Rupiah Melemah, Biaya Konstruksi Naik

Sabtu, 27 Desember 2014 - 15:53 WIB
Rupiah Melemah, Biaya Konstruksi Naik
Rupiah Melemah, Biaya Konstruksi Naik
A A A
JAKARTA - Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi Nasional (LPJKN) menyatakan, sektor konstruksi yang terdampak depresiasi nilai tukar rupiah lebih banyak pada jasa konstruksi jalan dan konstruksi bangunan.

Karena, material untuk kedua sektor konstruksi tersebut masih memanfaatkan bahan dan alat konstruksi impor. “Dampaknya ada tapi tidak sampai 10%. Sebab, depresiasi ini terutama dirasakan hanya untuk kontrak-kontrak dengan mata uang asing. Misalnya, pembangunan gedung dan jalan. Kita melakukan evaluasi dengan dampak-dampak tersebut, termasuk berkoordinasi dengan pemerintah,” ucap Ketua Umum LPJKN Tri Widjayanto kepada KORAN SINDO di Jakarta kemarin.

Dia menjelaskan, pemerintah juga telah melakukan antisipasi dengan meninjau dan mengevaluasi kontrak-kontrak berjalan bagi kalangan kontraktor jalan. Para kontraktor, ujar dia, mengatasi pelemahan rupiah dengan meminimalisasi risiko dengan mengganti bahan impor ke lokal tanpa mengurangi kualitas. Lebih lanjut dia menambahkan, pelemahan rupiah terhadap dolar ke depan tidak akan berdampak banyak sebab kalangan usaha masih menganggap pelemahan rupiah tersebut tidak bersifat permanen.

“Kalau kita melihatnya, depresiasi rupiah terhadap dolar ini bukan permanen karena kondisi yang sama juga dialami negara-negara ASEAN lainnya,” pungkasnya. Dia menambahkan pelemahan nilai tukar rupiah yang terus berada di atas level Rp12.000 per dolar AS belum berdampak signifikan terhadap proyek konstruksi di dalam negeri. Pasalnya, kisaran depresiasi rupiah saat ini dianggap masih dalam batas kewajaran.

LPJKN juga menilai, fluktuasi rupiah bisa diatasi karena ongkos konstruksi yang terkait bahan impor hanya di kisaran 5%. “Kenaikan tersebut hanya menyumbang 3-4%,” ungkapnya. Sementara, Direktur Jenderal Bina Marga Kementerian Pekerjaan Umum Perumahan Rakyat (PUPR) Djoko Murjanto mengatakan, pemerintah telah mengantisipasi melemahnya rupiah dengan cara mengevaluasi kontrak-kontrak yang ada di lingkungan Kementerian PUPR.

“Evaluasi lebih banyak pada kontrak-kontrak untuk pengerjaan jalan,” ujarnya. Dalam proyek konstruksi nasional, pengerjaan jalan masih memiliki kandungan impor yang besar dari sisi penyediaan minyak aspal. Tahun lalu kondisi yang sama juga menjadi kekhawatiran kalangan usaha sektor konstruksi.

Namun, pemerintah telah mengeluarkan kebijakan evaluasi setiap tahun terhadap proyek-proyek terkontrak, terutama untuk proyek tahun tajam (multiyears). “Ini untuk mengantisipasi peninjauan kondisi harga di luar batas kewajaran karena kejadian- kejadian tertentu. Makanya, kami sudah mengantisipasi ini sejak tahun sebelumnya,” ujar Djoko.

Ichsan amin
(bbg)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.7489 seconds (0.1#10.140)