ekonom Indef Enny Sri Hartati mengatakan, tahun depan pertumbuhan bakal berada di kisaran 5,3-5,6%.
Realokasi anggaran untuk pembangunan menuntut jeda waktu sebelum betul-betul berdampak. Sementara, pada kuartal I hingga II tahun depan dampak pemangkasan subsidi energi diyakini masih menekan konsumsi. Di sisi lain, belum ada jaminan investasi akan betul-betul signifikan membanjiri negara ini. Menurutnya, pada 2015, dalam kondisi moneter ketat, pertumbuhan investasi juga akan terpengaruh.
Prediksi tak jauh berbeda dilontarkan Kepala Ekonom PT Bank Central Asia Tbk David Sumual. Dia memperkirakan pertumbuhan ekonomi tahun depan hanya akan mencapai 5,5%. Itu pun dengan catatan pembangunan infrastruktur mulai berjalan. Dia sependapat bahwa pembangunan infrastruktur dapat mendorong pertumbuhan ekonomi.
Namun, implementasi di lapangan belum tentu berjalan sesuai harapan. Hambatan-hambatan administratif seperti pembebasan lahan dan lainlain diyakini masih akan memperlambat proyek-proyek pemerintah. Sementara, kontribusi konsumsi rumah tangga pada pertumbuhan ekonomi yang turun menurutnya tidak bisa serta merta digantikan oleh pertumbuhan investasi.
Sedangkan, investor pun diyakini masih akan wait and see terkait realokasi subsidi BBM pada sektor-sektor produktif. Pertumbuhan konsumsi yang saat ini di kisaran 5% juga masih menunjukkan tren penurunan, yang diperkirakan bisa berlanjut hingga menyentuh angka 4%. Kondisi ini menurutnya cukup berbahaya di tengah kinerja ekspor yang juga mengalami pelambatan.
Jadi, akankah rencana pembangunan infrastruktur besarbesaran bisa direalisasikan? Mampukah pula kita mendominasi masuknya investasi bersaing dengan negara-negara tetangga yang ekonominya juga tengah menebar pesona? Semoga slogan kerja, kerja, dan kerja pemerintah saat ini terwujud nyata dan merealisasikan semuanya.
Ria martati
Di bawah bayang-bayang kenaikan suku bunga AS, pelambatan pertumbuhan ekonomi mitra dagang utama, yaitu China, dan ancaman gejolak geopolitik di beberapa kawasan, menggenjot pertumbuhan ekonomi akan menjadi tantangan berat bagi pemerintah. Kendati demikian, pemerintah masih cukup optimistis memasang target pertumbuhan ekonomi sebesar 5,8%.
Menteri Keuangan Bambang PS Brodjonegoro dalam berbagai kesempatan mengatakan, pemerintah belum ada niatan untuk mengubah asumsi pertumbuhan ekonomi itu dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) 2015. Pemerintah yakin, pertumbuhan bakal ditopang oleh pembangunan infrastruktur yang akan digencarkan serta masuknya aliran investasi asing (foreign direct investment /FDI).
Mendapat warisan APBN dengan ruang fiskal terbatas, Kabinet Kerja Presiden Joko Widodo sejak awal memang terpaksa mengambil langkah drastis agar dapat membangun proyek-proyek infrastruktur yang dijanjikan. Pemerintah telah mengambil kebijakan realokasi anggaran melalui kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) serta menuntut penghematan dari setiap kementerian/lembaga dengan memotong anggaran-anggaran belanja yang dinilai bisa ditangguhkan.
Melalui pemangkasan subsidi BBM, pemerintah memperkirakan bisa menghemat anggaran antara Rp110 triliun hingga Rp140 triliun. Sementara, penghematan biaya rapat dan perjalanan dinas bisa mengantongi tambahan dana sebesar Rp15 triliun. Pemerintah mengklaim, pengurangan beban belanja subsidi akan memberi ruang fiskal serta membuka kesempatan untuk realokasi anggaran pada belanja yang lebih produktif, khususnya pengembangan infrastruktur dasar.
Infrastruktur dasar yang menjadi prioritas adalah infrastruktur yang mendukung ketahanan pangan dan maritim yaitu sektor pertaninan, perikanan dan energi. Selain itu, penghematan subsidi juga akan dialokasikan untuk merangsang pembangunan daerah melalui penambahan alokasi dana desa. Pemerintah juga akan menggunakan hasil penghematan itu untuk memperkecil defisit anggaran, selain tentu saja untuk dana kompensasi.
Tak berhenti di situ, pemerintah berencana terus melanjutkan upaya penghematan dan realokasi subsidi. Pemerintah antara lain telah memilih opsi subsidi tetap BBM tahun 2015. Selain itu, subsidi listrik pun ditebas dengan mengeluarkan golongan rumah tangga 1.300 VA ke atas dari daftar penerima. Menurut Menteri Keuangan, pengalihan subsidi juga akan dilakukan untuk subsidi makanan, pupuk, dan lain-lain.
Pemerintah boleh saja optimistis langkah-langkah itu akan mampu menggenjot pertumbuhan ekonomi, namun beberapa lembaga tidak sepakat. Misalnya, Bank Dunia yang baru-baru ini merevisi proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun depan dari 5,6% pada Juli lalu menjadi hanya 5,2%. Pasalnya, penopang pertumbuhan yakni konsumsi domestik bakal terdampak oleh sejumlah kebijakan penghematan yang dilakukan pemerintah.
Sementara, kinerja ekspor yang belum pulih serta melemahnya investasi diperkirakan ikut menghambat laju pertumbuhan ekonomi tahun depan. Apalagi, harga komoditas ekspor utama Indonesia belum juga membaik. Kendati demikian, Bank Dunia menilai pertumbuhan ekonomi bisa lebih baik dari perkiraan tersebut jika aliran investasi betul-betul lancar. Sementara, Ekonom Indef Enny Sri Hartati mengatakan, tahun depan pertumbuhan bakal berada di kisaran 5,3-5,6%.
Realokasi anggaran untuk pembangunan menuntut jeda waktu sebelum betul-betul berdampak. Sementara, pada kuartal I hingga II tahun depan dampak pemangkasan subsidi energi diyakini masih menekan konsumsi. Di sisi lain, belum ada jaminan investasi akan betul-betul signifikan membanjiri negara ini. Menurutnya, pada 2015, dalam kondisi moneter ketat, pertumbuhan investasi juga akan terpengaruh.
Prediksi tak jauh berbeda dilontarkan Kepala Ekonom PT Bank Central Asia Tbk David Sumual. Dia memperkirakan pertumbuhan ekonomi tahun depan hanya akan mencapai 5,5%. Itu pun dengan catatan pembangunan infrastruktur mulai berjalan. Dia sependapat bahwa pembangunan infrastruktur dapat mendorong pertumbuhan ekonomi.
Namun, implementasi di lapangan belum tentu berjalan sesuai harapan. Hambatan-hambatan administratif seperti pembebasan lahan dan lainlain diyakini masih akan memperlambat proyek-proyek pemerintah. Sementara, kontribusi konsumsi rumah tangga pada pertumbuhan ekonomi yang turun menurutnya tidak bisa serta merta digantikan oleh pertumbuhan investasi.
Sedangkan, investor pun diyakini masih akan wait and see terkait realokasi subsidi BBM pada sektor-sektor produktif. Pertumbuhan konsumsi yang saat ini di kisaran 5% juga masih menunjukkan tren penurunan, yang diperkirakan bisa berlanjut hingga menyentuh angka 4%. Kondisi ini menurutnya cukup berbahaya di tengah kinerja ekspor yang juga mengalami pelambatan.
Jadi, akankah rencana pembangunan infrastruktur besarbesaran bisa direalisasikan? Mampukah pula kita mendominasi masuknya investasi bersaing dengan negara-negara tetangga yang ekonominya juga tengah menebar pesona? Semoga slogan kerja, kerja, dan kerja pemerintah saat ini terwujud nyata dan merealisasikan semuanya.
Ria martati
(bbg)