Kementan Targetkan Swasembada Padi 2016
A
A
A
JAKARTA - Kementerian Pertanian (Kementan) optimistis bisa merealisasikan swasembada padi kurang dari tiga tahun. Dengan demikian, pada 2016 mendatang Indonesia tak akan impor beras.
“Khusus padi, tak sampai tiga tahun (bisa swasembada). Kami secara internal menargetkan 2016 untuk (swasembada) padi,” kata Menteri Pertanian (Mentan) Amran Sulaiman di sela pelantikan Dirjen Tanaman Pangan di Kantor Kementan Jakarta, kemarin. Untuk mencapai target itu, kata Amran, pemerintah telah mengalokasikan anggaran sebesar Rp20 triliun.
Anggaran tersebut terdiri atas Rp16 triliun yang berasal dari APBN Perubahan dan Rp4 triliun melalui dana alokasi khusus (DAK). Kementan juga telah melakukan revisi anggaran, alokasi untuk bidang-bidang kurang produktif sebesar Rp4,1 triliun dialihkan ke sektor produktif yang mendukung langsung pencapaian swasembada pangan.
Sektor-sektor produktif tersebut, menurut Amran, yakni pembangunan irigasi, pengadaan benih dan pupuk, serta pengadaan alat dan mesin pertanian (alsintan). “Selama ini kerusakan irigasi, rendahnya penyerapan benih dan pupuk serta minimnya penggunaan alsintan menjadi penghambat swasembada. Karena itulah hal itu kita benahi,” katanya.
Selain itu, Kementan berusaha melakukan pembenahan pascapanen dengan menekan losses (butiran padi yang hilang pada saat panen dan pascapanen) yang selama ini mencapai 10%. “10% itu bisa mencapai 2,3 juta ton gabah kering giling (GKG) yang hilang,” ujar Mentan.
Hasil Sembiring, Dirjen Tanaman Pangan yang baru dilantik, optimistis target swasembada pangan yang dicanangkan Mentan dapat dicapai sesuai kurang dari tiga tahun. Namun, Hasil Sembiring mengaku tidak memiliki program khusus untuk merealisasikan target tersebut. Menurut dia, Ditjen Tanaman Pangan akan melaksanakan apa yang sudah dicanangkan Mentan.
“Apa yang sudah dicanangkan Pak Menteri (pembenahan irigasi, benih, pupuk dan alsintan) merupakan modal awal swasembada beras. Kami tinggal melaksanakannya saja,” katanya. Hasil Sembiring dilantik menjadi Dirjen Tanaman Pangan menggantikan Udoro Kasih Anggoro. Terkait dengan musim tanam yang mundur sebagai akibat mundurnya musim penghujan, Hasil Sembiring mengatakan bahwa hal itu akan berakibat pada masa panen raya.
“Memang musim tanam mundur, tapi pertanaman Januari akan mengompensasi pertanaman bulan sebelumnya,” katanya. Sementara, berdasarkan data Ditjen Tanaman Pangan Kementan pada Oktober-Desember 2014, luas areal padi yang mengalami gagal panen (puso) karena serangan organisme pengganggu tanaman (OPT), banjir, dan kekeringan seluas 7.603 hektare (ha) atau sekitar 0,17% dari luas tanam yang mencapai 4.410.056 ha.
Luas puso terbesar pada periode tersebut karena disebabkan kekeringan seluas 4.876 ha atau sekitar 0,11% dari total luas tanam. Adapun, puncak serangan terjadi pada bulan Oktober di Provinsi Sulawesi Selatan, Jawa Tengah, dan Kalimantan Selatan. Adapun, puso karena banjir seluas 2.634 ha atau sekitar 0,06% dari luas tanam.
Puncak banjir terjadi pada bulan November di Provinsi Aceh, Riau, dan Sumatera Utara. Sementara, puso karena OPT seluas 93 ha atau sekitar 0,0021% dari luas tanam.
Sudarsono
“Khusus padi, tak sampai tiga tahun (bisa swasembada). Kami secara internal menargetkan 2016 untuk (swasembada) padi,” kata Menteri Pertanian (Mentan) Amran Sulaiman di sela pelantikan Dirjen Tanaman Pangan di Kantor Kementan Jakarta, kemarin. Untuk mencapai target itu, kata Amran, pemerintah telah mengalokasikan anggaran sebesar Rp20 triliun.
Anggaran tersebut terdiri atas Rp16 triliun yang berasal dari APBN Perubahan dan Rp4 triliun melalui dana alokasi khusus (DAK). Kementan juga telah melakukan revisi anggaran, alokasi untuk bidang-bidang kurang produktif sebesar Rp4,1 triliun dialihkan ke sektor produktif yang mendukung langsung pencapaian swasembada pangan.
Sektor-sektor produktif tersebut, menurut Amran, yakni pembangunan irigasi, pengadaan benih dan pupuk, serta pengadaan alat dan mesin pertanian (alsintan). “Selama ini kerusakan irigasi, rendahnya penyerapan benih dan pupuk serta minimnya penggunaan alsintan menjadi penghambat swasembada. Karena itulah hal itu kita benahi,” katanya.
Selain itu, Kementan berusaha melakukan pembenahan pascapanen dengan menekan losses (butiran padi yang hilang pada saat panen dan pascapanen) yang selama ini mencapai 10%. “10% itu bisa mencapai 2,3 juta ton gabah kering giling (GKG) yang hilang,” ujar Mentan.
Hasil Sembiring, Dirjen Tanaman Pangan yang baru dilantik, optimistis target swasembada pangan yang dicanangkan Mentan dapat dicapai sesuai kurang dari tiga tahun. Namun, Hasil Sembiring mengaku tidak memiliki program khusus untuk merealisasikan target tersebut. Menurut dia, Ditjen Tanaman Pangan akan melaksanakan apa yang sudah dicanangkan Mentan.
“Apa yang sudah dicanangkan Pak Menteri (pembenahan irigasi, benih, pupuk dan alsintan) merupakan modal awal swasembada beras. Kami tinggal melaksanakannya saja,” katanya. Hasil Sembiring dilantik menjadi Dirjen Tanaman Pangan menggantikan Udoro Kasih Anggoro. Terkait dengan musim tanam yang mundur sebagai akibat mundurnya musim penghujan, Hasil Sembiring mengatakan bahwa hal itu akan berakibat pada masa panen raya.
“Memang musim tanam mundur, tapi pertanaman Januari akan mengompensasi pertanaman bulan sebelumnya,” katanya. Sementara, berdasarkan data Ditjen Tanaman Pangan Kementan pada Oktober-Desember 2014, luas areal padi yang mengalami gagal panen (puso) karena serangan organisme pengganggu tanaman (OPT), banjir, dan kekeringan seluas 7.603 hektare (ha) atau sekitar 0,17% dari luas tanam yang mencapai 4.410.056 ha.
Luas puso terbesar pada periode tersebut karena disebabkan kekeringan seluas 4.876 ha atau sekitar 0,11% dari total luas tanam. Adapun, puncak serangan terjadi pada bulan Oktober di Provinsi Sulawesi Selatan, Jawa Tengah, dan Kalimantan Selatan. Adapun, puso karena banjir seluas 2.634 ha atau sekitar 0,06% dari luas tanam.
Puncak banjir terjadi pada bulan November di Provinsi Aceh, Riau, dan Sumatera Utara. Sementara, puso karena OPT seluas 93 ha atau sekitar 0,0021% dari luas tanam.
Sudarsono
(ars)