Kelebihan Pajak Senilai Rp800 M Dikembalikan
A
A
A
JAKARTA - Pemerintah akan mengembalikan kelebihan pajak (restitusi) kepada sejumlah perusahaan tambang pemegang perjanjian karya pengusahaan pertambangan batubara (PKP2B) sebesar Rp800 miliar.
Mekanisme restitusi pajak tersebut telah disepakati bersama dengan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) bersama Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). “Setelah kami berkoordinasi, proses pembayaran restitusi pajak akan dilaksanakan oleh pemerintah.
Targetnya sebelum akhir tahun sudah selesai,” tutur Wakil Menteri Keuangan Mardiasmo, seusai rapat di Kementerian ESDM, Jakarta, kemarin. Mardiasmo menjelaskan, pada dasarnya sesuai Peraturan Pemerintah No 144/2000 tentang Jenis Barang dan Jasa Tidak Kena Pajak Pertambahan Nilai (PPN), para pengusaha tambang pemegang PKP2B mendapatkan kekhususan terkait pembayaran pajak atas pengadaan barang dan jasa.
Namun, dalam kurun waktu 2001-2007 atau generasi pertama, hal ini belum diterapkan, sedangkan mereka terlanjur membayar PPN kepada pemerintah. “Sedangkan untuk generasi kedua dan selanjutnya akan dibayar tahun depan. Mudahmudahan tidak ada masalah,” ungkapnya.
Ditemui di tempat yang sama, Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara Kementerian ESDM Sukhyar menyatakan akan segera menandatangani rekomendasi dari Kementerian Keuangan terkait restitusi pajak perusahaan tambang pemegang PKP2B tersebut. “Ini saya mau tanda tangani sekarang,” tandasnya.
Terdapat sembilan perusahaan tambang pemegang PKP2B generasi pertama antara lain, PT Arutmin Indonesia, PT Kendilo Coal Indonesia, PT Kaltim Prima Coal, PT Kideco Jaya Agung, PT Adaro Indonesia, dan PT Berau Coal. Adapun, restitusi pajak ini merupakan bagian dari restitusi pajak yang harus dilakukan pemerintah hingga akhir tahun ini.
Di sisi lain, pemerintah secara tegas akan memberikan sanksi administrasi kepada perusahaan pertambangan yang mengemplang kewajiban pajak ataupun royalti. Sanksi administrasi tersebut dimulai dari peneguran, penghentian sementara operasi, hingga pencabutan izin permanen. Hingga akhir tahun pendapatan pajak di sektor pertambangan ditargetkan mencapai Rp116 triliun.
Sementara, target pendapatan negara bukan pajak (PNBP) dari royalti pertambangan tercatat sebesar Rp39,6 triliun. Saat ini terdapat 10.857 izin usaha pertambangan (IUP), 6.959 IUP mineral, dan 3.898 IUP batu bara. Sebanyak 5.989 IUP di antaranya sudah masuk kategori clear and clean (CnC) dan sisanya sebanyak 4.868 IUP non-CnC.
Nanang wijayanto
Mekanisme restitusi pajak tersebut telah disepakati bersama dengan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) bersama Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). “Setelah kami berkoordinasi, proses pembayaran restitusi pajak akan dilaksanakan oleh pemerintah.
Targetnya sebelum akhir tahun sudah selesai,” tutur Wakil Menteri Keuangan Mardiasmo, seusai rapat di Kementerian ESDM, Jakarta, kemarin. Mardiasmo menjelaskan, pada dasarnya sesuai Peraturan Pemerintah No 144/2000 tentang Jenis Barang dan Jasa Tidak Kena Pajak Pertambahan Nilai (PPN), para pengusaha tambang pemegang PKP2B mendapatkan kekhususan terkait pembayaran pajak atas pengadaan barang dan jasa.
Namun, dalam kurun waktu 2001-2007 atau generasi pertama, hal ini belum diterapkan, sedangkan mereka terlanjur membayar PPN kepada pemerintah. “Sedangkan untuk generasi kedua dan selanjutnya akan dibayar tahun depan. Mudahmudahan tidak ada masalah,” ungkapnya.
Ditemui di tempat yang sama, Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara Kementerian ESDM Sukhyar menyatakan akan segera menandatangani rekomendasi dari Kementerian Keuangan terkait restitusi pajak perusahaan tambang pemegang PKP2B tersebut. “Ini saya mau tanda tangani sekarang,” tandasnya.
Terdapat sembilan perusahaan tambang pemegang PKP2B generasi pertama antara lain, PT Arutmin Indonesia, PT Kendilo Coal Indonesia, PT Kaltim Prima Coal, PT Kideco Jaya Agung, PT Adaro Indonesia, dan PT Berau Coal. Adapun, restitusi pajak ini merupakan bagian dari restitusi pajak yang harus dilakukan pemerintah hingga akhir tahun ini.
Di sisi lain, pemerintah secara tegas akan memberikan sanksi administrasi kepada perusahaan pertambangan yang mengemplang kewajiban pajak ataupun royalti. Sanksi administrasi tersebut dimulai dari peneguran, penghentian sementara operasi, hingga pencabutan izin permanen. Hingga akhir tahun pendapatan pajak di sektor pertambangan ditargetkan mencapai Rp116 triliun.
Sementara, target pendapatan negara bukan pajak (PNBP) dari royalti pertambangan tercatat sebesar Rp39,6 triliun. Saat ini terdapat 10.857 izin usaha pertambangan (IUP), 6.959 IUP mineral, dan 3.898 IUP batu bara. Sebanyak 5.989 IUP di antaranya sudah masuk kategori clear and clean (CnC) dan sisanya sebanyak 4.868 IUP non-CnC.
Nanang wijayanto
(bbg)