Kenaikan Pertumbuhan Ekonomi Sulsel Selalu Timpang
A
A
A
MAKASSAR - Pengamat ekonomi menilai pertumbuhan ekonomi Sulawesi Selatan (Sulsel) dari tahun ke tahun dipastikan akan meningkat, tapi selalu timpang.
Hal tersebut disebabkan masih adanya beberapa sektor lain tumbuh tapi tidak memberikan manfaat besar bagi masyarakat Sulsel.
Pengamat Ekonomi UNHAS Hamid Paddu mengatakan, selama ini pertumbuhan ekonomi selalu meningkat tapi masih timpang, karena hanya didukung dua daerah yang memberikan kontribusi besar di sektor ekonomi.
Dua daerah tersbeuy Kota Makassar melalui pergerakan ekonominya disejumlah sektor dan Kabupaten Luwu Timur (Lutim) dengan sumbangan sektor tambangnya.
"Sektor itupun seperti tambang masih bersifat ekslusif, sebab kondisinya fluktuatif dan tidak terkait langsung dengan masyarakat. Seharusnya, diimbangi sektor lainnya di 22 kabupaten dengan mengembangkan sektor pertanian yang agak lemah," ujarnya saat menjadi pembicara ekonomi outlook 2015 di kantor Bank Indonesia (BI), Kamis (18/12/2014).
Dia menjelaskan, Sulsel basis ekonomi produksinya perlu diperkuat, jangan hanya mengandalkan ekspor dalam bentuk komoditi saja. Meski, tidak dipungkiri kontribusi ekspor terus meningkat tapi ketika bersaing harga di pasar dunia dengan produk serupa bisa kalah.
Makanya, di tahun depan perlu dirancang sistem hiliralisasi produk komoditi agar memiliki nilai jual lebih tinggi dengan produk lainnya.
Hamid Paddu mencontohkan, jika biasanya Sulsel mengekspor rumput laut dalam bentuk komiditi, sebaiknya tahun depan dalam bentuk olahan tujuannya untuk menggeser ke segmen utilitas dan tidak lagi tergantung pada komiditas pasar.
"Sebaiknya terus digalakkan program satu kabupaten satu industri, hal tersebut dapat mendorong hiliralisasi produk yang tidak lagi tergantung pada komiditas," terangnya.
Gubernur BI wilayah Sulsel Dadi Aryadi mengungkapkan, perekonomian Sulsel selama lima tahun terakhir (2009-2013) menunjukkan kinerja mengesankan, rata-rata pertumbuhan 7,61%.
Pada triwulan III/2014 mampu tumbuh sebesar 8,23% (yoy) atau menempati peringkat kedua terbesar secara nasional. Pertumbuhan ekonomi yang baik ini, juga disertai oleh tingkat inflasi yang relatif terjaga.
"Tercatat sejak 2013, tingkat inflasi di Sulsel selalu lebih rendah dibanding inflasi nasional. Dalam lima tahun terakhir rata-rata inflasi Sulsel mencapai 4,93% lebih rendah dari rata-rata inflasi nasional yang mencapai 5,24%," jelasnya.
Namun, tekanan inflasi tercatat meningkat pada November 2014, yaitu sebesar 6,54% (yoy), dibandingkan triwulan III 2014 (3,72%, yoy) yang diakibatkan kenaikan harga BBM bersubsidi.
"Berkaitan dengan hal tersebut, kami percaya Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID), akan mampu mengatasi masalah kenaikan harga kali ini," ungkapnya.
Hal tersebut disebabkan masih adanya beberapa sektor lain tumbuh tapi tidak memberikan manfaat besar bagi masyarakat Sulsel.
Pengamat Ekonomi UNHAS Hamid Paddu mengatakan, selama ini pertumbuhan ekonomi selalu meningkat tapi masih timpang, karena hanya didukung dua daerah yang memberikan kontribusi besar di sektor ekonomi.
Dua daerah tersbeuy Kota Makassar melalui pergerakan ekonominya disejumlah sektor dan Kabupaten Luwu Timur (Lutim) dengan sumbangan sektor tambangnya.
"Sektor itupun seperti tambang masih bersifat ekslusif, sebab kondisinya fluktuatif dan tidak terkait langsung dengan masyarakat. Seharusnya, diimbangi sektor lainnya di 22 kabupaten dengan mengembangkan sektor pertanian yang agak lemah," ujarnya saat menjadi pembicara ekonomi outlook 2015 di kantor Bank Indonesia (BI), Kamis (18/12/2014).
Dia menjelaskan, Sulsel basis ekonomi produksinya perlu diperkuat, jangan hanya mengandalkan ekspor dalam bentuk komoditi saja. Meski, tidak dipungkiri kontribusi ekspor terus meningkat tapi ketika bersaing harga di pasar dunia dengan produk serupa bisa kalah.
Makanya, di tahun depan perlu dirancang sistem hiliralisasi produk komoditi agar memiliki nilai jual lebih tinggi dengan produk lainnya.
Hamid Paddu mencontohkan, jika biasanya Sulsel mengekspor rumput laut dalam bentuk komiditi, sebaiknya tahun depan dalam bentuk olahan tujuannya untuk menggeser ke segmen utilitas dan tidak lagi tergantung pada komiditas pasar.
"Sebaiknya terus digalakkan program satu kabupaten satu industri, hal tersebut dapat mendorong hiliralisasi produk yang tidak lagi tergantung pada komiditas," terangnya.
Gubernur BI wilayah Sulsel Dadi Aryadi mengungkapkan, perekonomian Sulsel selama lima tahun terakhir (2009-2013) menunjukkan kinerja mengesankan, rata-rata pertumbuhan 7,61%.
Pada triwulan III/2014 mampu tumbuh sebesar 8,23% (yoy) atau menempati peringkat kedua terbesar secara nasional. Pertumbuhan ekonomi yang baik ini, juga disertai oleh tingkat inflasi yang relatif terjaga.
"Tercatat sejak 2013, tingkat inflasi di Sulsel selalu lebih rendah dibanding inflasi nasional. Dalam lima tahun terakhir rata-rata inflasi Sulsel mencapai 4,93% lebih rendah dari rata-rata inflasi nasional yang mencapai 5,24%," jelasnya.
Namun, tekanan inflasi tercatat meningkat pada November 2014, yaitu sebesar 6,54% (yoy), dibandingkan triwulan III 2014 (3,72%, yoy) yang diakibatkan kenaikan harga BBM bersubsidi.
"Berkaitan dengan hal tersebut, kami percaya Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID), akan mampu mengatasi masalah kenaikan harga kali ini," ungkapnya.
(izz)