BI: Defisit Transaksi Berjalan 2015 Masih Akan Besar
A
A
A
JAKARTA - Gubernur Bank Indoensia (BI) Agus Martowardojo mengemukakan, current account deficit (CAD) atau defisit transaksi berjalan pada 2015 masih akan besar.
"Kalau yang lalu impor BBM besar untuk sesuatu yang konsumtif, sekarang mungkin akan ada impor untuk sesuatu yang pembangunan infrastruktur pabrik yang lebih produktif," jelas Agus, pada akhir pekan.
Menurutnya, untuk mengimbangi itu Indonesia harus banyak melakukan investasi yang diarahkan terhadap ekspor.
"Sementara itu, terkait inflasi yang tinggi, kita juga perlu mewaspadai neraca perdagangan yang juga defisit lagi, dan kita tahu bahwa sebelumnya defisit sempat positif. Tapi, kemudian defisit lagi," papar Agus.
BI menyambut baik kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan pemerintah yang intinya bukan hanya kebijakan jangka pendek, tapi juga kebijakan yang sifatnya struktural.
"Saya melihat inflasi tinggi juga ada neraca perdagangan yang defisit harus dijadikan satu target untuk bisa dikendalikan secara lebih baik," terangnya.
Agus meyakini bahwa transaksi berjalan pada 2014 menunjukkan kondisi ke arah yang lebih baik menuju di bawah 3%.
Namun, pada 2015 harus diupayakan untuk terus ada di level berkesinambungan, yaitu di kisaran minus 2,5% - 3%.
Tahun ini, akan lebih baik dan kami meyakini langkah yang diambil pemerintah beberapa bulan terakhir akan membuahkan hasil. Diharapkan ada upaya untuk terus melakukan perbaikan struktural.
"Namun kita paham pemerintah ingin menyehatkan pengelolaan energi dan pangan. Itu bisa dikeluarkan aturan yang menyesuaikan harga listrik, harga BBM dan ini berdampak pada inflasi juga," tandasnya.
Jadi, BI ingin berkoordinasi untuk mencapai target inflasi jangka panjang. BI juga mesti menjaga supaya inflasi 2015 cepat terkendali dan kembali pada level yang direncanakan yakni 4 plus minus 1 persen.
"Kalau yang lalu impor BBM besar untuk sesuatu yang konsumtif, sekarang mungkin akan ada impor untuk sesuatu yang pembangunan infrastruktur pabrik yang lebih produktif," jelas Agus, pada akhir pekan.
Menurutnya, untuk mengimbangi itu Indonesia harus banyak melakukan investasi yang diarahkan terhadap ekspor.
"Sementara itu, terkait inflasi yang tinggi, kita juga perlu mewaspadai neraca perdagangan yang juga defisit lagi, dan kita tahu bahwa sebelumnya defisit sempat positif. Tapi, kemudian defisit lagi," papar Agus.
BI menyambut baik kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan pemerintah yang intinya bukan hanya kebijakan jangka pendek, tapi juga kebijakan yang sifatnya struktural.
"Saya melihat inflasi tinggi juga ada neraca perdagangan yang defisit harus dijadikan satu target untuk bisa dikendalikan secara lebih baik," terangnya.
Agus meyakini bahwa transaksi berjalan pada 2014 menunjukkan kondisi ke arah yang lebih baik menuju di bawah 3%.
Namun, pada 2015 harus diupayakan untuk terus ada di level berkesinambungan, yaitu di kisaran minus 2,5% - 3%.
Tahun ini, akan lebih baik dan kami meyakini langkah yang diambil pemerintah beberapa bulan terakhir akan membuahkan hasil. Diharapkan ada upaya untuk terus melakukan perbaikan struktural.
"Namun kita paham pemerintah ingin menyehatkan pengelolaan energi dan pangan. Itu bisa dikeluarkan aturan yang menyesuaikan harga listrik, harga BBM dan ini berdampak pada inflasi juga," tandasnya.
Jadi, BI ingin berkoordinasi untuk mencapai target inflasi jangka panjang. BI juga mesti menjaga supaya inflasi 2015 cepat terkendali dan kembali pada level yang direncanakan yakni 4 plus minus 1 persen.
(dmd)