DPR: Pertamina Belum Siap Sediakan BBM RON 92
A
A
A
JAKARTA - Wakil Ketua DPR, Agus Hermanto menyebutkan PT Pertamina (Persero) belum siap untuk menyediakan RON 92 atau bahan bakar minyak (BBM) jenis pertamax.
Hal tersebut dikatakan, menanggapi rekomendasi Tim Reformasi Tata Kelola Migas (RTKM) untuk menghentikan impor BBM jenis premium yang selama ini dilakukan Indonesia.
Dia menuturkan, pada dasarnya Indonesia belum didesain untuk menggunakan pertamax secara penuh. Sehingga, perlu pemikiran panjang, dan belum bisa diterapkan sekarang.
"Pertamina belum mampu. Kualitas lebih bagus, iya tapi tentu akan membebankan masyarakat karena kualitsnya lebih mahal," ujar dia di Gedung DPR/MPR RI, Jakarta, Rabu (24/12/2014).
Menurutnya, rencana yang tepat justru bagaimana meningkatkan produksi BBM. Sehingga Indonesia tidak terlalu banyak impor minyak.
Jika rencana itu diterapkan, lanjut Agus, bedanya hanya Indonesia mengimpor RON 92 secara penuh. Sehingga, ini hanya menyangkut kepentingan bisnis dan sangat terlihat keberpihakan pemerintah kepada Angola.
Sementara itu Anggota Komisi VII, Kurtubi mengaku pihaknya setuju jika penghapusan BBM premium bertujuan untuk memberantas mafia migas.
Menurut Kurtubi, memang semestinya ke depan BBM yang digunakan harus lebih bagus kualitasnya dan ramah lingkungan.
Kendati demikian, dirinya menegaskan, penghapusan premium tidak boleh dipaksakan dalam waktu singkat. Pemerintah juga harus realistis bahwa kilang-kilang minyak Pertamina masih memproduksi premium.
"Tidak bisa ujug-ujug diubah pertamax. Butuh waktu, agar kita tidak terjebak lagi dalam mafia pertamax," tegasnya.
Sebab itu, Pertamina perlahan harus bisa mengubah produksi premium ke pertamax. Pemerintah pun diminta membangun kilang minyak agar Indoesia bisa swasembada BBM.
"Penghapusan RON 88 harus dikaitkan dengan upaya swasembada BBM ke depan, agar pertamax harus dipenuhi dalam produksi dalam negeri," pungkasnya.
Hal tersebut dikatakan, menanggapi rekomendasi Tim Reformasi Tata Kelola Migas (RTKM) untuk menghentikan impor BBM jenis premium yang selama ini dilakukan Indonesia.
Dia menuturkan, pada dasarnya Indonesia belum didesain untuk menggunakan pertamax secara penuh. Sehingga, perlu pemikiran panjang, dan belum bisa diterapkan sekarang.
"Pertamina belum mampu. Kualitas lebih bagus, iya tapi tentu akan membebankan masyarakat karena kualitsnya lebih mahal," ujar dia di Gedung DPR/MPR RI, Jakarta, Rabu (24/12/2014).
Menurutnya, rencana yang tepat justru bagaimana meningkatkan produksi BBM. Sehingga Indonesia tidak terlalu banyak impor minyak.
Jika rencana itu diterapkan, lanjut Agus, bedanya hanya Indonesia mengimpor RON 92 secara penuh. Sehingga, ini hanya menyangkut kepentingan bisnis dan sangat terlihat keberpihakan pemerintah kepada Angola.
Sementara itu Anggota Komisi VII, Kurtubi mengaku pihaknya setuju jika penghapusan BBM premium bertujuan untuk memberantas mafia migas.
Menurut Kurtubi, memang semestinya ke depan BBM yang digunakan harus lebih bagus kualitasnya dan ramah lingkungan.
Kendati demikian, dirinya menegaskan, penghapusan premium tidak boleh dipaksakan dalam waktu singkat. Pemerintah juga harus realistis bahwa kilang-kilang minyak Pertamina masih memproduksi premium.
"Tidak bisa ujug-ujug diubah pertamax. Butuh waktu, agar kita tidak terjebak lagi dalam mafia pertamax," tegasnya.
Sebab itu, Pertamina perlahan harus bisa mengubah produksi premium ke pertamax. Pemerintah pun diminta membangun kilang minyak agar Indoesia bisa swasembada BBM.
"Penghapusan RON 88 harus dikaitkan dengan upaya swasembada BBM ke depan, agar pertamax harus dipenuhi dalam produksi dalam negeri," pungkasnya.
(izz)