Pengemplang Pajak Banyak dari Wajib Pajak Badan
A
A
A
JAKARTA - Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Yustinus Prastowo mengatakan bahwa pengemplang pajak saat ini banyak berasal dari wajib pajak (WP) badan.
Beberapa lagi memang masih banyak dan sifatnya merata. Untuk saat ini, jumlah penunggak pajak mencapai sekitar 487.
"Masih ada beberapa lagi, saya lupa. Tapi saya rasa itu merata di semua sektor ada ya. Sifatnya menyeluruh malah. Itu kita lihat sudah lama memang, ada sekitar 487 penunggak pajak, itu yang sekarang," ujar dia di Jakarta, Minggu (28/12/2014)
Yustinus menyebutkan, untuk mengatasi penunggak pajak yang berpotensi menjadi pengemplang pajak, pemerintah baru harus melakukan tindakan pencegahan dan pemblokiran saja di awal.
"Itu langkah awal memang. Itu untuk menciptakan efek takut saja saya kira. Tapi kalau tidak ada langkah-langkah lanjutan yang sifatnya continue, saya kira berat karena berat kalau mengurus pajak ini. Ada pemeriksaan, ada utang baru, nah ke depannya harus jelas," ujar Yustinus.
Untuk ke depan, menurut Yustinus, harus diadakan audit khusus untuk tindakan para penunggak pajak guna mengantisipasi bertambahnya jumlah pengemplangan pajak di tanah Air.
"Misalnya, ketika saya meriksa perusahaan, saya harus periksa penanggungnya juga, direksi komisarisnya siapa, latar belakangnya bagaimana, asetnya berapa dan apa saja. Jadi ketika terjadi utang pajak, bisa langsung eksekusi. Kalau kita mesti cari satu-satu tapi di awal kita tidak gerak cepat, itu akan lama," tandasnya.
(Baca: Soal Pajak, Indonesia Masih Jadi "Anak Bawang")
Beberapa lagi memang masih banyak dan sifatnya merata. Untuk saat ini, jumlah penunggak pajak mencapai sekitar 487.
"Masih ada beberapa lagi, saya lupa. Tapi saya rasa itu merata di semua sektor ada ya. Sifatnya menyeluruh malah. Itu kita lihat sudah lama memang, ada sekitar 487 penunggak pajak, itu yang sekarang," ujar dia di Jakarta, Minggu (28/12/2014)
Yustinus menyebutkan, untuk mengatasi penunggak pajak yang berpotensi menjadi pengemplang pajak, pemerintah baru harus melakukan tindakan pencegahan dan pemblokiran saja di awal.
"Itu langkah awal memang. Itu untuk menciptakan efek takut saja saya kira. Tapi kalau tidak ada langkah-langkah lanjutan yang sifatnya continue, saya kira berat karena berat kalau mengurus pajak ini. Ada pemeriksaan, ada utang baru, nah ke depannya harus jelas," ujar Yustinus.
Untuk ke depan, menurut Yustinus, harus diadakan audit khusus untuk tindakan para penunggak pajak guna mengantisipasi bertambahnya jumlah pengemplangan pajak di tanah Air.
"Misalnya, ketika saya meriksa perusahaan, saya harus periksa penanggungnya juga, direksi komisarisnya siapa, latar belakangnya bagaimana, asetnya berapa dan apa saja. Jadi ketika terjadi utang pajak, bisa langsung eksekusi. Kalau kita mesti cari satu-satu tapi di awal kita tidak gerak cepat, itu akan lama," tandasnya.
(Baca: Soal Pajak, Indonesia Masih Jadi "Anak Bawang")
(rna)